Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kecewa Banyak Materi Tak Dibahas dalam Forum Tripatit, DPD RI Minta Pemindahan IKN Tidak Dilakukan Tergesa-gesa
Oleh : Irawan
Rabu | 19-01-2022 | 10:40 WIB
teras_narangb2.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Anggota DPD Ri Agustin Teras Narang (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - DPD RI memberikan catatan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi Undang-undang (UU) oleh pemerintah dan DPR dalam Rapat Parupurna pada Selasa (18/1/2022). Sebab, banyak materi dalam RUU IKN yang belum dibahas secara komprehensif dalam forum tripartit.

Catatan tersebut disampaikan Senator Agustin Teras Narang, Anggota DPD asal Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) yang mewakili DPD RI dalam pembahasan RUU IKN.

"DPD RI menghargai usul inisiatif Pemerintah yang mengambil frasa Nusantara sebagai nama Ibu Kota Negara. Namun DPD RI menilai belum ada penjelasan yang lebih komprehensif terkait landasan sosiologis, filosofis dan historis yang menjadi dasar pemilihan frasa nusantara sebagai nama Ibu Kota Negara," kata Teras Narang di Jakarta, Selasa (18/1/2022).

Menurut dia, DPD RI sepakat dengan bentuk Pemerintahan Daerah Khusus, namun terkait dengan Istilah dan pengaturan Otorita, DPD RI belum dapat memahami dan mengingatkan bahwa Otorita bukan merupakan bagian dari jenis pemerintahan yang ada di dalam UUD 1945.

"Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 mengatur kepala pemerintah daerah terdiri atas Gubernur untuk pemerintah provinsi, Bupati/Walikota untuk pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu DPD menilai bahwa penggunaan istilah otorita beserta pengaturannya tidak tepat diterapkan dalam bentuk pemerintahan daerah khusus ibu kota negara," kata mantan Ketua Komite I DPD RI ini.

DPD RI mengingatkan bahwa terkait rencana induk yang menjadi Lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang Ibu Kota Negara belum dibahas secara komprehensif dalam forum tripartit.

Karena itu, DPD RI meminta agar catatan-catatan DPD RI dalam DIM yang disampaikan dalam proses pembahasan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam risalah pembahasan RUU tentang Ibu Kota Negara ini.

DPD RI selanjutnya memandang perlu untuk mengingatkan Pemerintah bahwa rencana pemindahan Ibu Kota Negara merupakan pekerjaan besar bangsa Indonesia di tengah-tengah kondisi pandemi Covid-19 yang masih membayangi.

Banyak aspek yang perlu menjadi perhatian Pemerintah dalam proses pemindahan Ibu Kota Negara, antara lain:

Pertama kepastian terhadap lahan yang akan digunakan tidak akan menimbulkan konflik pertanahan baik dengan Pemerintah Daerah maupun masyarakat (adat) yang ada di dalamnya.

Kedua desain tata ruang wilayah yang jelas dan memperhatikan kepentingan serta aksesibilitas daerah-daerah penyangga.

Ketiga kejelasan dan kemampuan pembiayaan pembangunan Ibu Kota Negara baik yang bersumber dari APBN maupun non APBN.

Keempat sistem dan struktur Pemerintahan DKI Jakarta pasca pemindahan Ibu Kota Negara. Hal ini diperlukan adanya Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kelima kejelasan terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan aset-aset negara yang ada di Jakarta. Aset-aset Pemerintah yang ada di Jakarta merupakan kekayaan negara, oleh karenanya jika dilakukan pemindahan Ibu Kota Negara harus ada kejelasan bagaimana aset tersebut dikelola dan dimanfaatkan.

Keanam kejelasan desain pemindahan kantor pemerintahan dan lembaga-lembaga negara serta Aparatur Sipil Negara dari Jakarta ke Ibu Kota Negara yang baru.

Ketujuh diperlukan desain transisional penyelenggaraan pemerintahan untuk Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Daerah yang ditinggalkan dan Pemerintahan baru di Ibu Kota Negara terutama yang terkait dengan administrasi pemerintahan, kepegawaian, pengelolaan dan pemanfaatan aset, kesiapan infrastruktur, dan suprastruktur.

Kedelapan pentingnya keterlibatan masyarakat, masyarakat adat dan pemerintah daerah sekitar/daerah penyangga Ibu Kota Negara.

Hal ini tidak hanya sebagai bentuk penghormatan melainkan juga sebagai bentuk pengakuan terhadap keberadaan masyarakat daerah dan pemerintahannya yang memiliki kewenangan sebagaimana yang diatur dalam Konstitusi.

Mantan Ketua Komisi II DPR RI menegaskan, pemindahan Ibu Kota Negara bukan hanya membangun dan melakukan pemindahan infrastuktur kantor pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan Timur, amun juga merupakan sebuah transformasi baik pada sistem kerja birokrasi pemerintahan, sumber Daya Manusia, ekonomi dan lingkungan, serta sosial-budaya.

Selain itu, pemindahan Ibu Kota Negara juga tidak sekedar hanya pemindahan pusat pemerintahan, tetapi membangun kota yang baru, membangun peradaban yang baru sebagai urban community.

Oleh karenanya, banyak dampak yang mungkin timbul akibat dari proses pemindahan Ibu Kota Negara tersebut, antara lain Dampak Lingkungan dan Sumber Daya Hayati, Dampak Sosial – Budaya, Dampak Ekonomi dan Geopolitik.

"Mengingat banyak hal yang harus dipertimbangkan serta dampak yang mungkin ditimbulkan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, DPD RI meminta agar proses pemindahan Ibu Kota Negara dilakukan dengan tidak tergesa-gesa, namun harus dengan cermat dan penuh kehati-hatian dalam setiap tahapan proses pemindahan Ibu Kota Negara," kata mantan Gubernur Kalteng ini.

Akhirnya, DPD RI berharap upaya yang telah dilakukan dalam melaksanakan amanat rakyat daerah dan konstitusi ini bermanfaat untuk kemajuan Daerah dan Bangsa Indonesia khususnya dalam mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia serta menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Negeri ini, Republik Indonesia, bukanlah milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu kelompok etnis, bukan juga milik suatu adat-istiadat tertentu, tapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!" pungkas mantan politisi PDIP ini menguntip pesan founding father Ir Soekarno.

Editor: Surya