Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Singapura Hadapi 'Resesi Seks', Bagaimana Solusinya?
Oleh : Redaksi
Kamis | 05-05-2022 | 12:20 WIB
A-NGOPI--DI-SINGAPURA_jpg21.jpg Honda-Batam
Suasana restoran yang di Singapura. (REUTERS/EDGAR SU)

BATAMTODAY.COM, Singapura - Singapura dikabarkan tengah mengalami resesi seks karena rendahnya angka perkawinan yang berimbas pada penurunan tingkat kelahiran. Pemerintahan Singapura di bawah Perdana Menteri (PM) Lee Hsien Loong pun melakukan berbagai upaya.

Melansir South China Morning Post, Kamis (5/5/2022), pemerintah Singapura berencana mengizinkan para wanita lajang untuk membekukan sel telurnya mulai tahun depan.

"Kami menyadari bahwa beberapa wanita ingin mempertahankan kesuburan karena keadaan pribadi mereka," ujar Kantor PM Lee Hsien Loong.

"Misalnya, mereka yang tidak dapat menemukan pasangan saat mereka masih muda, tetapi ingin memiliki kesempatan untuk hamil jika mereka menikah nanti."

Langkah ini merupakan kejutan bagi wanita lajang Singapura. Selama ini, hal tersebut telah dilakukan sejumlah negara tetangga termasuk Malaysia,Thailand dan Indonesia.

Lalu, mengapa fenomena ini terjadi?

Ini tak lain adalah akibat penurunan angka kelahiran di negara itu. Setidaknya, dari rangkuman CNBC Indonesia, ada beberapa hal yang menyebabkan ini.

Singapura mencatat rendahnya pernikahan. Mengutip Channel News Asia (CNA), berdasarkan data yang dirilis pada 2021, hanya ada 19.430 pernikahan yang terjadi pada tahun 2020.

Jumlah ini menurun sebesar 12,3% dari 22.165 pernikahan pada tahun sebelumnya. Ini merupakan angka terendah sejak tahun 1986, yakni 19.348 pernikahan.

Bukan hanya itu, Covid-19 juga jadi sebab lain. Banyak warga juga menunda pernikahan karena pandemi.

Selain itu, kurang bersemangatnya para wanita melakukan hubungan seks menjadi penyebab fenomena ini. Dalam sebuah riset yang dilakukan Rumah Sakit Wanita dan Anak KK (KKH) Singapura akhir tahun lalu, disimpulkan bahwa 60% wanita Singapura yang disurvei mengalami 'resesi seks' karena memiliki fungsi seksual yang rendah.

"Hasil penelitian menunjukkan bahwa 58,6% wanita Asia di Singapura menunjukkan skor kurang dari 22, menunjukkan bahwa mereka berisiko mengalami disfungsi seksual wanita," ungkap penelitian tersebut kala itu.

"Wanita-wanita ini juga lebih kecil kemungkinannya untuk mencoba hamil dan akan membutuhkan waktu lebih lama untuk hamil," kata rumah sakit itu.

Ini pun berdampak pada pertumbuhan populasi Singapura. Di 2021, angka kelahiran negara kota itu hanya mencapai 1,12 bayi per wanita.

Ini sangatlah rendah dibandingkan rata-rata global yang berkisar di angka 2,3 bayi per wanita. Namun, Singapura memang telah mengalami angka kelahiran terus menerus sejak 1965.

Sebenarnya, pemerintah Singapura telah melakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan keinginan punya anak di negara itu. Negara pun memberikan hadiah 3.000 dolar Singapura atau 31 juta rupiah sebagai 'subsidi' untuk bayi yang baru lahir.

Sumber: CNBC Indonesia
Editor: Dardani