Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Minta Pemerintah Lindungi TKI di Luar Negeri
Oleh : si
Senin | 17-09-2012 | 14:12 WIB

JAKARTA, batamtoday - Sidang Paripurna DPR RI telah menetapkan Pansus RUU Perlindungan TKI di Luar Negeri sebagai usaha perbaikan UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.


Pembentukan Pansus RUU Perlindungan TKI tersebut menjadi salah satu komitmen terhadap upaya memberikan perlindungan sepenuhnya terhadap TKI.

Anggota Pansus RUU Perlindungan TKI di luar negeri Poempida Hidayatulloh mengatakan sebagai tenaga kerja yang dilindungi hak-haknya, keberadaan TKI seringkali menjadi sapi perah para oknum atau lembaga yang terlibat dalam proses penempatan TKI. Pasal 68 UU Nomor 39 tahun 2004 menjelaskan bahwa setiap penempatan wajib mengikutsertakan TKI untuk mengikuti program asuransi.

“Artinya, pemerintah secara tegas menginginkan agar TKI terlindungi hak-haknya melalui metode perasuransian,” kata Poempida di Jakarta, Senin (17/9/2012).

Salah satu permasalahan yang seringkali tidak tersentuh perhatian, lanjut Poempida, adalah pemberian perlindungan terhadap TKI melalui asuransi.

Asuransi TKI ini diatur dalam Permenakertrans Nomor 7 Tahun 2010 yang sejatinya adalah upaya untuk melindungi kehidupan TKI sebelum penempatan, saat penempatan, maupun setelah penempatan.

“Secara filosofis perlindungan terhadap TKI dapat dilakukan dengan berbagai cara. Metode asuransi adalah salah satu yang sudah dikenal dan dipahami oleh masyarakat. Namun, apakah pelaksanaannya benar-benar melindungi TKI, inilah yang harus menjadi fokus perhatian kita semua,” kata anggota Komisi IX DPR RI itu.

Dalam Permen No 7 Tahun 2010 tersebut, secara jelas menggambarkan bahwa apapun yang terjadi selama proses mereka menjadi TKI merupakan kewajiban pihak konsorsium dan pialang asuransi yang harus membayarkan klaim tuntutan.

Menurutnya, permasalahan muncul ketika TKI sangat sulit untuk mengajukan klaim walaupun sebenarnya mereka telah memenuhi persyaratan untuk klaim asuransi.

Poempida mengatakan terdapat beberapa kebijakan asuransi yang sangat merugikan TKI. Kebijakan asuransi tersebut antara lain mekanisme ex-gratia yaitu kewajiban perusahaan untuk membayarkan klaim yang sebenarnya hal itu bukan merupakan tanggungan pihak perusahaan.

Menurutnya, praktik semacam ini sama dengan uang tutup mulut yang diberikan pihak asuransi kepada tertanggung agar tidak mengajukan keberatan.

“Praktik ex-gratia ini sama sekali tidak menggambarkan perlindungan terhadap TKI dan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM,” tegasnya.

Menurutnya, dalam UU Usaha Perasuransian Nomor 2 Tahun 1992 praktik ex- gratia ini tidak diatur dan mekanismenya pun tidak disebutkan.

“Praktik-praktik yang tidak diatur dalam UU ini rentan terhadap penindasan terhadap TKI karena perusahaan asuransi dapat saja memberikan alasan bahwa tertanggung tidak memenuhi syarat pengajuan klaim sehingga tidak dapat dibayarkan penuh sesuai tanggungan,” kata Poempida.

Menanggapi carut marut pelayanan asuransi bagi TKI, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan problem asuransi TKI terkesan dibiarkan oleh pemerintah selama ini.

Untuk mengurainya, lanjut Anis, harus dilakukan evaluasi secara komprehensif mulai dari pengambil kebijakannya, tidak hanya pada tingkat hulu (pihak asuransinya).

Ia menambahkan, masalah asuransi dimulai dari badan hukum asuransi TKI yang bermasalah karena penunjukan tanpa tender. Bapepam LK sebagai lembaga yang memberikan lisensi maupun izin usaha terhadap perusahaan asuransi harus dilibatkan untuk mengatasi persoalan ini.

Anis menambahkan, Bapepam LK harus dievaluasi, terutama mengenai pemberian lisensi yang harus selektif, dan tidak sekadar memberikan lisensi tetapi harus ada monitoring dan evaluasi.

“Kebijakannya juga bermasalah (Kepmen), buktinya setahun bisa 3 (tiga) kali ganti Kepmen asuransi tapi tidak pernah berdampak pada manfaat asuransi bagi TKI karena selalu masalah pada klaim,” kata Anis.

Evaluasi, lanjutnya juga bisa berbasis pada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara gamblang juga menyebutkan ada masalah serius di asuransi TKI. Hasil kajian KPPU juga harus menjadi bahan evaluasi.

“Asuransi TKI ke depan harus direformasi, dari model komersial menjadi trust fund atau tabungan,” kata Anis.