Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Coblos Kapan
Oleh : Opini
Jum\'at | 29-12-2023 | 08:04 WIB
DAHLAN-DISWAY85.jpg Honda-Batam
Wartawan senior Indonesia Dahlan Iskan. (Foto: Net)

Oleh Dahlan Iskan

DI PILPRES 14 Februari depan tidak akan ada tempat pemungutan suara (TPS) di Hong Kong. Sebagian pekerja sudah tahu. Sebagian lagi belum.

Itu bukan kebijakan KPU (Komisi Pemilihan Umum) dari Jakarta. Itu mengacu pada peraturan pemerintah setempat.

Dua alasan sekaligus. Yang pertama karena tanggal Pilpres kita bersamaan dengan perayaan tahun baru Imlek. Yang kedua terkait dengan aturan keamanan umum. Utamanya setelah Hong Kong diguncang demo nonstop yang rusuh selama dua tahun menjelang Covid.

Anda sudah tahu: Tahun Baru Imlek kali ini akan jatuh di tanggal 10 Februari 2024. Pilpresnya tanggal 14 Februari. Lalu akan ada hari raya Cap Go Meh tanggal 24 Februari.

Maka pemerintah Hong Kong tidak mengizinkan ada TPS di tempat-tempat umum di Hong Kong. Karena itu WNI di Hongkong akan mencoblos surat suara di rumah majikan masing-masing. Lalu mengirimkan balik kartu suara yang sudah dicoblos itu ke KPU. Pakai jasa Pos Indonesia.

"Selama lebih 30 tahun di Hong Kong hanya satu kali saya nyoblos di TPS," ujar Jujuk, sahabat Disway di Hong Kong.

Jujuk asal Blitar. "Setelah itu setiap Pemilu nyoblos di rumah majikan," tambahnya.

Sekali nyoblos di TPS itu Jujuk terkena sial. Anting-antingnya hilang. Jatuh. 4,7 gram. Dicari tidak ketemu. Hilang di rerumputan Taman Victoria.

Jujuklah yang mengantar saya ke lokasi kebaktian Natal pekan lalu di hotel Regal. Itu adalah kebaktian Natal jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI).

Bertemu Jujuk kali ini saya terpana. Dia pakai seragam formal. Ada tulisan KOPASUS di lengannya. Ternyata itu singkatan Kompak, Asyik, Usil binaan Bank Mandiri.

Pagi itu Jujuk memimpin teman-temannya hiking. Lagi libur hari Minggu. Mereka ingin naik gunung.

Ada gunung di Hong Kong? "Gunung-gunungan," jawabnyi melucu.

Gunung yang dituju Jujuk itu bukan di pulau Hong Kong. Tapi di pulau kecil Cheung Chau. Jaraknya hampir satu jam naik feri dari Hong Kong Sentral.

Di sekitar pulau Hong Kong memang ada 200-an pulau. Semua masuk wilayah Hongkong. Pulau-pulau itu termasuk yang pernah disewakan ke Inggris selama 100 tahun -dikembalikan ke Tiongkok tahun 1997.

Salah satu pulau yang besar kini dipakai untuk memindah bandara: Pulau Lantau. Lantau dua kali lebih besar dari pulau Hong Kong. Terbesar di antara 200 pulau di sana.

Lantau dulunya nyaris tanpa penghuni. Tahun 1988 dibangun bandara internasional baru di Lantau. Menggantikan bandara lama yang di Kowloon. Kini Lantau berpenduduk 100.000 orang. Hampir semua di sekitar bandara.

Separo dari mereka hidup di apartemen setinggi 50 tingkat yang dibangun berjajar seperti mainan saja.

Disneyland Hong Kong juga dibangun di Lantau (2005).

Maka Lantau jadi pulau masa depan bagi Hong Kong. Di sini ada Puncak Lantau yang kalau tingginya bisa ditambah 66 meter lagi saja sudah akan bisa disebut gunung. Sayang tingginya hanya 934 meter sehingga belum bisa disebut gunung.

Di hari Natal itu sebenarnya sahabat Disway yang lain yang akan mengantar saya ke kebaktian. Kebetulan dia Kristen. Namanyi Victoria. Di Indonesia Vic pernah jadi asisten pengajar matematika Kumon. Dia pilih bekerja di Hong Kong.

Hari itu Vic gagal mengantar saya karena tidak diizinkan majikan. Dia memang baru tiba dari liburan ke tanah air. Jadi banyak pekerjaan di rumah majikan.

Yang seperti itu juga dialami Jujuk. "Setiap pulang dari Indonesia saya lihat rumah majikan saya seperti kapal pecah," gurau Jujuk. Padahal hanya ditinggal tiga minggu.

Jujuk tidak pernah dapat izin pulang lebih tiga minggu. Mungkin takut kapalnya karam. "Rumah baru rapi lagi setelah dua minggu kemudian," kata Jujuk.

"Apakah tidak pernah mengancam untuk berhenti kalau tidak diizinkan lebih tiga minggu?" tanya saya.

"Tidak pernah," kata Jujuk.

"Kenapa?"

"Saya kasihan dengan anaknya yang nomor dua. Kalau lama saya tinggal dia sakit," ujar Jujuk.

Yang seperti itu banyak. Hari Minggu lalu itu saya lihat anak kecil dengan baju sangat bagus digendong wanita Indonesia di Taman Victoria.

Pasti itu anak majikan. Benar. Kenapa anak majikan dibawa liburan?

"Saya ingin liburan di Victoria. Tapi anak ini tidak mau pisah dengan saya. Majikan membolehkan saya bawa ke Victoria," ujar wanita itu. Umur anak itu belum dua tahun.

Vic dan wanita itu termasuk yang belum tahu kalau tidak akan ada TPS lagi di Victoria.

Tahun ini semua kartu suara akan dikirim ke rumah majikan mereka.

Tentu mereka boleh mencoblos kapan saja. Tidak harus pada tanggal Pemilu. Nggak ada yang tahu. Pun waktu mengirimkan kembali kartu yang sudah dicoblos. Tentu boleh kapan saja. Petugas penghitung suaralah yang perlu tahu kapan surat suara itu boleh dibuka.

Bagi para capres, mereka mau mencoblos saja sudah bagus. Untuk apa ada aturan rumit bagi mereka.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia