Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Usai Peluncuran SATRIA-1, Kominfo Siapkan Stasiun Bumi dan VSAT
Oleh : Redaksi
Sabtu | 01-07-2023 | 11:40 WIB
SATRIA-11.jpg Honda-Batam
Pelaksana Tugas Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Arief Tri Hardiyanto, usai Peluncuran SATRIA-1 di Kennedy Space Center, Florida, Amerika Serikat, Minggu (18/06/2023) waktu setempat. (Kominfo)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Satelit Republik Indonesia (SATRIA)-1 sudah meluncur untuk menempati orbit 146 derajat BT tepat di atas Pulau Papua.

Pelaksana Tugas Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Arief Tri Hardiyanto, menyatakan SATRIA-1 tidak akan bisa langsung melayani kebutuhan internet setelah peluncuran.

Menurutnya ada beberapa tahapan lagi sebelum bisa beroperasi sepenuhnya pada akhir tahun 2023. "Masyarakat (harus) memahami betul bahwa SATRIA tidak serta merta dapat melayani kebutuhan internet dalam satu dua hari ini. Masih ada beberapa tahap persiapan dan penyetelan yang harus dilalui agar SATRIA-1 dapat sepenuhnya beroperasi," ungkapnya usai Peluncuran SATRIA-1 di Kennedy Space Center, Florida, Amerika Serikat, Minggu (18/06/2023) waktu setempat, demikian dikutip laman Kominfo.

Menurut Plt Dirut BAKTI Kementerian Kominfo, Thales Alania, Space akan memantau SATRIA-1 sampai menempati orbit. Setelah itu, monitoring satelit akan dilakukan dari stasiun bumi yang ada di Indonesia. "Yang pasti TAS akan memastikan semua komponen satelit saat di orbit sudah berfungsi dengan baik. Dan kami di bawah akan menyiapkan IP Hub atau ground segment-nya," tandas Arief Tri Hardiyanto.

SATRIA-1 akan efektif beroperasi pada akhir Desember 2023 atau awal Januari 2024. Hal itu disebabkan ada perangkat stasiun bumi dan very-small-aperture terminal (VSAT) yang perlu disiapkan agar bisa menerima dan menyalurkan akses internet dari SATRIA-1.

"Secara keseluruhan kita juga harus menyiapkan ground segment antara lain IP Hub di 11 gateway station dan setiap segmen titik layanan publik harus ada VSAT-nya," ujar Plt Dirut BAKTI Kementerian Kominfo.

Selain itu, Kementerian Kominfo juga akan melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga untuk menetapkan titik layanan publik yang membutuhkan akses internet prioritas. "Ada koordinasi untuk penggunaannya, dan kami akan difasilitasi Kementerian Koordinator Polhukam, untuk pemanfaatan di sektor pendidikan, kesehatan dan keamanan," jelasnya Arief Tri Hardiyanto.

Plt Dirut BAKTI Kementerian Kominfo menyatakan ada kemungkinan Pemerintah akan menyediakan satelit akses internet cepat berikutnya. Hal itu dilakukan setelah kapasitas penggunaan akses internet diketahui setelah SATRIA-1 beroperasi.

"Ini skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha, Pemerintah tidak dibebani dengan seluruh biaya penyelenggaraan. Mudah-mudahan akan ada satelit berikutnya," ungkapnya.

Komisaris Utama PT PSN Sofyan Djalil menyatakan sistem kontrak pemakaian selama 15 tahun dengan skema KPBU akan menguntungkan pemerintah. "Seluruh investasi dilakukan PSN, dan lewat KPBU pengadaan barang dan jasa pemeritah jauh lebih unggul, hanya membayar kapasitas yang digunakan," tuturnya.

Duta Besar Republik untuk Amerika Serikat Rosan Roeslani menyatakan saat peluncuran, cukup banyak warga Indonesia di Florida ikut menyaksikan. "WNI yang melihat langsung sangat ramai," ujarnya.

Dubes Rosan Roeslani mengharapkan SATRIA-1 akan dapat memenuhi kebutuhan akses interet cepat di daerah remote area. "Ini akan menambah kesejahteraan mereka dan penciptaan lapangan kerja ke depannya," ungkapnya.

SATRIA-1 merupakan satelit multifungsi milik pemerintah Republik Indonesia berteknologi Very High Throughput Satellite (VHTS) yang diharapkan dapat menyalurkan internet dengan kapasitas setara dengan 150Gbps.

SATRIA-1 menjadi yang terbesar di Asia dan nomor lima di dunia dari sisi kapasitas, untuk kelas di atas 100Gbps. Kapasitas yang besar ini diperuntukkan untuk mengatasi kesenjangan digital di wilayah-wilayah pelosok terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) yang tidak dapat terjangkau dengan jaringan telekomunikasi teresterial seperti base transceiver station (BTS), microwave link dan kabel serat optik.

Editor: Gokli