Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Berwisata ke Kawah Ijen di Tengah Pandemi
Oleh : Saibansah
Kamis | 18-11-2021 | 14:04 WIB
A-SAIBANSAH-KAWAH-IJEN.jpg Honda-Batam
Wartawan BATAMTODAY.COM, Saibansah Dardani di pintu masuk kawasan wisata Kawah Ijen Banyuwangi. (Foto: Ist)

APA yang terbayang saat akan berwisata ke Kawah Ijen? Blue fire! Betul. Tapi, di tengah pandemi ini, sepertinya Anda harus menyimpan impian memandang 'si api biru' yang fenomenal itu. Mengapa? Berikut catatan perjalanan wartawan BATAMTODAY.COM, Saibansah Dardani dari Kawah Ijen Banyuwangi.

Berbekal informasi dari rekan-rekan di Banyuwangi, bahwa untuk bisa menikmati indahnya Kawah Ijen, apalagi merekam api birunya, maka paling lambat pukul 12.00 WIB harus sudah memulai pendakian. Maka, Sabtu, 16 Oktober 2021 pukul 23.00 WIB saya meluncur dari New Surya Hotel Banyuwangi, tempat saya menginap, menggunakan minibus Elf.

Perjalanan meliuk liuk di tengah malam itu pun mengantarkan saya sampai pada satu ruas jalan yang kiri-kanannya ditumbuhi pohon jati. Jalannya menanjak. Ya, namanya juga menuju puncak Gunung Ijen, gunung berapi berketinggian 2.386 meter dari permukaan laut, yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.

Lalu, saya sampai pada satu ruas jalan memebelah bukit nan sempit. Kiri-kanannya batu, hanya bisa dilewati satu mobil. Sudah pasti akan 'stuck' jika berpapasan dengan mobil lain. Untunglah, malam itu mobil yang saya naiki tidak berpapasan dengan mobil lain. Lancar jaya. Alhamdulillah.

Driver yang mengantarkan saya, ternyata sudah menguasai medan menuju Gunung Ijen. Ia menghentikan mobil di rest area, seberang pintu masuk kawasan Kawah Ijen. Pas memasuki awal hari Minggu, 17 Oktober 2021.

Begitu buka pintu mobil, tiga orang laki-laki paruh baya pedagang asongan menawarkan sarung tangan, kupluk rajutan kain tebal, senter dan keperluan lain untuk bisa mendekati 'si api biru'.

"Berapa harganya ini, pak."

"Sarung tangan sama kupluk, tiga puluh ribu, pak."

Setelah memasang perlengkapan 'anti dingin' yang saya beli di rest area itu, saya memilih duduk terlebih dahulu di salah satu kedai, Warung Elis, namanya. Elis adalah nama perempuan yang berjualan mie intan, jahe hangat, kopi dan menyediakan tempat istirahat bagi para pendaki gunung.

Tentu saja, Elis juga menjual air mineral. Di Gunung Ijen ini, air miteral sangat sangatlah penting. Apalagi, saat pendakian dimulai. Air adalah kehidupan. Lupa bawa air minum, silakan menderita.

Ternyata, Elis tidak hanya menyediakan penganan pengganjal perut dan aneka minuman hangat lainnya, tapi juga bersedia membantu membelikan tiket naik Kawah Ijen.

"Tolong disiapkan kartu vaksinya ya mas, di Pedulilindungi, jangan lupa KTP-nya juga," ujar Elis.

Bahkan di atas gunung pun kartu vaksin itu tetap 'sakti'. Di masa pandemi ini, jangan harap bisa naik Gunung Ijen jika tidak punya kartu vaksin. Beruntung, saya sudah mengantongi dua kartu vaksin Covid-19. Setelah dua kali disutik vaksin Covid-19 platform Moderna di Maha Vihara Duta Maitreya, Batam Center.

Di depan kedainya, Elis membuat api unggun kecil. Cukup untuk memanaskan tubuh sambil menunggu petugas pengelola kawasan wisata geopark Kawah Ijen membuka pintu. Begitu juga halnya dengan kedai-kedai lain di rest area tersebut.

Satu jam, berlalu. Dua jam, belum juga pintu masuk naik ke Kawah Ijen belum lagi dibuka. Barulah pada pukul 03.00 WIB, petugas membuka akses utama bagi para pengunjung untuk memulai pendakian.

Itu artinya, pupus sudah harapan untuk bisa menikmati 'si api biru', blue fire di puncak Gunung Ijen yang konon hanya ada dua di planet bumi ini. Satu di Banyuwangi, satu lagi di Islandia. Karena untuk bisa melihat blue fire, paling lambat harus memulai pendakian pada pukul 00.00 WIB. Jika lewat dari itu, apalagi pukul 03.00 WIB, wassalamlah sudah. Keburu matahari terbit.

Tetapi, selain blue fire, masih ada kawah asam terbesar di dunia dengan kaldera setinggi 300-500 meter dan luas 5.466 hektare. Ya itulah Kawah Ijen. Dinikmati sambil menyaksikan matahari meninggi, rasanya luar biasa.

Kawah Ijen ini sungguh luar biasa. Bukan hanya luar biasa keindahan alamnya, tapi juga luar biasa 'fasilitasnya'. Bagi Anda yang sudah 'sadar diri' tidak bakal mampu mendaki hingga puncak gunung, tenang.

Ada ojek 'Pajero'. Gerobak kecil kapasitas satu orang yang 'dikendalikan' tiga orang. Satu orang di depan, bertugas menarik 'Pajero'. Sedangkan dua orang lainnya, mendorong. Begitulah tiga orang 'driver' 'Pajero' itu akan mengantarkan Anda sampai ke puncak tepi Kawah Ijen. Mau tahu berapa harga sewa 'ojek Pajero'? Delapan ratus ribu rupiah!

"Sebelum pandemi tidak sampai segitu pak," ujar seorang driver teman ngobrol saya di samping api unggun.

Sayangnya, selama pandemi, hanya Kawah Ijen itu sajalah yang bisa dinikmati, sedangkan untuk 'si api biru' belum lagi dibuka. Entahlah kalau sekarang sudah dibuka.

Semoga.