Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jelang Idul Adha

Irman Gusman Minta Harga Daging Sapi Tak Dimonopoli
Oleh : si
Kamis | 18-10-2012 | 19:56 WIB
Irman_Gusman.jpg Honda-Batam

Ketua DPD RI Irman Gusman

JAKARTA, batamtoday - DPD RI menilai malam masalah harga kebutuhan pokok masyarakat, tidak boleh ada monopoli, baik  oleh pengusaha maupun negara, sehinggamasyarakat konsumen tidak dirugikan.



Hal itu karena setiap menjelang lebaran Idul Fitri maupun Idul Adha, harga daging selalu naik dan tak terkendali oleh pemerintah. Harga daging yang  biasanya berkisar Rp. 60.000,- - Rp. 70.000,-/kg,  kini mulai melonjak sampai Rp. 90.000,- - Rp. 100.000,-/kg.

Demikian dikemukakan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman, menanggapi masalah seputar  ketidakstabilan harga daging sapi, menjelang hari raya Idul Adha pada 26 Oktober mendatang.

Lebih memprihatinkan lagi impor sapi sampai saat ini masih dimonopoli pihak tertentu. Untuk itu Irman mendesak agar kebijakan ekonomi ini lebih berpihak pada pemenuhan kebutuhan masyarakat.

 ‘’Kebijakan ekonomi kita sudah seharusnya berpihak kepada sektor pertanian, termasuk juga peternakan.  Negara lain seperti Selandia Baru yang sudah membuat kebijakan yang tepat. Di mana Selandia Baru yang jumlah penduduknya hanya sekitar 3 juta jiwa, tapi memiliki ternak sapi sampai 30 juta ekor,” tambah Irman.

Selain itu, menurut dia, kita tidak bisa menyerahkan masalah kedaulatan pangan pada asing. Bagaimanapun, harga itu harus terjangkau oleh masyarakat.

“Kalau harga tinggi, sebenarnya dapat mendorong semangat orang untuk beternak.  Itu bisa dijadikan salah satu pendorong bagi peningkatan produksi daging sapi secara nasional. Sebaliknya kalau terlalu rendah juga tidak baik, karena tidak bisa ada lagi insentif yang layak bagi para peternak kita di dalam negeri,” ujarnya.

Ketika dintanya mengapa selama ini hanya impor daging sapi  dari Australia dan Selandia Baru, dan mengakibatkan harga daging sapi dalam negeri jadi mahal? Pernah katanya, ada wacana impor daging sapi dari India atau dari Brazil, tapi langkah itu disebut-sebut terkendala karena ternak sapi dari beberapa negara itu dianggap belum terbebas dari penyakit kuku dan mulut.

Yang pasti soal monopli tersebut menurut pakar pertanian H. S. Dylon, adanya pengusaha besar berkolusi dengan pejabat pemerintah sehingga terjadinya monopoli impor itu bukan hal baru. ‘’Masalahnya para pejabat kita pada umumnya kan tidak berpihak kepada rakyat. Jadi persoalannya di situ,’’ katanya kecewa.

Yang jelas lanjut Irman Gusman, semua pihak agar secepatnya berusaha untuk bisa swasembada pangan, termasuk swasembada daging sapi. "

Yang terpenting pada jangka panjang, kita harus berdaulat. Itu yang paling pokok. Tidak ada dasarnya kita tidak mampu. Tapi pada jangka pendek, kita tentu harus melakukan stabilisasi harga,’’tutur Irman.

Untuk itu dia berharap, soal pangan ini harus benar-benar menjadi kedaulatan, bukan hanya ketahanan.  "

Kita benar-benar harus berdaulat dalam memenuhi kebutuhan pangan kita. ‘Kita tidak boleh hanya sekadar memiliki ketahanan pangan, dengan ketergantungan kepada pihak manapun, apalagi asing,’’  tegas Irman.

Pengamat ekonomi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Refrisond Baswir mengatakan, masalah ketidakstabilan harga daging sapi itu terjadi karena pemerintah menggangap ini adalah sebagai urusan masyarakat.

Oleh karena itu,  pemerintah menyerahkan masalah ini kedalam mekanisme pasar. ‘’Jadi kalau barangnya tidak ada didalam negeri maka akan di import dari luar negeri,’’ katanya.

Meski demikian, menurut Refrisond, akhir-akhir ini sudah ada intervensi dari pemerintah untuk mengembangkan  program sapi sawit.

 Artinya, setiap perkebunan kelapa sawit sekarang diminta untuk mengembangkan ternak sapi. Pelepah sawit yang biasanya terbuang sekarang bisa dimanfaatkan untuk makanan sapi. Yaitu,dengan jalan dihancurkan dan dibuat semacam jus yang sangat bagus sebagai makanan sapi ternak.

Meski demikian, dia mendorong agar selalu mencari terobosan baru bagi penyelesaian masalah ketidakstabilan harga daging ini.

‘"Solusi saya adalah kita harus mengembangkan program kerja “Sapi Sawit” ini didalam negeri, supaya dikemudian hari kita tidak memerlukan lagi impor sapi dari luar negeri,’’ katanya.