Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

APBN Terbakar Subsidi, Pak Jokowi Tunda Saja Dulu Proyeknya...
Oleh : Redaksi
Rabu | 06-04-2022 | 12:36 WIB
A-infografis-kekayaan-vs-utang_jpg2.jpg Honda-Batam
Infografis, Kekayaan Vs Utang RI. (Foto: Infografis/Aset RI/Edward Ricardo)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pemerintah memutar berbagai cara guna menjaga daya beli masyarakat dalam menghadapi tantangan di tengah lonjakan harga sejumlah barang kebutuhan pokok. Menunda pembangunan proyek infrastruktur yang terlalu ambisius dinilai langkah yang bijak dan tepat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani, mengungkapkan akan memprioritaskan skema pemberian bantuan sosial (bansos) tunai atau BLT maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sebagai bantalan ekonomi untuk menjaga daya beli.

Meskipun kenaikan harga komoditas dunia seperti minyak mentah, batu bara, nikel, dan kelapa sawit menjadi berkah tersendiri terhadap penerimaan negara. Di sisi lain, masyarakat juga terkena dampak rambatan dari inflasi global tersebut. Sehingga perlu strategi demi melindungi kesejahteraan rakyat.

"Kalau dulu tantangan dan ancaman bagi masyarakat adalah pandemi, sekarang tantangan dan ancaman bagi masyarakat adalah kenaikan dari barang-barang tersebut," jelas Sri Mulyani usai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Selasa (5/4/2022).

Fleksibilitas APBN masih menjadi kunci Sri Mulyani menjaga perekonomian dalam negeri. Kali ini, Sri Mulyani berencana untuk menggunakan berbagai tambahan penerimaan dari kenaikan harga komoditas untuk menambal bantuan kepada masyarakat.

Sementara pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, pada 2023 defisit APBN harus kembali maksimum 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Ekonom Senior sekaligus Menteri Keuangan RI (periode 2013-2014) Chatib Basri mengatakan, untuk mencapai defisit 3 persen pilihan kebijakan pemerintah sangat terbatas. Menaikkan pajak atau mengurangi belanja negara.

Dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen per 1 April 2022 saja, kata Chatib, pemerintah harus kuat menghadapi berbagai protes masyarakat. Oleh karena itu, saat ini sebaiknya prioritas pemerintah semestinya adalah untuk melindungi masyarakat rentan saja terlebih dahulu dan tunda pembangunan infrastruktur.

"Situasi untuk menaikan PPN 11 persen saja penjelasannya setengah mati. Prioritaskan saja ke inklusif (masyarakat) yang terdampak. Kalau keinginan lain setelah itu deh. Mau infrastruktur boleh, tapi ambil dulu maintenance-nya," jelas Chatib dalam media briefing, Senin (4/4/2022).

"Setelah itu kaji, apakah harus sekarang dan sebesar itu. Kalau sebesar itu, dikaji lagi. Yang harus jadi fokus adalah melindungi vulnerable group (kelompok rentan). Karena itu isu politik," kata Chatib melanjutkan.

Ekonom Senior Faisal Basri menyebut pengelolaan ekonomi Indonesia kini seperti menggunakan jurus mabuk. Di mana semua keinginan dipaksakan namun tak punya modal yang kuat.

Keinginan yang dimaksud Faisal adalah sederet proyek besar yang akan dibangun pemerintah dalam waktu dekat. Salah satunya pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan yang akan memakan dana sebesar Rp 466 triliun.

Padahal seharusnya proyek tersebut bisa ditunda, sementara fokus pemerintah ditujukan terhadap pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

Pembangunan IKN mayoritas akan menggunakan dana dari investor. Akan tetapi dalam tahap awal menggunakan dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk pembangunan infrastruktur dasar.

"IKN kan bisa ditunda, tapi justru malah dikebut dan anggaran makin ketat," ujarnya pekan lalu, dikutip Selasa (5/4/2022).

Faisal juga mengkritisi belanja pemerintah yang tidak penting, seperti pembelian senjata. Menurutnya hal tersebut juga tidak mendesak, sehingga dana ratusan triliun yang dianggarkan setiap tahun bisa diarahkan untuk pemulihan ekonomi.

Sementara itu bantuan sosial (bansos) dan insentif oleh pemerintah tidak sebanyak dua tahun terakhir. Padahal hal ini lebih besar pengaruhnya terhadap memulihkan kondisi masyarakat dan dunia usaha kecil dan menengah.

"Beli senjata dikurangi dulu, kan gak nular perang di Ukraina, walaupun ada ketegangan di Laut China Selatan (LCS)," tuturnya.

"Bansos justru diturunkan, tidak seperti tahun lalu," ujarnya lagi.

Kondisi masyarakat semakin berat setelah ada lonjakan harga pangan. Sebut saja tahu dan tempe, daging sapi, telur ayam, minyak goreng, tepung, gula dan lainnya. Ditambah lagi kebijakan pemerintah menaikkan tarif PPN.

"Apa dipahami gak sih dampak psikologis. Padahal rakyat Indonesia pendapatannya pas-pasan. Kalau satu naik harus mengurangi yang lain," pungkasnya.

Sumber: CNBC Indonesia
Editor: Dardani