Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

RUU Pilkada Perlu Atur Penyelesaian Masa Jabatan Kepala Daerah
Oleh : si
Jum'at | 31-08-2012 | 14:34 WIB
syahganda_nainggolan.jpg Honda-Batam

Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan

JAKARTA, batamtoday - Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang kini dibahas di DPR diharapkan menekankan kewajiban pasangan kepala daerah di semua tingkatan untuk menyelesaikan periodisasi masa bakti jabatannya.



"Hal itu selain dapat membangun pembelajaran politik yang bermoral di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, juga mengembangkan proses dinamika demokrasi secara sehat sekaligus bertanggung jawab,' kata Syahganda Nainggolan,  Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC) dalam rilisnya, Jumat (31/8/2012).

Ia beralasan, dengan mengupayakan prinsip dan etika demokrasi seperti itu, setiap kepala daerah terpilih, baik bupati dan wakilnya, wali kota/wakil wali kota maupun gubernur dengan wakilnya, tidak berhak meninggalkan amanah kepemimpinan yang dipercayakan di tengah jalan, guna meraih peluang jabatan setingkat di tempat lain atau ke jenjang pemilihan lebih tinggi.

"Ini bukan membicarakan benar dan tidak terhadap kaidah demokrasi, termasuk keinginan memasung hak demokrasi warga negara dalam azas berpolitik. Sebaliknya, harus dilihat dalam kepentingan luas terkait efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, maupun pelaksanaan mandat kepemimpinan politik yang benar serta wajib diselesaikan di depan publik," jelas Syahganda.

Menurutnya, kepala daerah yang tidak berorientasi pada penuntasan masa kepemimpinan akan menjadikannya cacat secara moral, apalagi masyarakat pemilih, sebenarnya menghendaki jabatan kepemimpinan di daerah terselesaikan hingga penuh.

"Jadi, undang-undang memang harus mengatur jabatan kepala daerah bersifat optimasi alias penuh, agar setiap kepala daerah tidak terperangkap ke arah petualang politik, yang sekedar ingin mewujudkan jabatan publik dalam karier hidupnya," ujarnya.

Dikatakan, kepala daerah berprestasi dan dapat memenuhi amanahnya dengan sempurna, pada akhirnya tentu menciptakan harapan publik yang lebih tinggi lagi, agar keberhasilannya bisa melanjutkan ke ajang pemilihan berikut atau bahkan ke tingkat nasional.

Ditambahkan, materi UU No 32/2004 yang hanya mengatur cuti kepala daerah bila ikut dalam Pemilu Kada di agenda lain jelas tidak mendidik moralitas politik yang patut dicontoh, kecuali menggambarkan ambisi politik para petualang anak bangsa untuk berkuasa.

"Jika pasal atau materi cuti itu pun diganti dengan keharusan kepala daerah mundur di RUU Pemilu Kada ini, hal itu tidak menyelesaikan sisi moralitas yang ideal bagi wujud demokrasi kita. Karena tetap saja, itu memberi pintu kepada perjuangan mewujudkan hasrat jabatan semata-mata.