Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Taba Iskandar Hadiri Pemeriksaan Klarifikasi Polda Kepri
Oleh : Aldy Daeng
Rabu | 13-09-2023 | 18:52 WIB
Taba-Iskandar12.jpg Honda-Batam
Anggota DPRD Kepri, Taba Iskandar. (Aldy/BTD)

BATAMTODAY.COM, Batam - Anggota DPRD Kepri, Taba Iskandar menghadiri undangan klarifikasi dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepri, Rabu (13/9/2023).

Pemeriksaan politisi Partai Golkar itu dilakukan seusai mengungkap isi Memorandum of Understanding (MoU), antara BP dan (saat itu bernama Badan Otorita Batam), Pemkot Batam dengan PT Mega Elok Graha (MEG) tahun 2004.

"Saya memenuhi panggilan Dirkrimsus Polda Kepri, terkait lahan di Rempang. Undangan saya terima melalui WA, sekarang saya sudah terima aslinya. Saya memberikan keterangan sejak jam 10 pagi, sekitar satu jam saja tidak lama," ujar Taba mantan Ketua DPRD Batam periode tahun 2000-2004 tersebut kepada wartawan usai pemeriksaan.

Taba melanjutkan, baginya undangan dari Polda Kepri dalam hal ini Dirkirmsus Polda Kepri adalah sesuatu yang penting. Agar semua pihak tahu, bahwa penduduk asli melayu Rempang dan penggarap lahan seperti dirinya adalah suatu konteks yang berbeda.

"Saya sebagai panggarap lahan, jadi saya anggap undangan ini penting. Seharusnya ada pemisahan yang jelas terhadap masalah ini. Supaya terang dan jelas masalahnya," jelasnya.

Taba mengakui, ia memang memiliki lahan di Pulau Rempang sekitar 18.000 meter persegi. Lahan itu didapat dari rekannya yang merupakan mantan Kepala Desa (Kades) di sana dahulu. Namun, rekanya tersebut kini sudah meninggal dunia.

"Lahan itu saya tidak beli. Ada mantan Kades dulu berhutang kepada saya, terus dia bayar saya dengan lahan itu," tutur Taba.

Taba juga menyebutkan, bahwa lahan tersebut tidak ia manfaatkan selama sekitar 20 tahun. Baru pada tahun 2021, Ia memanfaatkan lahan tersebut menjadi sebuah kebun yang ditanami dengan pohon durian.

Pemanfaatan lahan itu pun dibantu oleh masyarakat sekitar untuk merawat dan menjaga kebun tersebut. "Namun ternyata setelah dicek, kebun saya itu berada di Hutan Produksi yang dapat Dikonfersi (HPK) bukan hutang lindung," sebutnya.

"Berarti saya tidak mempunyai hak atas tanah itu. Kalau negara membutuhkan, silakan ambil," sambungnya.

Taba menegaskan, ia siap dan telah menandatangani pernyataan akan menyerahkan tanah itu kepada negara, bukan kepada BP Batam. Sebab, Ia tidak tahu sejak kapan BP Batam tidak memiliki Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di sana.

"Di surat pernyataan, saya menyerahkan ke negara. Awalnya di surat ditujukan kepada BP Batam, saya tidak tahu apakah BP Batam memiliki HPL di tanah itu. maka saya keberatan. Akhirnya saya tanda tangani menyerahkan kepada negara," tegasnya.

Taba juga mengapresiasi kinerja Polda Kepri yang memeriksanya karena setidaknya telah mendata para penggarap di tanah Rempang.

Menurutnya, penanganan polemik di Rempang harus memisahkan antara penggarap lahan seperti dirinya dengan warga tempatan atau masyarakat adat Rempang.

"Jangan digabung masalah dengan penduduk tempatan. Penggarap seperti saya, ya tangani dengan tegas. Tapi penduduk tempatan perlakukan dengan adil dan manusiawi. Dia tidak tinggal di Ruli. Maka konsep relokasi menjadi tidak tepat," ucapnya.

"Kalau mereka tidak punya surat itu salah siapa? Mereka sudah ada sejak zaman dulu. Mereka tinggal di hinterland. Wilayah itu dulunya masuk administrasi Kerajaan Riau Lingga, sebelum ada RI sudah ada pemerintahan di sana," pungkasnya.

Sementara itu, berdasarkan surat pemanggilan Ditreskrimsus Polda Kepri nomor B/2143/IX/RES.5./2023/Ditreskrimsus, pemanggilan Taba Iskandar atas dugaan Tindak Pidana 'Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan/atau Penataan ruang dan/atau Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan' yang berlokasi di Kecamatan Galang Kota Batam Provinsi Kepri.

Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan/atau Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan/atau sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

Editor: Yudha