Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kejari Batam Bebaskan Satu Tersangka Penadah Motor Curian Melalui Restorative Justice
Oleh : Paskalis RH
Selasa | 27-06-2023 | 10:08 WIB
restorative_penadah-motor-020213.jpg Honda-Batam
Kajari Batam, Herlina Setyorini saat Menyerahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) ke Tersangka Sunardi bin Gito Miharjo, Selasa (27/6/2023). (Foto: Paschall RH).

BATAMTODAY.COM, Batam - Sunardi bin Gito Miharjo, tersangka penadah motor curian, akhirnya bisa bernapas lega setelah kasus yang menyeretnya dihentikan penuntutannya oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam melalui program restorative justice (RJ) atau pengehentian perkara di luar persidangan.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batam Herlina Setyorini menjelaskan, langkah yang ditempuh Kejari Batam untuk menghentikan penuntutan terhadap tersangka didasari sejumlah persyaratan yang telah dipenuhi oleh masing-masing pihak (tersangka dan korban).

"Seluruh proses atau tahapan restorative justice itu berhasil setelah tersangka dan korban menyetujui upaya perdamaian yang ditawarkan Penuntut Umum selaku fasilitator. Kedua pihak kemudian sepakat untuk berdamai tanpa syarat," kata Herlina, Selasa (27/6/2023).

Herlina menuturkan, pihak yang ingin mengajukan restorative justice wajib memenuhi 4 persyaratan yang telah ditetapkan. Dari ke-4 persyaratan itu, yang paling penting adalah tersangka harus mendapatkan maaf terlebih dahulu dari pihak korban.

"Syarat pertama yang wajib dipenuhi oleh pemohon RJ adalah permohonan maaf yang diajukan tersangka harus disetujui oleh pihak korban sehingga upaya perdamaian dapat berjalan dengan lancar," ungkapnya.

Langkah ini, kata Herlina, telah memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restorative. Di mana, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kemudian, ancaman hukumannya tidak melebihi 5 tahun dan kerugian yang ditimbulkan dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2,5 juta.

"Permohonan RJ itu bisa saja ditolak apabila pihak korban belum memberikan maaf ke tersangka. Jadi yang paling penting adalah tersangka harus mendapatkan maaf terlebih dahulu dari Korban sebelum menajukan permohonan RJ," tegas Herlina.

Program restorative justice yang ditempuh, kata Herlina lagi, secara otomatis menutup perkara yang menjerat tersangka. Sehingga tidak ada lagi persidangan ke depannya.

Herlina pun berharap, dengan adanya Restorative justice tidak hanya menghentikan perkara semata, tetapi juga menggerakan para tersangka, korban dan masyarakat untuk berperan dalam menciptakan harmoni di masyarakat, dan membuat suasana sama seperti sebelum terjadinya tindak pidana.

"Inti dari Restorative Justice adalah mengembalikan suasana atau situasi dalam keadaan semula sebelum terjadinya tindak pidana. Upaya perdamaian yang dilakukan Kejaksaan melalui Restoratif Justice, tentunya mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dan hati nurani serta tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun," pungkasnya.

Sementara Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Batam, Amanda, mengatakan penghentian penuntutan yang ditempuh oleh Kejari Batam adalah menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.

"Program Restorative Justice yang telah kami jalankan adalah untuk memberikan rasa adil kepada masyarakat. Terkait ada isu program RJ di komersilkan, itu merupakan pernyataan yang tidak benar dan berdasar. Kepada penerima RJ, sampaikan kepada masyarakat bahwa pengehentian penuntutan terhadap perkara adalah murni penegakan hukum tanpa ada embel-embel lain," ujar Amanda.

Di tempat yang sama, tersangka Sunardi bin Gito Miharjo mengaku sangat bahagia dan berterima kasih kepada Jaksa Penuntut Umum, karena telah menghentikan proses penuntutan terhadap kasus yang menjeratnya.

Tersangka Sunardi bin Gito Miharjo tak dapat menyembunyikan rasa bahagianya tatkala Kajari Batam, Herlina Setyorini menyerahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Keadilan Restorative.

"Saya sangat menyesali perbuatan itu. Mudah-mudahan dengan adanya restorative justice yang saya peroleh, dapat merekatkan kembali hubungan keluarga yang sempat renggang akibat kasus ini," kata Sunardi saat Kasipidum Kejari Batam Amanda melepaskan borgol dan baju tahanan yang dikenakannya.

Untuk diketahui, kasus yang menjerat tersangka Sunardi berawal ketika dirinya membeli satu unit sepeda motor merk Yamaha Force seharga Rp 300 ribu dari tersangka Supandi (berkas terpisah).

Setelah membeli motor tersebut, tiba-tiba datang aparat kepolisian untuk melakukan penangkapan terhadap dirinya lantaran motor yang baru dibeli merupakan hasil curian. Ia pun dijerat dengan pasal 480 ayat (1) KUHPidana.

Akibat perbuatannya, korban Daniel Sitanggang (Pemilik Motor) mengalami kerugian hingga Rp 4 juta.

Editor: Gokli