Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Konsumen Perbankan Paling Banyak Layangkan Pengaduan
Oleh : ypn/dd
Senin | 10-09-2012 | 15:39 WIB
dialog-konsumen.gif Honda-Batam
Enceng Sobirin (tengah) dari BPKN saat menghadiri dialog interaktif di Radio Batam FM.

BATAM, batamtoday - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat keluhan konsumen di tanah air paling banyak berasal dari pengguna produk-produk perbankan dan pembiayaan.


Enceng Sobirin, Komisi III BPKN Bidang Pengaduan dan Penanganan Kasus mengungkapkan, sepanjang hampir dua periode BPKN, terdapat sejumlah sektor bisnis yang paling banyak dikeluhkan para konsumennya.

"Pengaduan yang paling banyak itu dari sektor perbankan dan pembiayaan atau lising," ujarnya usai menjadi salah satu pembicara dalam dialog publik tentang perlindungan konsumen di Batam, Senin (10/9/2012).

Urutan selanjutnya baru dari sektor perumahan dan perdagangan serta jasa.

Meskipuin tidak bisa menyebutkan jumlah persisnya, namun menurutnya jumlah pengaduan konsumen semakin meningkat setiap tahun meskipun tidak terlalu drastis.

Pengaduan-pengaduan tersebut masuk dari para konsumen yang berasal dari sejumlah kota besar yakni, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan.

Dari Batam sendiri, lanjutnya, BPKN belum pernah menerima keluhan dari konsumen di Provinsi Kepri termasuk dari Kota Batam.

Namun demikian, sebagai BPKN menilai Batam merupakan salah satu daerah yang paling rentan muncul keluhan konsumen terutama pengguna produk-produk elektronik.

Karena Batam terletak di daerah perbatasan dan menjadi salah satu kawasan pemberlakuan perdagangan dan pelabuhan bebas (free trade zone/FTZ).

Dimana dengan kondisi itu, banyak produk-produk impor yang belum memiliki standar SNI atau berlabel halal membanjiri pasar Batam.

"Dengan statusnya yang khusus itu tentu saja berimplikasi besarnya potensi masuknya barang-barang ilegal ke Batam  yang bisa merugikan konsumen," jelasnya.

Selain itu masih banyak juga masyarakat yang masih menyukai produk-produk ilegal sehingga produk-produk tersebut punya pangsa pasar tersendiri (black market).

Karena itu dia berharap pemerintah daerah memperketat pemasukan barang-barang yang berpotensi merugikan konsumen itu dan memantau perdagangan barang-barang impor sesuai aturan.

"Untuk kepentingan pemerintah daerah sendiri sekaligus untuk perlindungan konsumen," sambungnya.

Sejauh ini, pemda dinilai masih memilki kinerja yang lemah dalam melakukan pengawasan dan penegakan aturan perlindungan konsumen, secara nasional, khususnya di daerah-daerah perbatasan.

BPKN pernah melakukan kajian mengenai barang beredar di daerah-
daerah perbatasan, yakni Batam, Kupang, Riau, Sulawesi Utara dan Kalimantan Barat.

"Hasilnya, Batam ini paling banyak barang impor ilegalnya, bukan saja elektronik tetapi produk-produk makanannya," sambung dia.

Menurutnya, banyak upaya yang bisa dilakukan pemda untuk menekan peredaran barang-barang impor ilegal tersebut, seperti memperbanyak sosialisasi aturan perlindungan konsumen.

Kemudian, pemda juga berkewajiban menyosialisasikan hak-hak konsumen dan melakukan pembinaan kepada para pelaku usaha untuk mematuhi aturan perdagangan dan perlindungan konsumen.

Lebih jauh dikatakannya, hingga kini BPKN belum memprioritaskan pembentukan perwakilan BPKN di daerah.

Pembentukan perwakilam BPKN di daerah dinilai belum penting karena badan itu masih lebih berkeinginan memaksimalkan kinerja lembaga-lembaga perlindungan lainnya di daerah seperti yang berstatus NGO maupun lembaga formal lain seperti badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK), begitu juga Disperindag.

Setelah institusi-institusi itu berkinerja lebih maksimal dalam menegakkan aturan perlindungan konsumen, BPKN akan lebih leluasa melakukan fungsinya dalam ikut serta merumuskan kebijakan-kebijakan perlindungan konsumen bersama dengan pemerintah.

"Kami sudah melakukan kajian ke beberapa daerah terkait pembentukan BPKN di daerah. Kesimpulannya, institusi-institusi tersebut belum secara maksimal menjalankan fungsinya dalam perlindungan konsumen, jadi kalau BPKN dibentuk di daerah kami khawatir akan mengganggu kinerja mereka," paparnya.