Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Cegah Konflik, Hentikan Pertambangan di Manggamat
Oleh : Tunggul Naibaho
Kamis | 24-02-2011 | 02:09 WIB
psu.jpg Honda-Batam

Kegiatan penambangan tambang biji besi di daerah Manggamat, Aceh Selatan, oleh PT Pinang Sejati Utama (PSU) yang dikecam masyarakat karena telah menyebabkan kerusakan lingkungan juga memicu konflik horisontal di tenagh masyarakat. (Foto: Ist).

Batam, batamtoday - Koalisi Advokasi Tambang Aceh (KATAM) meminta Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dan Provinsi Nangroe Aceh Darusslam (NAD) untuk segera menutup operasi penggalian bahan tambang oleh PT Pinang Sejati Utama (PSU) di wilayah Manggamat, karena kehadiran perushaan tersebut telah menimbulkan keruskan lingkungan dan juga konflik horisontal di kalangan masyarakat.

Demikian disampaikan KAMAT dalam rilisnya kepada batamtoday Kamis 24 Februari 2011.

KAMAT terdiri dari 8 LSM yaitu, Yayasan Rumpun Bambu Indonesia (YRBI), WALHI Aceh, Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh, Koalisi NGO-HAM Aceh, Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA), YADESA, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Aceh dan Kontras Aceh.

Konflik di wilayah Manggamat menurut Koalisi ini, dipicu sebab beroperasinya perusahaan penggali bahan tambang PT Pinang Sejati Utama (PSU), sejak April 2010.

Sejak kehadairan PSU, masyarakat mulai melakukan aksi demonstrasi menuntut kompensasi, perjanjian antara perusahaan dan masyarakat, perjanjian antara Pemkab Aceh Selatan dan masyarakat hingga pembentukan Pansus Tambang oleh DPRK Aceh Selatan. Semua permintaan masyarakat tidak diindahkan perusahaan hingga muncul konflik baru.

Konflik yang terbaru, tutur Koalisi, terjadi antara masyarakat Desa Koto Manggamat dengan Kelompok Kluet Raya Motor (KRM) pada Selasa 15 Februari 2011 yang lalu, setelah dicari penyebabnya adalah karena kehadiran PSU. Pada peristiwa konflik tersebut, beberapa warga mengalami cidera fisik dan kerugian harta benda.

Pemerintah baik tingkat kabupaten Aceh Selatan maupun Propinsi Aceh, menurut Koalisi, harus mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan pertambangan yang telah berkali-kali melanggar Undang-undang, peraturan dan kesepakatan dengan masyarakat. Tindakan tegas berupa pencabutan izin pertambangan merupakan solusi yang efektif dan abadi mengingat inti persoalan adalah Pertambangan.

"Apalagi mengingat DPRK Aceh Selatan telah mengeluarkan rekomendasi kepada Bupati Aceh Selatan agar mencabut segera seluruh izin usaha pertambangan batu bijih besi di Kabupaten Aceh Selatan," ujar Koalisi.


Dosa Besar

Selanjutnya Koalisi mengidentifikasi “Dosa Besar” yang dilakukan oleh PSU dan kelompok-kelompok yang bekerja sama dengan mereka, yaitu, pertama, beroperasinya pelabuhan bongkar muat bijih besi berlokasi berdampingan dengan SDN 1 Ujong Pulo Kecamatan Bakongan Timur telah menimbulkan dampak terganggunya proses belajar para siswa di wilayah itu.

Kedua, beroperasinya armada angkutan bijih besi KRM yang menggunakan fasilitas jalan dalam perkampungan penduduk berdampak kepada kerusakan jalan, pencemaran udara, terganggunya kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Ketiga, terjadi penurunan debit serta kualitas air sungai dan air alur sungai, sebagai imbas eksploitasi tambang bijih besi di pegunungan Menggamat.

Koalisi menilai, aktivitas-aktivitas PSU tersebut di atas telah melanggar berbagai peraturan seperti UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang AMDAL.

PSU juga dinilai telah melanggar UU No.11 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yang telah diubah menjadi UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara serta peraturan-peraturan teknis lainnya terkait dengan pertambangan dan pelestarian lingkungan.

Pernyataan Sikap

Selanjutnya Koalisi menyatakan sikap, pertama, mendukung rekomendasi Ketua Tim Pansus DPRK Aceh Selatan bersama Wakil Ketua dan 14 anggota DPRK Aceh Selatan yang meminta kepada Eksekutif, dalam hal ini Bupati Aceh Selatan agar mencabut segera seluruh izin usaha pertambangan batu bijih besi di kawasan Desa Simpang Dua Manggamat, Kecamatan Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan.

Kedua, mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan mencabut izin sebagaimana disampaikan Tim Pansus DPRK Aceh Selatan yang telah melakukan investigasi beberapa waktu lalu dan menemukan banyak terjadi kerusakan lingkungan dan rentannya konflik sosial pada daerah penambangan.

Ketiga, PSU ternyata belum memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar lokasi tambang, disamping kegiatan pengerukan lahan untuk tambang terbukti ternyata telah merusak lingkungan hidup, terganggunya ekosistem, sumber air dan infrastruktur publik, apalagi jika perusahaan tambang tersebut tidak melakukan perbaikan terhadap lahan bekas galiannya.

Keempat, meminta DPRK Aceh Selatan untuk terus konsisten berjuang melestarikan lingkungan melalui kewenangan yang dimilikinya sehingga alam dan lingkungan Aceh Selatan bisa tetap lestari dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas.

Kelima, membantah pernyataan Gubernur Aceh Irwandi yang menyatakan
persoalan-persoalan yang muncul terkait penambangan di Manggamat adalah persoalan perebutan lahan bisnis. Pernyataan gubernur tersebut sama sekali tidak benar dan sangat jauh dari inti persoalan sebenarnya, dimana persoalan sebenarnya adalah telah terjadinya kerusakan lingkungan dan terganggunya kehidupan sosial masyarakat setempat yang disebabkan kehadiran  perusahaan-perusahaan tambang di daerah tersebut.