Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Joman Sebut Kebijakan Pemerintah Buka Ekspor Pasir Laut sebagai Kebijakan Gila
Oleh : Irawan
Jumat | 27-09-2024 | 10:24 WIB
noel_joman.jpg Honda-Batam
Ketua Relawan Jokowi Mania (Joman) Immanuel Ebenezer

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Relawan Jokowi Mania (Joman) Immanuel Ebenezer menilai kebijakan pemerintah membuka keran ekspor pasir laut sebagai kebijakan gila. Dimana kebijakan tersebut, diatur melalui PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Kebijakan pemerintah yang memberikan konsesi 131.157 hektar di laut ini merupakan bentuk kejahatan dan pengkhianatanan terhadap repbulik dan konstitusi, sehingga harus ditolak bersama-sama.

"Mana lebih berbahaya Kaesang (Kaesang Pangerap) naik Private Jet. Lantas istrinya Kaesang yang bau ketek atau yang Gibran (Gibran Rakabuming Raka) Fufufafa, dibandingkan ekspor pasir laut," kata Immanuel Ebenezer dikutip dari kanal YouTube Gelora TV, Jumat (27/9/2024).

Menurut dia, kebijakan ekspor pasir laut telah mengusik pikiran dan hati nuraninya hingga detik ini. Akibat penolakan terhadap kebijakan ekspor laur ini, Noel, sapaan akrab, Immanuel Ebenezer, mengaku dibenci para pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Noel kan itu pendukung Jokowi, tapi apa urusannya dengan Pak Jokowi. Saya ini pendukung Jokowi, tapi kebijakan ini, menurut saya, jahat sekali," katanya.

Noel mengaku tidak peduli, meski dirinya merupakan pendukung Jokowi, tidak boleh mengkritik kebijakan pembukaan kembali keran ekspor pasir laut.

"Kok mentang-mentang saya pendukung Jokowi nggak boleh mengkritik, kan kerjaan saya dari dulu mengkritik Kenapa saya mendukung Jokowi, karena Jokowi tidak membatasi daya kritik saya. Tidak memberangus saya, kenapa hari ini tidak boleh," katanya.

Ia mengatakan, pengerukan pasir laut meskipun dibalut sedementasi, unsur pasirnya tetap ada. "Kalau mau ekspor, kita buang sampah kita ke Singapura. itu lebih bagus menurut saya. Saya se-republik ini kita buang ke Singapura untuk memperluas daratan wilayah mereka," kata Ketua Joman ini.

Noel setuju apabila sampah yang diekspor ke Singapura, bukan kekayaan alam seperti pasir laut yang bisa memperluas wilayah sebuah negara.

"Kan itu sebuah ancaman, masak saya dibenci. Sama ketika saya membela Munarman (mantan Juru Bicara FPI). Munarman itu musuh kita, saya katakan tidak bermusuhan dengan Munarman. Dia punya hak politik, itu berbeda secara pandangan dalam demokrasi. Kenapa dia harus ditangkap," katanya.

Ia katakan, soal pilihan politiknya juga jauh berbeda dengan Munarman, yang merupakan seorang muslim dan anggota Front Pembela Islam (FPI). Sementara dirinya adalah seorang Kristen dan pendukung Jokowi.

"Jauh banget akan akan pernah ketemu, tetapi secara politik dia itu punya hak untuk menyampaikan pandangannya. Kenapa harus ditahan, ditahannya keji sekali. Kedua tangan dan kakiknya diborgol dan dirantai. Kenapa mesti begitu, dia itu aktivis. Lepas atau tidak suka dengan Munarman, tapi itu harus saya sampaikan tidak pantas, " katanya.

Dampaknya ketika itu, dirinya langsung dipecat dari jabatan komisaris utama di salah satu BUMN. Noel juga dihabisi secara politik dan perdata bekerja di BUMN juga dicabut.

"Tapi saya nggak cengeng, meski harus kehilangan gaji puluhan juta. Saya nggak peduli, meski hak politik saya dihabisi, hak perdaya dihabisi. Tetapi saya harus tetap loyal terhadap pilihan-pilihan demokrasi, yang menjadi pilihan politik saya," ujarnya.

Noel dulu mengaku tidak punya uang ketika melawan penguasa Orde Baru Soeharto. "Masak sekarang saya punya duit, saya digaji, masa saya diam ada hal-hal yang tidak baik," katanya.

Ketua Joman ini berharap agar pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tidak menakut-nakuti kelompok civil society. Sebab, orang masih banyak orang mengkwatirkan traumatik Orde Baru.

"Semoga pemerintahan Pak Prabowo, dia bayar ke rakyat, dia bayar ke bangsa. Agar narasi dan orkestrasi, yang dimainkan hari ini , termasuk yang pura-pura mendukung Prabowo. Hati-hati saja, karena banyak toxic-toxic seperti kata Pak Luhut (Luhut Binsar Panjaitan)," pungkasnya.

Editor: Surya