Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

3 LSM Kecam Pengrusakan Hutan di Desa Tokin
Oleh : Tunggul Naibaho
Kamis | 24-02-2011 | 20:33 WIB
Honda-Batam

Alat-alat besar PT Sumber Energi Jaya tampak sedang melakukan pengrusakan lingkungan hutan di Desa Tokin, Minahasa Selatan. (Foto: Ist).

Batam, batamtoday - Tiga LSM menolak dan sekaligus mengecam kehadiran PT Sumber Energi Jaya (SEJ) di desa Tokin, Minahasa Selatan (Minsel), karena selain merusak lingkungan hutan, merampas hak-hak rakyat atas tanah adat, juga mulai kerap terjadi kriminalisasi terhadap warga.

 

Demikian ketiga LSM tersebut yakni Aliansi Masyarakat menolak Limbah Tambang (Ammalta), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), dalam siaran persnya kepada batamtoday Kamis 24 Februari 2011.

Kehidupan warga desa Tokin Minahasa Selatan (Minsel) kini terancam sejak PT Sumber Energi Jaya (SEJ) perusahaan tambang emas berencana menambang. Keberadaannya justru mengundang tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat keamanan. Setidaknya 60 orang warga keluar masuk tahanan Polres Minsel dan  Polsek  Tokin  tanpa  alasan  yang  kuat sejak  PT  SEJ  mulai melakukan eksplorasi pada 2009.

Kuasa Pertambangan (KP) PT SEJ diberikan pada 2008  dengan luas sekitar 1.500 Ha. Sebagian besar konsesinya berada di kawasan hutan produksi. Luas desa Tokin yang hanya sekitar 1.600 Ha, namun 1.225 Ha menjadi kawasan hutan produksi karena ditetapkan pemerintah.

Penetapan kawasan hutan produksi oleh pemerintah pada tahun 1989, 3 tahun setelah PT Newmont Minahasa Raya (NMR) mendapatkan Kontrak Karya (KK) pertambangan dan desa Tokin masuk dalam konsesi PT NMR, sehingga ini akal-akalan untuk memudahkan mengambil alih lahan warga saat itu. Karena desa Tokin adalah salah satu desa Tua di Indonesia yang telah dihuni sejak 1724 dan oleh pemerintah Hindia Belanda disyahkan pada 1860, sehingga memiliki ikatan kuat atas adat.

PT SEJ yang didukung oleh Bupati Minsel dan aparat keamanan, membuat warga kesulitan untuk mengolah kebun yang telah diwarisi oleh nenek moyang mereka yang menghasilkan kelapa, cengkeh, vanili, Enau dan hasil kebun tanaman keras lainnya. Kurang lebih 20 ha kebun warga kini rusak karena aktivitas eksplorasi PT SEJ.

Tidak itu saja, PT SEJ juga telah mengalihkan badan sungai Kapitu anak Sungai Ranah Yapu sebagai sumber air PDAM Kota Amurang untuk keperluan eksploitasi perusahaan nantinya. Sungai Kapitu juga sebagi sumber protein bagi warga dan irigasi sawah.

“Kami akan terus menolak PT SEJ beroperasi, karena masa depan kami telah diwariskan oleh nenek moyang kami yakni pertanian,”Tegas Michael Rumondor, perwakilan warga desa Tokin.

Revoldi Koleangan dari Aliansi masyarakat menolak Limbah Tambang (AMMALTA) menambahkan, bahwa rakyat selalu menjadi korban dan tidak pernah belajar dari pengalaman seperti kasus Buyat, tapi membiarkan kasus lainnya berlangsung tidak hanya di Tokin juga seperti kasus pada PT Meares Soputan Mining (MSM) di Minahasa Utara dan PT East Asia Mineral  di Sangihe Talaud yang merampas hidup rakyat Sulut.

“Penderitaan warga desa Tokin adalah bukti kesekian ketidakberpihakan pemerintah kepada warga, JATAM mendukung sepenuhnya perjuangan mereka yang menuntut haknya yang seharusnya diperjuangkan dan dikembangkan oleh negara” Ucap Andrie S Wijaya, Koordinator JATAM.