Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Omicron di Indonesia Terdeteksi 3.914 Kasus, Tersebar di Seluruh Provinsi
Oleh : Redaksi
Minggu | 06-02-2022 | 08:32 WIB
omicrob_b_ilustrasi4.jpg Honda-Batam
Ilustrasi (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mendeteksi 3.914 kasus Covid-19 dengan varian Omicron sejak 15 Desember 2021 hingga 4 Februari 2022. Padahal sebanyak 32 persen di antaranya terjadi pada orang yang sudah mendapatkan vaksinasi lengkap.

Kemenkes juga mencatat kebih dari 2.000 kasus terjadi karena transmisi lokal alias penularan di tengah-tengah masyarakat yang kemungkinan sudah terjadi di seluruh provinsi.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, 3.914 kasus Omicron itu terdiri atas 1.815 kasus pada Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN), 1.756 kasus transmisi lokal, dan 343 kasus masih dalam proses verifikasi.

Kasus dalam tahap verifikasi itu kemungkinan besar masuk kategori transmisi lokal karena terjadi pada orang yang tak punya riwayat perjalanan luar negeri.

Jika kasus transmisi lokal ditambahkan dengan kasus tahap verifikasi maka jumlahnya mencapai 2.099 kasus atau setengah lebih dari total kasus.

"Artinya sudah terjadi perubahan, yang tadinya didominasi oleh PPLN, saat ini sudah didominasi kasus transmisi lokal," kata Nadia dalam sebuah webinar, Sabtu (5/2/2022).

Nadia menyebut, transmisi lokal varian omicron memang sudah terdeteksi di 10 provinsi. Di antaranya, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan terbaru di Papua.

Di 20 provinsi lainnya, dia mengatakan, juga sudah ada kasus Covid-19 yang probable varian Omicron. "Artinya, kemungkinan varian omicron ini sudah ada di semua provinsi," kata Nadia.

Menurut Nadia, varian Omicron transmisi lokal sudah mulai mendominasi sebagai penyebab kasus Covid-19 di Tanah Air, bukan lagi varian delta.

"Peningkatan kasus yang sangat tinggi (sekarang), sangat mungkin disebabkan oleh varian Omicron karena varian delta sangat sedikit proporsinya dari pemeriksaan genome sequencing kita," ujarnya.

Nadia mengungkapkan, pasien Omicron yang belum sama sekali mendapatkan vaksinasi sebanyak 3 persen. Sisanya, 63,1 persen belum diketahui status vaksinasinya. "Ini datanya sedang kita verifikasi," ungkapnya.

Dari presentasi tersebut, kata Nadia, tampak sebagian besar pasien Omicron adalah orang yang sudah vaksinasi lengkap. Namun demikian, hal ini bukan berarti vaksin tidak berguna.

Nadia menjelaskan, vaksin pada dasarnya tidak bisa sepenuhnya mencegah seseorang tertular virus Corona. Ada faktor lain yang turut jadi penentu seperti kedisiplinan melaksanakan protokol kesehatan.

Selain itu, efikasi vaksin juga menurun seiring waktu. Efikasi vaksin juga menurun ketika menghadapi virus corona varian Omicron.

Pada vaksin merek Pfizer, misalnya, yang efikasinya 80 persen turun menjadi 33 persen ketika menghadapi varian Omicron.

"Oleh karena itu sekarang banyak orang sudah divaksin tapi tetap positif Covid-19," ujarnya.

Menurut Nadia, meski daya tangkal vaksin berkurang terhadap varian Omicron, tapi terdapat manfaat lain bagi penerima vaksin. Pertama, ketika terinfeksi virus corona, dia akan bergejala ringan atau bahkan tak bergejala.

Penerima vaksin juga kecil kemungkinannya sampai bergejala parah hingga masuk rumah sakit. Sebab, vaksin Pfizer mampu menurunkan risiko perawatan di rumah sakit hingga 70 persen ketika berhadapan dengan varian Omicron.

"Hal ini yang menjelaskan kenapa orang yang dirawat di rumah sakit atau yang membutuhkan perawatan intensif semakin berkurang," ungkap Nadia.

Editor: Surya