Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Persoalan Konflik LCS dan Mata Uang Digital Dibahas dalam Pertemuan BKSAP dan Dubes Filipina
Oleh : Irawan
Selasa | 09-07-2024 | 12:24 WIB
lcs_bkasp_dpr.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua BKSAP DPR RI Putu Supadma Rudana saat menerima Dubes Filipina untuk ASEAN (H.E) Hjayceelyn M. Quintana di Ruang Dubes, Gedung Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024) (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Situasi Laut Cina Selatan dalam beberapa terakhir ini tengah tereskalasi dari sisi stabilitas. Oleh karena itu, Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana menyatakan Indonesia bersama Filipina ingin memastikan bahwa jalan yang harus dicapai dalam penyelesaian konflik Laut Cina Selatan harus melalui jalan damai atau jalan dialog.

Hal itu mengingat banyak penyelesaian konflik dengan cara perang seperti yang terjadi di Ukraina maupun di Palestina, yang tidak akan bisa menyelesaikan permasalahan secara baik.

"Nah, tentu solusi damai sehingga duduk kembali dalam meja negosiasi tentu itu menjadi sangat penting," ujar Putu usai menerima Dubes Filipina untuk ASEAN (H.E) Hjayceelyn M. Quintana di Ruang Dubes, Gedung Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024).

Lebih lanjut, Politisi Fraksi Partai Demokrat tersebut menegaskan Indonesia dan Filipina terus mengambil peran dan memastikan agar tiap parlemen di negara yang berada di kawasan ASEAN juga terus berkontribusi dalam menjaga kestabilan, perdamaian, dan juga komitmen keutuhan kawasan.

"Karena ASEAN ini harus yang pertama, ASEAN first," ujarnya.

Ia mengakui ada sejumlah pihak dari luar ASEAN yang ingin memengaruhi pengaruhi kestabilan kawasan ASEAN.

Tapi, tambahnya, ia akan memastikan Indonesia melalui DPR RI dan AIPA harus mendudukkan prioritas pertama adalah untuk kepentingan ASEAN.

"Kawasan ini harus stabil. Yang kedua, hubungan antar ASEAN jauh lebih tinggi dan lebih utuh dibandingkan hubungan dengan kekuatan eksternal semata. Nah, tentu itu yang kita dudukkan untuk situasi di Laut Cina Selatan," jelasnya.

Selain itu, pada kesempatan tersebut, Putu mengusulkan ide agar bagaimana ASEAN memiliki mata uang digital (digital currency) bersama.

Mengingat, ASEAN dengan market hampir 700 juta orang, jika memiliki mata uang sendiri tak perlu mencetak dengan biayanya yang sangat mahal. Hal itu tentu akan mempermudah konektivitas dan hubungan orang per orang.

Terlebih, ungkap Putu, Indonesia memiliki teknologi alat pembayaran QRIS yang bahkan sudah masuk ke Malaysia.

"Nah kita harus mainstreaming bersama dengan mungkin perbankan kita, Bank Indonesia. Ini harus bisa negosiasi dengan bank sentral negara lain untuk ada komitmen bersama, membawa komitmen ASEAN yang awalnya fokus kepada politik mungkin, hubungan kultural," tandas Putu.

"Tapi lebih jauh, harus ada satu digital currency yang bisa mempermudah berbagai pihak masyarakat ASEAN untuk mendekatkan diri ke destinasi-destinasi menjadi turis di berbagai wilayah di kawasan ASEAN ini," tutup Putu.

Editor: Surya