Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MK Optimistis Bisa Tangani Sengketa Hasil Pilpres dalam Tempo 14 Hari
Oleh : Redaksi
Kamis | 07-03-2024 | 09:40 WIB
suhartoyo_b11.jpg Honda-Batam
Ketua MK Suhartoyo (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo mengatakan pihaknya optimistis bisa maksimal mengadili hingga memutuskan sengketa Pilpres 2024 sebagaimana diatur undang-undang (UU). MK akan mengerahkan sumber daya untuk memastikan sengketa hasil pilpres bisa diputuskan dalam waktu 14 hari.

"Insyaallah kalau hari itu sepertinya absolut, limitatif, tidak bisa ditawar itu (jangka waktu 14 hari)," ujar Suhartoyo saat ditanya wartawan di Pusdiklat MK, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Rabu (6/3/2024) malam.

Begitu juga dengan sengketa hasil Pileg 2024, kata dia, MK optimistis akan bisa diselesaikan dalam waktu 30 hari. Apalagi MK sudah sering melakukan simulasi penanganan sengketa pilpres dan pileg serta telah membentuk satuan gugus tugas (satgas) khusus untuk menangani sengketa hasil Pemilu 2024.

"MK kan selalu mengadakan simulasi dan kami punya gugus tugas sekitar 600-an pegawai yang masing-masing punya tugas khusus, sudah di-plot secara detail, itu secara periodik kami simulasikan," ungkap dia.

Dalam simulasi tersebut, tutur Suhartoyo, pihaknya merujuk pada permohonan-permohonan sengketa hasil pemilu 5 hingga 10 tahun sebelumnya. Hal tersebut untuk mengantisipasi jumlah dan dalil-dalil dari para pemohon atau penggugat.

"Kalau pilpres seperti yang sampaikan tadi selama ini hanya satu pemohon, karena hanya dua pasangan (capres-cawapres), terus kan hari ini tiga pasang, apakah akan ada lebih satu pasangan yang mengajukan gugatan atau tidak, kami tidak tahu," ungkap dia.

Fokus Alat Bukti

Dalam kesempatan ini, Ketua MK Suhartoyo memastikan MK bakal bersikap netral dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan sengketa hasil Pilpres 2024.

Jika terdapat sengketa hasil Pilpres 2024, kata Suhartoyo, MK tidak akan berpihak kepada salah satu pasangan capres-cawapres dan hanya fokus pada alat bukti yang disampaikan para pihak serta fakta-fakta persidangan.

"Apakah boleh hakim (MK) mengadili dalam perkara pileg dan pilpres nanti bisa aktif memanggil pihak ahli ke persidangan, itu saya tegaskan nggak bisa. Jadi semua itu harus dibawa ke persidangan, dibuktikan oleh para pihak, tidak boleh itu hakim berpihak, harus begini, harus begitu, enggak boleh," ujar Suhartoyo.

Suhartoyo mengatakan, hakim MK lebih bersifat pasif dalam menangani sengketa hasil pilpres dan pileg. Menurut dia, beban pembuktian terletak pada para pihak yang bersengketa untuk menghadirkan alat bukti-alat bukti yang relevan dengan dalil permohonannya sehingga bisa meyakinkan para hakim MK.

"Jadi hakim sebenarnya pasif seharusnya, kalau teman-teman meliput perkara-perkara sidang perdata di peradilan umum, perkara pidana, hakim nggak ada hakim yang perintahkan panggil ini, panggil ini, nggak boleh, karena sifatnya harus pasif, pembuktian semuanya dibebankan kepada para pihak, kalau dalam perkara perdata, penggugat dan tergugat, dalam perkara pidana ya jaksa," jelas Suhartoyo.

Hal tersebut, kata Suhartoyo, berbeda dengan pengujian undang-undang yang dilakukan MK. Menurut dia, dalam pengujian undang-undang, MK lebih aktif karena bisa mendatang atau memanggil saksi ahli.

"Memang dalam praktik di MK, hakim sering memanggil ahli-ahli, tetapi itu hanya dalam perkara pengujian UU, karena normanya milik publik, hakim malah boleh mengakselerasikan dengan kewenangan-kewenangan yang dipunyai, supaya apa? Supaya nanti berkaitan dengan pengujian norma itu hakim punya kajian-kajian yang lebih komprehensif baik secara asas doktrin mungkin secara teori juga," pungkas Suhartoyo.

Editor: Surya