Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Polres Natuna Ungkap Kasus Korupsi Dana BLT, Rp 448 Juta Diselewengkan untuk Judi Online
Oleh : Redaksi
Rabu | 13-11-2024 | 10:04 WIB
Korupsi-natuna.jpg Honda-Batam
Polres Natuna saat merilis pengungkapan kasus korupsi Dana BLT Kemensos, Senin (11/11/2024). (Foto: Polda Kepri)

BATAMTODAY.COM, Natuna - Polres Natuna menggelar konferensi pers terkait pengungkapan kasus korupsi dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Kementerian Sosial. Tersangka, seorang pria berinisial F (47), diduga telah menyalahgunakan dana bantuan sosial untuk berjudi online dan keperluan pribadi.

Kasus ini diungkap Kabag Ops Polres Natuna, AKP Khairul, dan dihadiri Kasi Humas Aipda David Arviad beserta tim unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Mapolres Natuna.

Dalam konferensi pers, AKP Khairul memaparkan kronologi kejadian. Menurutnya, dana bantuan sosial tahap IV yang ditransfer dari PT Pos Indonesia Cabang Tanjungpinang ke Kantor Pos Cabang Pembantu Sedanau, Natuna, pada tahun 2023, telah diselewengkan oleh tersangka. Total dana yang dikorupsi mencapai Rp 448,3 juta, yang semestinya dialokasikan untuk 409 keluarga penerima manfaat serta bantuan untuk pahlawan ekonomi nusantara.

"Dana bansos yang seharusnya diterima langsung oleh masyarakat ini, justru diambil kembali oleh tersangka untuk keperluan pribadi, termasuk untuk berjudi online," jelas AKP Khairul, Senin (11/11/2024), demikian dikutip laman Polda Kepri.

Dalam penyelidikan, pihak kepolisian mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk sisa dana Rp 30 juta dalam pecahan Rp 100 ribu, dua unit ponsel, dan sejumlah dokumen terkait. Bukti-bukti ini diyakini kuat mengaitkan tersangka dengan dugaan penggelapan dana bantuan.

Tindakan korupsi yang dilakukan oleh tersangka F dikenakan ancaman pidana berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Tersangka menghadapi ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar," tutur Kasi Humas Aipda David Arviad.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan diharapkan menjadi peringatan tegas untuk setiap pihak yang terlibat dalam penyaluran bantuan sosial.

Editor: Gokli