Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bulan Ramadhan Musimnya Wisata Religi
Oleh : Redaksi/Dispar Kepri
Kamis | 26-07-2012 | 15:59 WIB
penyengat1.jpg Honda-Batam
Masjid peninggalan Raja Ali Haji di Pulau Penyengat, foto:Magid

BATAM, batamtoday - Bulan Ramadhan menjadi bulan yang sangat special bagi umat Islam. Di bulan ini seluruh umat Islam di dunia berbondong – bondong ke masjid untuk meningkatkan kualitas iman guna meraih pahala yang berlipat ganda. 


Pada Bulan ini juga umat Islam menjalankan ibadah puasa sebagai amalan ibadah yang langsung diberi pahalanya oleh Allha SWT. Bagi sebagian kalangan mereka memanfaatkan momen bulan ramadhan untuk melaksanakan umroh ke tanah suci. Selain ingin khusuk beribadah, juga mengunjungi tempat – tempat yang kaya akan sejarah kebangkitan Islam.

Menurut sebagian operator perjalanan wisata, bulan Ramadhan merupakan momen yang tepat untuk melakukan perjalanan wisata religius. Di Kepri sendiri sangat banyak tempat-tempat wisata religius yang memiliku nilai sejarah bahkan berkaitan erat dengan perjalanan perkembangan agama Islam di nusantara. 

Salah satu objek wisata religius yang bisa dikunjungi adalah Pulau Penyengat. Pulau ini berjarak 15 menit perjalanan dengan menggunakan pompong dari Kota Tanjungpinang. Akses utama menuju Pulau Penyengat dapat dicapai melalui Batam atau Tanjungpinang sebagai penghubungnya.

Bila kita dari Jakarta cukup naik Pesawat Jakarta-Tanjungpinang, dengan menempuh perjalanan sekitar 1 jam. Dari bandara Raja Haji Fisabilillah Tanjungpinang menuju pelabuhan sekitar 15 menit menggunakan taksi, ongkosnya hanya 50 ribu rupiah, dari pelabuhan ke Pulau Penyengat hanya 15 menit dengan menaiki kapal pompong dengan kapasitas 20 penumpang ongkosnya 5 ribu rupiah per-orang. 

Bila kita ingin mengambil jalur penerbangan Jakarta-Batam maka akan menempuh perjalanan yang sama, kemudian naik taksi bandara menuju pelabuhan Telaga Punggur dengan ongkos 70 ribu rupiah. Dari pelabuhan Telaga Punggur ke Tanjungpinang naik kapal speed boat dengan kapasitas 70 – 100 penumpang yang ongkosnya 40 ribu rupiah.

Pemerintah sendiri sudah menetapkan pulau penyengat sebagai kawasan cagar budaya nasional yang harus dijaga kelestariannya. Di Pulau ini banyak terdapat objek wisata yang sangat menarik salah satunya adalah Masjid Raya Sultan Riau atau lebih dikenal dengan masjid penyengat. 

Masjid Raya Sultan Riau adalah salah satu obyek wisata sejarah termasyhur yang berada di Pulau Penyengat, Provinsi Kepri. Masjid ini mulai dibangun ketika Pulau Penyengat dijadikan sebagai tempat tinggal Engku Puteri Raja Hamidah, permaisuri Sultan kerajaan Riau Lingga waktu itu, Sultan Mahmudsyah (1761-1812).

Pada awalnya, masjid ini hanya berupa bangunan kayu sederhana berlantai batu bata yang hanya dilengkapi dengan sebuah menara setinggi 6 meter. Namun seiring berjalannya waktu, masjid ini tidak lagi mampu menampung jumlah jamaah yang terus bertambah, sehingga Yang Dipertuan Muda Raja Abdurrahman (Sultan Kerajaan Riau Lingga 1831-1844) berinisiatif untuk memperbaiki dan memperbesar masjid tersebut. Untuk membuat sebuah masjid yang besar, Sultan Abdurrahman menyeru kepada seluruh rakyatnya untuk beramal dan bergotong-royong di jalan Allah. Peristiwa bersejarah itu terjadi pada tanggal 1 Syawal 1248 H (1832 M), atau bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri. 

Menurut kisah, masjid tersebut dibuat dengan menggunakan putih telur yang dicampur dengan pasir dan kapur sebagai perekat.

Masjid ini ramai dikunjungi wisatawan ketika hari Jumat, bulan Muharam dan Bulan Ramdhan. Selain wisatawan domestik, wisatawan muslim asal Singapura dan Malaysia juga mendominasi kunjungan ke pulau ini. Ikatan emosional muslim negeri jiran tersebut dengan Pulau Penyengat sangat kuat karena dilatar-belakangi sejarah. Cikal bakal Kerajaan Temasik yang sekarang dikenal dengan Singapura bermula dari Kepulauan Riau, begitu juga dengan Kerajaan Malaka-Malaysia.

Di pulau ini juga bersemayam pembesar–pembesar kerajaan seperti Raja Hamidah atau yang dikenal dengan Engku Putri, Raja Haji Fisabilillah yang telah diangkat sebagai pahlawan nasional, dan Raja Ali Haji pengarang gurindam 12. Karya Gurindam 12 nya menjadi cikal bakal bahasa persatuan bangsa Indonesia yaitu bahasa Indonesia.