Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menyingkap Tabir Penyelundupan PMI Ilegal di Pelabuhan Internasional Batam Center
Oleh : Paskalis Rianghepat
Selasa | 20-12-2022 | 18:40 WIB
kapal-pengangkut-PMI1.jpg Honda-Batam
Pelabuhan Internasional Batam Center. (Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Batam - Slogan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang digaungkan pemerintah Indonesia seakan hanya menjadi isapan jempol belaka alias hanya retorika.

Pasalnya, kasus penyelundupan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) secara ilegal (Tanpa Dokumen Resmi) melalui Kota Batam semakin marak terjadi dari waktu ke waktu.

Tak ayal, nyawa ribuan CPMI yang diselundupkan ke negara tetangga (Malaysia dan Singapura) pun melayang di tengah lautan, lantaran perahu atau kapal yang digunakan sebagai transportasi penyeberangan ke kedua negara berulang kali mengalami kecelakaan (tenggelam) diterjang ombak.

Dari semua peristiwa itu, aparat penegak hukum pun berulang kali melakukan pencegahan dan penindakan terhadap orang-orang yang terlibat dalam kasus penyelundupan PMI tersebut. Bahkan, kasus-kasus itu telah masuk ke ranah Pengadilan. Para pemain atau penyuplai CPMI pun tak tanggung-tanggung dijatuhi hukuman penjara yang cukup lama (rata-rata 4 hingga 8 tahun penjara) serta denda hingga ratusan juta rupiah.

Hanya saja, aktivitas ilegal ini seakan kian marak dan susah dihentikan. Mirisnya lagi, praktik penyelundupan CPMI ke luar negeri oleh para mafia ini pun tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi (melalui pelabuhan tikus), namun sudah terang-terangan melalui pelabuhan resmi.

Praktik penyelundupan CPMI ke luar negeri oleh para mafia melalui pelabuhan resmi itu diungkapkan Rohaniwan Katolik dan juga Ketua Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau, (KKPPMP) Kepri, Chrisanctus Paschalis Saturnus saat melakukan investigasi terkait maraknya penyelundupan PMI tersebut.

"Dari investigasi yang saya lakukan, hasilnya sungguh mencengangkan dan membuat miris. Di mana para Calon PMI itu diberangkatkan tanpa dilengkapi dokumen yang sah untuk bekerja ke negeri jiran. Mereka hanya menggunakan visa pelancong," cerita Romo Paschall, sapaan akrab Ketua Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP) Kepri, Chrisanctus Paschalis Saturnus kepada BATAMTODAY.COM, Selasa (20/12/2022).

Dalam investigasinya, Romo Paschall menemukan bahwa setiap hari ratusan PMI itu diberangkatkan menuju Malaysia dan Singapura menggunakan visa pelancong melalui sejumlah pelabuhan resmi di Kota Batam. Salah satunya, Pelabuhan Ferry Internasional Batam Center.

Investigasi itu, kata Romo Paschall, dilakukan pada tanggal 6 Desember 2022 lalu. Dengan menumpangi kapal MV Allya Express 3, dirinya berangkat dari Pelabuhan Internasional Batam Center dengan tujuan Tanjung Pengelih, Malaysia. Di mana, jalur tersebut merupakan jalur khusus yang digunakan para PMI ilegal.

"Saat berada di dalam kapal itu, ada beberapa fakta menarik yang berhasil saya dapatkan. Yakni, dari sekian banyak penumpang, terdapat 140 orang CPMI yang diberangkatkan ke negeri jiran (Malaysia) tanpa melalui prosedur resmi atau tanpa dokumen yang sah dari instansi terkait," terang Romo Paschall.

Berdasarkan fakta tersebut, Romo Paschall kemudian melakukan penelusuran terkait siapa di balik 140 CPMI yang berhasil lolos hingga bisa diberangkatkan ke Malaysia tanpa memiliki atau mengantongi dokumen resmi.

Dari penelusuran itu, kata dia, diketahui bahwa ratusan PMI tersebut dikendalikan oleh empat orang mafia penyelundup PMI Ilegal di Pelabuhan Batam Center.

"Yang mengatur dan meloloskan 140 CPMI non Prosedural ke Malaysia adalah para pemain lama di Pelabuhan Batam Center. Keempat orang itu berinisial OD, BCK, SY dan RS. Hal itu saya ketahui dari bukti tiket yang telah ditandai dan daftar manifest," tegas Romo Paschall.

Berdasarkan bukti tiket dan daftar manifest kapal, lanjut Romo Paschall, sebanyak 50 orang CPMI non prosedural diberangkatkan oleh seseorang berinisial OD. Sebanyak 68 orang diberangkatkan BCK dan 12 orang diberangkatkan SY serta 10 orang lainnya diberangkatkan RS.

