Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Turunkan Tensi dan Polarisasi, MPR Usulkan Presiden Threshold Diturunkan Jadi 5-10 Persen
Oleh : Irawan
Kamis | 16-12-2021 | 08:37 WIB
MPR_PT10_b.jpg Honda-Batam
'Refleksi Politik Kebangsaan 2021' bersama Wakil Ketua MPR RI H. Jazilul Fawaid dan Lili Romli (Peneliti Pusat Riset Politik BRIN) di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (15/12/2021).

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Memasuki tahun 2022 dipastkan tensi politik akan memanas, karena sudah akan dimulai tahapan pemilu 2024.

Meski selama tahun 2021 ini politik identitas menurun, yang bukan saja akibat kesadaran kebansgaan, namun juga akibat pandemi, namun, kalau pandemi menghilang dikhawatirkan politik identitas itu akan muncul kembali.

Karena itu menjadi tugas para elit politik baik yang ada di dalam lingkaran atau yang ada di luar kekuasaan untuk tidak mengeluarkan statement dan langkah-langkah politik yang bisa memancing emosional masyarakat.

"Kita harapkan para elit tidak mengeluarkan statement yang kontroversial, tapi tetap mengedepankan kepentingan kebansgaan," tegas Arsul Sani.

Hal itu disampaikan Waketum DPP PP itu dalam diskusi 4 pilar MPR RI 'Refleksi Politik Kebangsaan 2021' bersama Wakil Ketua MPR RI H. Jazilul Fawaid dan Lili Romli (Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN) di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (15/12/2021).

Selain belajar dari pilpres 2014 dan 2019, semua harus belajar untuk menciptakan politik kebansgaan yang adem, juga mendorong pasangan capres itu lebih dari dua atau minimal tiga sampai empat pasangan. Hal itu untuk menghindari ketegangan masyarakat.

"Meski PT 20 persen itu bisa ada empat pasangan capres, tapi kalau sulit, sebaiknya PT itu diturunkan menjadi 5 atau 10 persen meski beresiko penambahan anggaran karena pilpres bisa dua tahap," jelas Arsul Sani.

Arsul Sani mengakui kalau politik identitas itu sulit dihindari, namun bagaimana mengelolanya tetap dalam koridor kewajaran dan tidak melanggar hukum.

"Alhamdulillah akibat pandemi ini tidak sampai merobek rasa kebangsaan meski ada pro dan kontra dari kebijakan pemerintah dalam penanganan covid-19 ini. Dan, kalau ada yang kontra, kita ajak untuk tabayyun, silaturahmi ini lebih produktif, daripada demo di jalan-jalan yang mengganggu ketertiban umum," ungkapnya.

Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid sepakat semua harus mengedepankan politik kebangsaan, dan salah satu caranya menurunkan PT 20 persen menjadi 5 atau 10 persen. Dengan PT 5 atau 10 persen diharapkan akan lahir capres lebih dari dua pasangan.

"Dengan tiga atau empat pasangan itu bisa berkompetisi dengan fair, tidak merugikan rakyat, dan semua mengedepankan kepentingan bersama, dan PKB siap membuat dan memimpin poros baru dalam pilpres 2024. Tunggu saja. PKB berharap pada tahapan pemilu yang akan dimulai 2022 mendatang, seluruh elemen bangsa ini tetap bersatu dan menghindari politik identitas pasca pandemi covid-19 ini," tambah Jazilu

Sementara Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN Lili Romli mengatakan, mendukung PT 20 diturunkan menjadi 5 atau 10 persen, karena hal itu menurunkan tensi dan polarisasi politik yang tajam di masyarakat sekaligus memunculkan pilihan alternatif capres di 2024.

"Meski akan beresiko terjadi dua putaran capres, itu lebih baik daripada terjadi perpecahan di masyarakat. Bahwa politik kebangsaan itu politik yang egaliter, menjunjung tinggi kemanusiaan, dan melalui prosedur demokrasi yang partisipatif," tuturnya.

Editor: Surya