Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Gedung Aisyah Sulaiman Sebagai Pusat Kesenian Tanjungpinang dan Kepri
Oleh : Opini
Rabu | 22-12-2021 | 14:04 WIB
A-RIDA-K-LIAMSI-SENYUM7.png Honda-Batam
Rida K Liamsi, wartawan senior dan budayawan Kepri. (Foto: Ist)

Oleh Rida K Liamsi 

SAYA tak tahu kapan Gedung Aisyah Sulaiman didirikan. Tapi saya ingat, ketika saya kelas dua SGB (Sekolah Guru B) di Tanjungpinang, sekitar tahun 1959, saya pernah ikut main drama di gedung itu, drama yang dipentaskan siswa SGB. Judul dramanya : Menyesal.

Sutradaranya pak Yose Rizal, guru bahasa Indonesia. Penata pentasnya, pak Mohd Effendi Kassim, guru senirupa. Saya ingat lukisan yang ada di layar pentas, adalah lukisan pulau Penyengat yang dilihat dari Gedung Daerah Tanjungpinang yang dilukis pak Effendi.

 

Saya dapat peran di anak babakan, yaitu babak pembuka. Semacam Prolog. Saya bersama dua teman lain sekelas (Abbas MD dan Mustafa Yasin) jadi anak sekolah yang sedang nongkorong di pinggir Pantai Gedung Daerah, dan ketemu tukang jual kacang goreng yang bercerita bagaimana dia menyesal dahulunya tidak sekolah sehingga pada masa tuanya dia hidup susah dan hanya jadi penjual kacang goreng. Saya membaca puisi Sanusi Pane : Menyesal .

Dulu gedung itu gedung opera, jadi arsitektur pentas dan properti lainnya adalah properti opera. Ada tempat musik opera di bawah panggung dan di sana Orkestra memainkan musiknya mengiringi drama atau opera yang di pentaskan.

Kini gedung itu sudah jadi gedung pertunjukan umum dan serba guna . Bisa untuk main drama, dan pertemuan lain. Dan ruang musik operanya sudah tak ada lagi. Karena itu gedung itu disebut aula. Aula SPG (Sekolah Pendidikan Guru ). Dulu namanya SGA (Sekolah Guru A) tapi sejak SGB dihapus, Sekolah guru hanya ada satu tingkatan . Ya SPG, setingkat SLTA.

Seingat saya, KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) Kepri dideklarasi di gedung itu. Masih gedung opera. Dan saya ingat saya dapat tugas membacakan Pembukaan UUD 1945.

Yang hadir ketika itu, Bupati Kepulauan Riau waktu itu, Firman Eddy, SH. Ketua KNPI Kepri yang pertama terpilih adalah Ir. Ben Burhanudin, tokoh pemuda asal Tembelan. Ketika itu dia sudah jadi Kepala Dinas Perikanan Kepri.

Ada Sutarman SH, ada Drs Amhar Hamzah, ada Kapten (TNI AL) Syahbudin, Imam Sudarajad, Hanjoyo Putro, SH, dan lain-lain. Tahun berapa itu? Saya lupa. Tapi saya masih jadi guru SD di Tanjungpinang, dan di KNPI Kepri saya jadi pengurus bidang kaderisasi di bawah Kapten Syahbudin.

Gedung Aisyah Sulaiman itu dahulunya gedung kesenian sebagai fasilitas pendidikan Gedung SGA, dan SGA Tanjungpinang itu salah satu SGA yang ada di Propinsi Riau ketika itu, selain di Pekanbaru. Siswanya datang dari Bengkalis, Rengat, dll, selain dari Kepri.

Karena itu dulu orang menyebutnya Gedung Aula SGA. Saya tak tahu kapan gedung ini berubah nama jadi Gedung Aisyah Sulaiman. Tapi gedung ini sudah waktunya diusulkan jadi warisan benda purbakala karena sudah lebih 50 tahun keberadaanya. Sudah ada sejak zaman dollar dan masih utuh.

Idealnya, gedung kesenian Aisyah Sulaiman dan kawasan sekitarnta dijadikan sebagai pusat kegiatan seni dan kebudayaan yang berperan menjadi pembentuk karakter bangsa. Terutama generasi muda. Semacam Taman Kesenian. Seperti Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Letaknya bagus dan strategis dengan pemandangan lepas ke laut Tanjungpinang dan di seberangnya ada Pulau Penyengat yang bersejarah dan jalan lingkar Gurindam.

Kepada Walikota Ibu Rahma, Saya pernah mengusulkan sejumlah kegiatan untuk memeriahkan dan mengaktifkan gedung Aisyah Sulaiman, sebagai gerakan awal :
Menjadikan Gedung Aisyah Sulaiman sebagaib Pusat Kesenian Tanjung pinang . Kegiatan itu saya beri nama Resital Sastera. Konsepnya kira kira begini :

1. Resital Sastera adalah kegiatan dalam bentuk malam apresiasi sastera yang dilakukun dalam bentuk tampilan seni komunitas , group, atau kumpulan para penggiat dan pencinta sastera yang ada di Tanjungpinang dan Kepri. Tampil sekali se minggu tiap sabtu malam. Jika ada kendala tehnis, boleh di geser ke malam yang lain. Penampilan secara bergilir 52 kali setahun.

2. Tempat di gedung Kesenian Aisyah sulaiman dan area sekitarnya.

3. Pelaksana kegiatan : Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Tanjungpinang dan Dewan Kesenian Kota Tanjung pinang serta komunitas sastera lainnya yang ada di Tanjungpinang.

4. Bentuk tampilan : apresiasi sastra, baca puisi, musikalisasi puisi, dramatisasi puisi, baca cerpen, bincang sastera dan lain-lain.

5. Baca Puisi Bulanan tiap tanggal 6 untuk menjaga memori ingatan Hari Jadi Tanjungpinang. Pesertanya para penyair dan pencinta puisi. Terutama para siswa dan mahasiswa, termasuk siswa SD.

6. Anugerah Sastera Aisyah Sulaiman untuk buku puisi, novel dan kumpulan cerpen/esai sastra. Yang diberikan tiap tahun sekali. Pelaksana Disparbud kota dan Dewan kesenian TPI.

7. Bazar buku, kuliner dan marchandis bernuansa Aisyah Sulaiman . Pelaksana Disparbud Tpi dan DK Tgpinang dan komunitas satera yang ada di Tanjung pinang.

8. Tembok Puisi Aisyah Sulaiman : Pembangunan tembok puisi di laman gedung Aisyah Sulaiman berupa plate plate grafir puisi penyair kepri. Mulai dari Raja Ali Haji sampai ke penyair muda sekarang ini.

9. Tentu ada biaya pelajsanaannya, termasuk hadiah, dll. Tapi tidak begitu besar. Tidak habis Rp 1 M, setahun dan tentu bersumber dari APBD Kota Tanjungpinang.

10. Bisa juga didapat dukungan sponsorship, terutama dari dana CSR dunia usaha, terutama BUMD dan BUMN.

Begitulah. Melalui kegiatan di Gedung Aisyah Sulaiman ini, Tanjungpinang dapat mempertahankan dirinya sebagai jantung negeri melayu, sebagai dermaga sastra lndonesia .

Sebagai negeri pantun dan gurindam. Negeri tempat lahirnya karya karya sastera besar, seperti Gurindam Dua Belas, dan lainnya.

Ok. Semoga bisa diujudkan.

Penulis adalah wartawn senior dan budayawan Kepri.