"Kode atau inisial orang itu semuanya ada didaftar manifest. Kemudian pada tiket juga diberikan kode berupa tanda yang dituliskan menggunakan pena (pulpen)," tambahnya.

Romo Paschall menuturkan, selain menemukan fakta saat masih berada di atas kapal, dirinya juga menemukan fakta-fakta lain saat tiba di Tanjung Pengelih, Malaysia. Di mana saat turun dari kapal, Romo Paschall melihat pekerja kapal (ABK) mendata seluruh CPMI sebelum masuk ke dalam bus yang telah disediakan di Malaysia.

Bahkan, kata dia, pemeriksaan di Imigrasi pun juga terlihat longgar. Untuk CPMI yang berangkat menggunakan agen tampak dipermudah. Sedangkan CPMI yang berangkat melaui jalur mandiri akan ditolak masuk ke Malaysia.

"Setelah didata dan dimasukan ke dalam bus, para CPMI itu kemudian diberangkatkan lagi ke Kuala Lumpur untuk dipekerjakan. Tanjung Pengelih itu jalur khusus. Tak mungkin pelancong mendatangi lokasi yang jauh dari pusat kota, sedangkan para PMI ini berangkat hanya menggunakan paspor dan visa pelancong, tapi dipermudah," timpalnya.

Untuk diketahui, investigasi yang dilakukan Romo Paschall merupakan buntut dari maraknya kasus kecelakaan kapal yang menewaskan ratusan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) non prosedural secara ilegal di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), khususnya Kota Batam.

"Maraknya kasus kecelakaan kapal (tenggelam), akibat dari tumpulnya penindakan terhadap para pelaku penyelundupan pekerja migran Indonesia (PMI) atau perdagangan manusia (Human Trafficking) keluar negeri serta buruknya regulasi atau aturan dari Pemerintah," kata Romo Paschall.

Menurut dia, peristiwa tenggelamnya kapal pengangkut PMI yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, bukan kali pertama terjadi. Peristiwa maut yang merenggut nyawa TKI sudah kerap terjadi. Namun, langkah dan upaya signifikan dari pemerintah untuk menghentikan kasus ini dinilai belum maksimal bahkan terkesan tidak ada.

Romo Paschal pun berharap agar negara harus peka. ada apa sebenarnya sehingga orang atau masyarakat harus lewat belakang dan menjadi korban ketika hendak mengais rezeki di luar negeri.

"Begitu banyak kasus perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia. Namun, Pemerintah seakan-akan menutup mata,' ujarnya.

Dia menambahkan, Kota Batam yang merupakan jalur keluar masuk para pekerja migran, hampir selalu ada kasus yang berkaitan dengan perdagangan manusia. Bahkan, selalu ada pekerja migran yang menjadi korban penyikasan hingga meninggal dunia.

Untuk itu, kata dia lagi, Pemerintah seharusnya membuat sebuah aturan yang benar-benar bisa di pedomani demi memotong jalur-jalur nonprosedural untuk pemberangkatan calon PMI yang hendak bekerja ke luar negeri.

Romo Paschall pun menyarankan agar pemerintah dan berbagai stakeholder terkait termasuk aparat yang ada di lapangan harus duduk bersama memikirkan upaya pembenahan serius sehingga kejadian yang mengakibatkan jatuhnnya korban tidak terjadi lagi.

Penyelundupan orang secara ilegal, sambungnya, merupakan tindak kriminal yang luar biasa sehingga harus di perangi bersama-sama. Maraknya perdagangan orang ini tak lepas dari birokrasi yang ruwet. Tidak hanya itu, ketidak seriusan pemerintah menangani masalah ini juga menjadi peluang bagi mafia mengembangkan jaringannya.

"Sampai saat ini belum ada Formula hukum yang tepat untuk memerangi mafia ini, meskipun sudah ada gugus tugas, undang-undang, tapi kasus tetap ada dan banyak," timpalnya.

Romo Paschall meminta, pemerintah lebih serius menangani kasus perdagangan orang, terutama pemerintah pusat. Banyak masalah di balik kasus itu yang harus diselesaikan, seperti kemiskinan, pendidikan rendah, patriarki, gender, penegakan hukum, pemerintah dan lainnya.

"Saya tegaskan lagi, sejauh ini pemerintah tidak pernah serius menangani para pekerja migran. Peran pemerintah dalam hal ini harus aktif dan masif di tengah masyarakat hingga tidak ada celah untuk mafia-mafia ini bermain sehingga tidak ada lagi anak-anak bangsa yang mati terbuang di laut demi sesuap nasi," pungkasnya.

Editor: Yudha