Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bisa Jadi Pelajaran Berharga Bagi Pejabat Negara

PTUN Jakarta Menangkan Fadel Muhammad Melawan LaNyalla Mattaliti
Oleh : Irawan
Rabu | 10-05-2023 | 16:20 WIB
fadel_lawan_nyalla_b.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad menggelar konferensi pers mengenai putusan PTUN Jakarta terkait sengketa Pimpinan MPR dari unsur DPD RI (Foto: BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan memenangkan Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad melawan Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti dalam sengketa jabatan Pimpinan MPR dari unsur DPD RI.

Putusan tersebut, tertuang dalam salinan putusan PTUN Nomor 398/05/2022/PTUN.JKT tertanggal 3 Mei 2023 yang ditandatangani panitera Muhammad SH, PTUN Jakarta yang menolak pergantian Fadel Muhammad yang diusulkan LaNyalla, digantikan oleh Tamsil Linrung.

Menanggapi putusan ini, Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad menilai putusan PTUN Jakarta merupakan pelajaran berharga bagi pejabat negara agar tak memanfaatkan jabatannya untuk mendzalimi sesama koleganya.

Karena itu, PTUN Jakarta meminta Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti untuk membatalkan keputusannya mengganti Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur para senator Nusantara tersebut.

"Putusan PTUN itu sebagai hadiah Lebaran buat dirinya setelah berjuang sampai ke tingkat pengadilan sejak dirinya dinyatakan dipecat, " ujar Fadel Muhammad didampingi pengacara Elza Syarief dan rekan dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (10/5/2023).

Fadel berpendapat keputusan LaNyalla merupakan salah salah satu kekonyolan pimpinan DPD RI yakni ketika keputusan pemecatan dirinya sebagai pimpinan MPR dipaksakan melalui mekanisme sidang paripurna yang tidak diagendakan sebelumnya.

Selaku Ketua DPD, LaNyalla memaksa Pimpinan DPD dan beberapa Anggota DPD RI mengagendakan Sidang Paripurna DPD RI dengan tujuan untuk memecat dirinya pada bulan Agustus 2022.

Selain itu kata Fadel, sidang itu juga dilanjutkan dengan mekanisme mosi tidak percaya yang tidak dikenal sama sekali dalam tata aturan perundang-undangan, tata tertib maupun sistem parlemen Indonesia.

"Ini kekonyolan yang tidak boleh terjadi lagi dan harus menjadi pelajaran (lesson learned). Sidang paripurna diagendakan sendiri. Kemudian mosi tidak percaya dijadikan alasan. Mereka penandatangan mosi tak percaya merasa ditipu sehingga beberapa di antaranya mencabut kembali tanda tangan itu," ujar Fadel.

Sedangkan pengacara Fadel Muhammad, Elza Syarief mengatakan, putusan PTUN Jakarta tersebut bisa menjadi momentum untuk penegakan hukum, dan meluruskan sesuatu yang tidak benar.

"Adanya putusan PTUN itu, bukan soal memenangkan klien saya Prof. Fadel Muhammad tetapi adanya penegakan hukum yang baik, meluruskan sesuatu yang tidak benar," ujar Elza Syarief.

Kuasa hukum Fadel Muhammad lainnya, Amin Fahrudin menambahkan, ada tiga perspektif dari putusan PTUN Jakarta. Pertama dari sisi tata negara, kedua dari sisi proses politik dan yang ketiga dari sisi hukum administrasi.

"Pertama sudah jelas bahwa dalam konstitusi dinyatakan, bahwa kita menganut sistem pemerintahan presidensial, bukan parlementer. Sehingga instrumen mosi tidak percaya itu adalah langkah yang menurut majlis hakim adalah cacat prosedur dan atau cacat Hukum," kata Amin.

Sedangkan berdasarka Peraturan Tatib DPD RI pasal 20, dinyatakan bahwa, Anggota DPD ketika hendak dikenai saksi, maka dia harus dibawa ke Badan Kehormatan, diperiksa, diadili.

"Di situ juga dia harus diberikan ruang pembelaan, baru kemudian divonis. Vonis itu, kemudian dibawa ke sidang paripurna, rekomendasinya dijadikan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi terhadap klien kami dalam jabatan wakil Ketua MPR dari unsur DPD. Tetapi, dalam fakta persidangan itu tidak ada, sehingga melangkai apa yang telah diatur dalam Tatib DPD RI," katanya.

Sementara terkait terkait dengan kolektif Pimpinan DPD RI, kata Amin Fahrudin, surat pemecatan dirinya hanya ditandatangani LaNyalla dan Wakil Ketua Mahyudin, seharusnya diteken empat Pimpinan DPD RI, satu ketua dan tiga wakil ketua.

"Di dalam surat itu ada dua pimpinan yang melakukan penarikan diri terhadap tanda tangan yang telah dibubuhkan. Ini maknanya, bahwa prinsip kolektif kolegial ini tidak terpenuhi di dalam surat DPD kepada MPR dan otomatis dinyatakan batal di dalam persidangan PTUN," tegasnya.

Fadel Muhammad menegaskan, Pimpinan MPR akan menggelar Rapat Pimpinan pada Kamis (11/5/2023) untuk menanggapi putusan PTUN Jakarta tersebut.

"Hasil Rapim MPR akan disampaikan ke Pimpinan DPD RI tentang hasil putusan PTUN Jakarta. Keputusan seperti sudah saya duga sebelumnya, ini merupakan kado lebaran buat saya," tegas Fadel Muhammad.

Editor: Surya