Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Melongok Moncongloe, Kamp Auschwitz di Indonesia (Bag III)
Oleh : Redaksi/Republika
Jum'at | 27-07-2012 | 13:33 WIB

MAKASSAR, batamtoday - Perbudakan ternyata meluas. Tidak hanya di Moncongloe, hal sama juga terjadi di Pulau Buru, Maluku. Komnas HAM memprediksi perbudakan disini dialami 11.500 orang. Mereka dibawa ke Pulau Buru antara tahun 1969 - 1971.


Para tapol itu dibawa ke pedalaman dengan perahu melalui Sungai Waeapo, dan kemudian ditempatkan di barak-barak yang disebut unit. Tempat itu dibangun dekat tepi sungai. Mereka ditempatkan secara terpisah di 20 unit dengan jarak satu unit dengan unit lainnya sekitar lima kilometer.

Mereka yang dibuang di Pulau Buru disiksa dan disakiti. Jauh dari keluarga, distigmakan sebagai PKI, dan pengkhianat negara. Ribuan tahanan yang dibuang tersebut, dipaksa untuk membabat hutan menjadi lahan sawah, jembatan, dan merambah jalan.

Tahun-tahun pertama pembuangan tahanan politik kesana, Pulau Buru masih hutan lebat dan gelap. Tapol yang masuk golongan B mendapat hukuman dengan dibuang ke Pulau Buru. Golongan A, dapat dipastikan tidak hidup. Sementara golongan C, lebih ringan. Terakhir pembuangan massal tapol/napol ke Pulau Buru yang terjadi tiga kali gelombang terjadi pada tahun 1971. 

Orang-orang di Pulau Buru menyebut lokasi pembuangan para tapol/napol dengan sebutan Unit. Jumlah unit cukup banyak dan berjarak satu sama lain sekitar 4-5 kilometer. Ada juga unit pembuangan yang sampai sekarang masih disebut Mako (Markas Komando).

Unit-unit tersebut tidak berurutan. Meski ada Unit empat belum tentu ada unit tiga. Salah satu unit terletak di Savanajaya. Seluruhnya terbuat dari kayu. Tempat yang berdesain panggung tersebut kurang lebih tingginya 5-10 meter dengan lebar 10 meter dan panjang sekitar 50 meter.

"Yang paling banyak mendapat siksaan hingga tewas berasal dari tapol/napol yang berusia muda," jelas Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM, Nur Kholis seperti dikutip Republika

Selain disiksa, tahanan politik disana juga dipekerjakan paksa, seperti yang terjadi di Moncongloe.

Nur Kholis menceritakan ada seorang korban yang setelah dibebaskan dari Pulau Buru dikenakan wajib lapor setiap hari selama setahun. Korban tersebut menjadi pekerja bangunan di kantor militer selama dua bulan tanpa diberi imbalan.