Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perludem Minta KPU Gelar Pilkada Ulang pada 2025 Jika Kotak Kosong Menang, bukan Diisi Pj Hingga 2029
Oleh : Redaksi
Minggu | 01-09-2024 | 18:33 WIB
titi_anggraeni1.jpg Honda-Batam
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini meminta KPU RI menjadwalkan pilkada ulang pada 2025 jika daerah dengan calon tunggal dimenangkan oleh kotak kosong.

Sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengatakan, penjabat (pj) kepala daerah akan memimpin suatu daerah jika hasil Pilkada 2024 pada wilayah itu memenangkan kotak kosong .

Titi menilai, jika pilkada ulang dilaksanakan 2029, akan menghambat proses pembangunan di daerah tersebut.

"KPU harus menjadwalkan pilkada ulang jika calon tunggal kalah pada tahun berikutnya. Sebab, memiliki pemimpin daerah definitif adalah hak rakyat yang harus dipenuhi oleh negara melalui fasilitasi KPU," kata Titi kepada wartawan, Minggu (1/9/2024).

Titi mendorong suatu daerah dipimpin oleh pejabat definitif. Sebab, menurut dia, Penjabat sementara memiliki keterbatasan dalam implementasi pembangunan.

"Jika daerah dipimpin penjabat selama 5 tahun, maka akan merugikan pembangunan dan tata kelola pemerintahan daerah, sebab Penjabat memiliki kewenangan yang terbatas dalam implementasinya bila dibandingkan kepala daerah definitif hasil pilkada," jelasnya.

Titi mencontohkan gelaran Pilkada Kota Makassar di 2018. Saat itu, kata dia, pilkada dimenangkan oleh kotak kosong, sehingga KPU kembali menjadwalkan pilkada ulang di 2020.

Menurut Titi, hal itu telah sesuai dengan aturan yang ada, di mana dalam UU, penjadwalan pilkada yang paling dekat ialah di 2020. Titi menyampaikan saat itu di 2019 terdapat pemilu serentak, sehingga tidak dimungkinkan dilakukan pilkada ulang pada 2019.

Lebih lanjut, Titi menyampaikan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016, penjadwalan pilkada serentak berhenti di 2024. Maka, seharusnya, pilkada akan diulang kembali di tahun berikutnya.

"Ketika keserentakan pilkada nasional sudah berlangsung sejak 2024, maka untuk pilkada calon tunggal kalau kotak kosong yang menang, pilkada akan diulang kembali pada tahun berikutnya sesuai bunyi Pasal 54D ayat (3) UU 10/2016 yang bunyinya sudah sangat terang benderang," ujarnya.

Titi menilai pelaksanaan pilkada ulang di 2029, jika daerah dengan kotak kosong menang merupakan kebijakan tidak masuk akal. Titi berharap KPU dapat mempertimbangkan kembali penjadwalan pilkada ulang bagi daerah yang dimenangkan oleh kotak kosong.

"Lagi pula logika saja, pilkada hendak mengisi jabatan definitif, untuk apa pilih KPU memilih jadwal yang akan membuat kosong kepemimpinan definitif di suatu daerah sampai dengan 5 tahun. Kebijakan yang tidak masuk akal," ungkap dia.

Titi menyampaikan jika daerah dipimpin oleh penjabat selama lima tahun merupakan tindakan yang bertentangan dengan demokrasi. Selain itu, kata dia, hal tersebut juga akan memicu kekhawatiran di masyarakat.

"Pilihan menunda pilkada selama lima tahun adalah pilihan yang tidak masuk akal dan merupakan tindakan diskriminatif bagi pemilih di daerah tersebut," tuturnya.

"Kebijakan itu bisa dimaknai secara pragmatis oleh pemilih untuk memilih calon tunggal saja daripada daerah dipimpin Penjabat selama lima tahun. Hal itu akan sangat merugikan hak pilih warga dan sangat bertentangan dengan semangat pilkada langsung dan konsep kedaulatan rakyat," imbuh dia.

Editor: Surya