Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Surat Ketua DPR Dibalas

Parlemen Myanmar Nyatakan Kekerasan Terhadap Etnis Rohingya Merupakan Insiden
Oleh : si
Selasa | 07-08-2012 | 07:46 WIB
Marzuki_Alie.jpg Honda-Batam

Ketua DPR Marzuki Alie

JAKARTA, batamtoday - Surat Ketua DPR RI Marzuki Alie kepada Ketua Parlemen Myanmar yang mempertanyakan kasus kekerasan berdarah dan pengusiran etnis Rohingya akhirnya berbalas.


Hal ini terungkap dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (6/8/2012).

“Respon mereka terhadap surat kita cukup baik, dalam surat balasannya Ketua Parlemen Myanmar menjelaskan kasus etnis Rohingya bukan kebijakan resmi negara mereka. Jadi itu karena insiden,” papar Marzuki.

Dalam surat itu Ketua Parlemen Myanmar menjelaskan kasus kekerasan berdarah bermula adanya kasus perkosaan, perampokan dan pembunuhan terhadap seorang ibu muda penduduk daerah setempat yang dilakukan 4 pemuda etnis muslim Rohingya.

Kasus ini menimbulkan kemarahan sehingga memicu konflik. Terjadi pembakaran mesjid dan dibalas pembakaran kuil umat Budha. 

“Ketua Parlemen Myanmar juga mengaku tidak ada diskriminasi, apalagi pemusnahan etnis atau genosida. Nah kenapa berita di media berbeda tentu perlu diklarifikasi. Kita sebaiknya menyerahkan hal ini kepada badan independen yang dibentuk PBB,” lanjutnya.

Politisi Partai Demokrat ini menambahkan sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim kita tentu prihatin tehadap apa yang  menimpa etnis muslim Rohingya. Tetapi tidak mungkin kita mengirim relawan dan mencampuri konflik internal negara lain. Perjuangan yang paling tepat saat ini adalah melalui forum internasional.

Marzuki yang saat ini masih menjabat sebagai Presiden Organisasi Parlemen anggota OKI (PUIC) telah meminta Sekjen PUIC berkirim surat kepada 51 negara anggota. Organisasi ini menurutnya dapat bersikap sesuai resolusi nomor 111 yang telah disepakati pada Sidang Umum di Palembang beberapa waktu lalu.

DPR melalui Komisi I yang membidangi urusan luar negeri diharapkan dapat merespon masalah ini setelah masa reses selesai.

 “Itu kewajiban kita sebagai negara demokrasi yang menghargai hak azasi manusia. Sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim kita juga wajib mempromosikan hidup yang mengedepankan perdamaian,” demikian Marzuki.