Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Penegakan Hukum terhadap Pelaku Korupsi Harus Pertimbangkan Aspek Pengembalian Kerugian Keuangan Negara
Oleh : Irawan
Rabu | 05-04-2023 | 15:12 WIB
diskusi4_pilar_b.jpg Honda-Batam
Diskusi empar pilar dengan tema "Polemik 349 T, Peran Legislator Ungkap Keadilan Sosial Demi Selamatkan Pajak Negara" di Jakarta, Rabu (5/4/2023)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani mengatakan, sudah waktunya penegakan hukum terhadap pelaku korupsi, mempertimbangkan aspek pengembalian kerugian keuangan negara atas praktek kejahatan tersebut. Bukan semata fokus memenjarakan terpidana karupsi, seperti yang selama ini dilaksanakan.

Jadi, penegakan hukum terhadap pelaku korusi harus berjalan beriringan, antara memenjarakan pelaku tindak pidana korupsi dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat praktek korupsi.

Untuk itu, menurut Arsul perlu ada revisi terhadap UU Tipikor, agar undang-undang tersebut lebih sesuai dengan Konvens PBB tentang Anti Korupsi (Unitred Nation Corruption-UNCAC) tahun 2003. Apalagi Indonesia juga sudah meratifikasi konvensi tersebut, sehingga UU Tipikor yang sekarang berlaku perlu disesuaikan dengan UNCAC.

"Proses penindakan hukum terhadap pelaku tindak korupsi harus berjalan beriringan antara upaya pemenjaraan dan pengembalian kerugian keuangan negara, bukan hanya salah satu saja," kata Arsul menambahkan.

Pernyataan itu disampaikan Arsul Sani, saat menjadi naras umber pada diskusi Empat Pilar, Kerjasama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) dengan Biro Hubungan Masyarakat dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal MPR RI.

Acara tersebut berlangsung di Media Center MPR/DPR, Rabu (5/4/2023). Tema yang di bahas dalam diskusi tersebut adalah "Polemik 349 T, Peran Legislator Ungkap Keadilan Sosial Demi Selamatkan Pajak Negara".

Sila kelima Pancasila keadilan sosial menurut Arsul harus diartikulasikan, keseluruh aspek kehidupan. Salah satunya dengan tax rasio.

Tidak sekedar puas dengan pencapaian target yang sudah ditetapkan. Karena ternyata target yang ditetapkan masih terlalu kecil.

"Salah satu bentuk artikulasi sila keadilan adalah transparansi yang semakin jelas terhadap mekanisme penganggaran, tidak ditutupi atau malah dikaburkan," kata Arsul lagi.

Sementara Anggota MPR yang juga anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad merasa kecewa dengan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Apa yang disampaikan Menteri Keuangan dalam rapat-rapat dengan DPR RI tidak sesuai dengan apa yang disampaikan selama ini.

"Kita merasa apa yang disampaikan oleh Menteri Keuangan selama ini di Komisi XI sangat nice dan menggembirakan terhadap capaian reformasi birokrasi. Tetapi kenyataannya ada RAT-RAT (Rafael Alun Trisambodo -red) baru dan berapa banyak lagi yang tidak terungkap dan akan terungkap di kemudian hari," kata Kamrussamad.

Dengan terungkapkan kasus transaksi janggal tersebut, kata politisi Gerindra itu, menunjukkan reformasi birokrasi yang dijalankan ada masalah di Kemenkeu.

"Boleh dikatakan ada kegagalan yang harus sungguh-sungguh dievaluasi dalam reformasi birokrasi di jajaran Kementerian Keuangan. Ini harus dilakukan untuk kepentingan negara. Berapa banyak kebocoran penerima potensi penerimaan negara karena negosiasinya belum menjadi penerimaan negara," kata Kamrussamad.

Potensi-potensi korupsinya adalah sudah terungkap juga ke publik bahwa ternyata oknum-oknum pegawai pajak ini menjadi konsultan atau pemilik pemegang saham di perusahaan konsultan pajak sehingga ketika ada masalah WP dengan KPP dengan petugas pajak di referensi supaya mengganti konsultannya dan memakai konsultan.

Publik sudah mulai tahu motif itu kemudian setoran tunai publik juga sudah tahu ternyata ada brankas yang berisi Rp30 miliar lebih tunai. Jadi potensi korupsi dan hasil korupsinya ya kalau boleh dikatakan korupsi dana negara sebelum walaupun belum menjadi penerimaan negara.

"Nah itulah saya baru tahu, apakah ini ini dalam hati saya, apakah ini begitu sulit kita sudah menaikkan target pajak, tax rasio setiap tahun," katanya.

Editor: Surya