Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Komite IV DPD RI Gelar Raker dengan Menkeu Bahas Kerangka Ekonomi Makro, Kebijakan Fiskal dan Dana Transfer dalam RUU APBN 2023
Oleh : Irawan
Rabu | 08-06-2022 | 15:24 WIB
menkeu_komite_iv_b.jpg Honda-Batam
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pada Selasa (7/6/2022), Komite IV DPD RI menggelar rapat kerja dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Kebijakan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal, serta Dana Transfer ke Daerah dalam RUU APBN Tahun Anggaran 2023.

Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komite IV DPD RI Casytha Arriwi Kathmandu dan dihadiri segenap anggota Komite IV DPD RI.

Casytha Casytha Arriwi Kathmandu mengungkapkan tujuan dari rapat kerja dengan Menteri Keuangan adalah untuk mendapatkan informasi komprehensif mengenai pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2022.

Kemudian mendapatkan informasi komprehensif mengenai Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal tahun 2023.

Selanjutnya, terkait dengan kepentingan daerah, raker kali ini ditujukkan untuk memperoleh informasi bagaimana kebijakan Pemerintah menjawab tantangan di tahun 2022 terutama alokasi TKDD yang perlu mendapat prioritas untuk menjamin kebutuhan fiskal daerah dan 2023.

"Terkait dengan tupoksi DPD, raker kali ini ditujukkan untuk memperoleh informasi mengenai arah kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tahun 2023. Bagaimana TKDD untuk mendukung capaian prioritas nasional dapat mendorong percepatan pemulihan perekonomian nasional di tahun 2023," terang Casytha.

Dalam paparannya, terkait dengan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD), Menkeu Sri Mulani mengungkapkan kebijakan TKDD diarahkan pada pemerataan layanan dan kesejahteraan.

"Kebijakan dana TKDD 2023 diarahkan pada pemerataan layanan dan kesejahteraan," papar Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan outlook penyaluran TKDD 2022 secara nominal meningkat dibandingkan APBN 2021.

"(Outlook) TKDD 2022 ditargetkan sebesar Rp804,8 triliun (4,3 persen PDB). Secara nominal lebih tinggi dibandingkan TKDD 2021 sebesar Rp785,7 triliun (4,6 persen PDB),"papar Menteri Sri Mulyani.

Sedangkan pada tahun anggaran 2023 besaran TKDD ditargetkan berada pada rentang 4-4,1 persen dari PDB.

Lebih lanjut, dikemukakan oleh Menteri Sri Mulyani arah TKDD 2023 diselaraskan dengan implementasi UU UKPD, yakni pertama pagu DAU mempertimbangkan tingkat kebutuhan pendanaan dan target pembangunan, berbasis unit cost dengan memperhitungkan standar minimal layanan pemerintahan dan karakteristik wilayah.

Kedua, DBH berbasis pendapatan t-1, ketiga DAK Fisik bersifat penugasan sejalan prioritas nasional dan fokus pada pencapaian target kinerja. Keempat dana Desa menjadi bagian dari TKD dan pengalokasiannya memperhitungkan kinerja dan sesuai prioritas nasional.

Dalam rangka optimalisasi penyaluran TKDD 2023, Sri Mulyani mengemukakan ada lima hal strategi yang akan dijalakann. Pertama meningkatkan sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah serta harmonisasi belanja pusat dan daerah.

Kedua, memperkuat kualitas pengelolaan TKD yang terarah, terukur, akuntabel dan transparan. Kemudian memperkuat penggunaan TKD untuk mendukung sektor-sektor prioritas (kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, dan infrastruktur).

Keempat, meningkatkan kemampuan perpajakan daerah (local taxing power) dengan tetap menjaga iklim investasi, kemudahan berusaha, dan kesejahteraan masyarakat.

Kelima, mendorong pemanfaatan instrumen pembiayaan untuk mengatasi keterbatasan kapasitas fiskal dan kebutuhan percepatan pembangunan melalui: a) pemanfaatan creative financing (pinjaman daerah, penerbitan Obligasi Daerah, dan/atau KPBU); b) melakukan Integrated funding (kerja sama pembangunan antardaerah, hibah daerah, sinergi belanja pusat, TKD, dan APBD); dan c) pengembangan pembiayaan berkelanjutan.

Menanggapi hal ini, Anggota DPD RI Haripinto Tanudjaja, Senator Kepulauan Riau mengkonfirmasi soal aturan kebijakan fiskal di Free Trade Zone (FTZ) Batam sat ini.

"Pada daerah FTZ di batam dan sekitarnya, beberapa komoditas konsumsi masyarakat di daerah tersebut masih diimpor. Apakah mungkin komoditas-komoditas tersebut tarifnya bisa diturunkan sehingga harga di publik bisa terjangkau?" tanya Haripinto.

Sedangkan Senator Elviana asal Jambi membawa aspirasi dari petani kelapa sawit Provinsi Jambi.

"Jangan tutup sumber pendapatan petani. Dalam hal ini, adanya kebijakan stop ekspor hulu sawit menyebabkan terpukulnya tidak hanya petani sawit, tetapi semua orang yang bergantung pada perkebunan sawit, seperti tukang semprot, sopir truk, tukang racun, dll. Dampak dari kebijakan tersebut adalah tukang sawit, sopir truk, dll terkapar. Meski Pak Jokowi pada tanggal 23 Mei lalu dikabarkan telah membuka keran ekspor, namun nyatanya sampai kini sawit tidak bisa diekspor," ungkap Elviana.

Elviana juga mempertanyakan sikap pemerintah terhadap BPDKS. "Mengapa pungutan terhadap pengusaha sawit (dana sawit) tersebut tidak digunakan untuk memberikan minyak kepada rakyat? Saran kami agar pemerintah bertindak tegas terhadap para pengusaha kelapa sawit dan membuka keran ekspor sawit kembali," jelasnya.

Editor: Surya