Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Aparat Hukum Bisa Gunakan UU TPKS Jerat Pelaku Pelecehan Seksual Tanpa Harus Tunggu Peraturan Turunan
Oleh : Irawan
Selasa | 26-07-2022 | 17:40 WIB
willy_aditya_b.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sudah bisa digunakan oleh aparat penegak hukum.

Menurutnya, sejak UU TPKS disahkan, baik delik dan hukum acara pidananya, sudah bisa langsung dieksekusi tanpa peraturan turunan.

"Ketika undang-undang itu disahkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, baik delik dan hukum acara pidananya sudah bisa langsung dieksekusi tanpa peraturan turunan. Baik Peraturan Pemerintah atau pun Perpresnya, UU TPKS sudah bisa digunakan," tutur Willy saat diskusi Forum Legislasi, di Media Center, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/7/2022).

Lebih lanjut ia mengungkapkan, UU TPKS memiliki kelebihan dalam segi hukum acara. Sebab, hukum acara UU TPKS dapat digunakan oleh undang-undang sejenis, seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

"Hukum acaranya bisa digunakan oleh undang-undang sejenis, UU Penghapusan Kekerasan pada Rumah Tangga, UU Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana Perdagangan Orang itu sudah bisa menggunakan hukum acara UU TPKS," terang Willy.

Namun, dirinya menyadari bahwa lahirnya UU TPKS tak serta-merta menghadirkan kesadaran masyarakat terkait kekerasan seksual.

Pasalnya, ada masalah bersifat sosiologis yang membuat kasus kekerasan seksual masih saja sering terjadi.

"Jadi teman-teman semua, satu bagaimana membangun literasi sebagai basis di tengah masyarakat, di atas payung hukumnya sudah ada," tambah politikus Partai Nasdem itu.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina juga mengungkapkan, banyak tugas yang harus terus dijalankan setelah UU TPKS ini disahkan.

"Tetapi yang sangat membuat saya miris, setelah ini menjadi undang-undang apa yang kita lakukan dengan undang-undang tadi, dari lembaga yang namanya DPR RI. Bahwa ini sudah menjadi undang-undang euforianya kita seolah-olah tugas Baleg selesai, DPR selesai ini gitu kan. Setelah itu, tugas kita pengawasan, ternyata bukan itu saja, tugas kita selain fungsi pengawasan, ada fungsi lain, fungsi budgeting salah satunya," tuturnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, fungsi anggaran tersebut ditujukan kepada masing-masing mitra.

"Menyangkut dengan TPKS Ini kan ada kementerian sosial dan kementerian PPPA, kemudian ada kementerian Agama juga, karena menyangkut dengan urusan kerohaniannya juga. Sehingga, yang namanya undang-undang TPKS ini bisa berjalan," jelasnya.

Sehinngga kita tidak bisa menyalahkan kepada salah satu fungsi saja, fungsi edukasi kepada fungsi literasi saja.

"Tetapi ada juga fungsi-fungsi lain yang memang harus kita sinergikan antara satu lembaga dengan lembaga lainnya untuk mengawal UU TPKS ini," tandas politisi PDIP tersebut.

"Ketika undang-undang itu disahkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, baik delik dan hukum acara pidananya sudah bisa langsung dieksekusi tanpa peraturan turunan. Baik peraturan pemerintah atau pun perpresnya, UU TPKS sudah bisa digunakan," tutur Willy saat diskusi Forum Legislasi, di Media Center, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/7/2022).

Lebih lanjut ia mengungkapkan, UU TPKS memiliki kelebihan dalam segi hukum acara. Sebab, hukum acara UU TPKS dapat digunakan oleh undang-undang sejenis, seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

"Hukum acaranya bisa digunakan oleh undang-undang sejenis, UU Penghapusan Kekerasan pada Rumah Tangga, UU Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana Perdagangan Orang itu sudah bisa menggunakan hukum acara UU TPKS," terang Willy.

Namun, dirinya menyadari bahwa lahirnya UU TPKS tak serta-merta menghadirkan kesadaran masyarakat terkait kekerasan seksual.

Pasalnya, ada masalah bersifat sosiologis yang membuat kasus kekerasan seksual masih saja sering terjadi.

"Jadi teman-teman semua, satu bagaimana membangun literasi sebagai basis di tengah masyarakat, di atas payung hukumnya sudah ada," tambah politikus Partai Nasdem itu.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina juga mengungkapkan, banyak tugas yang harus terus dijalankan setelah UU TPKS ini disahkan.

"Tetapi yang sangat membuat saya miris, setelah ini menjadi undang-undang apa yang kita lakukan dengan undang-undang tadi, dari lembaga yang namanya DPR RI. Bahwa ini sudah menjadi undang-undang euforianya kita seolah-olah tugas Baleg selesai, DPR selesai ini gitu kan. Setelah itu, tugas kita pengawasan, ternyata bukan itu saja, tugas kita selain fungsi pengawasan, ada fungsi lain, fungsi budgeting salah satunya," tuturnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, fungsi anggaran tersebut ditujukan kepada masing-masing mitra.

"Menyangkut dengan TPKS Ini kan ada kementerian sosial dan kementerian PPPA, kemudian ada kementerian Agama juga, karena menyangkut dengan urusan kerohaniannya juga. Sehingga, yang namanya undang-undang TPKS ini bisa berjalan," jelasnya.

Sehinngga kita tidak bisa menyalahkan kepada salah satu fungsi saja, fungsi edukasi kepada fungsi literasi saja.

"Tetapi ada juga fungsi-fungsi lain yang memang harus kita sinergikan antara satu lembaga dengan lembaga lainnya untuk mengawal UU TPKS ini," tandas politisi PDIP tersebut.

Editor: Surya