Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Merasa Termarjinalkan, Korwil KSBSI Kepri Kirim Surat Terbuka ke Menaker RI
Oleh : Harjo
Kamis | 07-10-2021 | 12:20 WIB
KSBSI-Kepri-Makruf1.jpg Honda-Batam
Makruf Pane, Ketua Korwil KSBSI Kepri. (Harjo/BTD)

BATAMTODAY.COM, Batam - Koordinator Wilayah (Korwil) Konfedrasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Kepri membuat surat terbuka dan petisi untuk Menteri Tenaga Kerja Indonesia Hj. Fauziah agar memperhatikan nasib buruh.

"Momentum peringatan Hari Pekerjaan Layak tahun ini, kami Korwil KSBSI Kepulauan Riau mengusung beberapa tuntutan kepada Menteri Tenaga Kerja RI, agar lebih memperhatikan nasib buruh Indonesia yang semakin termarjinalkan saat ini," ujar Makruf Pane, Ketua Korwil KSBSI Kepri, Kamis (7/10/2021).

Dijelaskan, buruh mengalami kekecewaan secara massiv akibat banyaknya aspirasi yang tidak terjawab, diantara persoalan buruh yang justru semakin kompleks dan menyulitkan. KSBSI menyuarakan beberapa poin prioritas saat yaitu meminta dukungan buruh untuk mendesak Presiden menerbitkan Perppu yang menyatakan Bab IV (Klaster Ketenagakerjaan) UU Cipta Kerja tidak berlaku lagi, karena undang-undang ini secara jelas mendegradasi hak-hak buruh Indonesia.

Sebagaimana dalam poin-poinnya, buruh terancam tidak menerima atau menurun drastis pesangon, UU Ciptaker menghapus setidaknya 5 pasal mengenai pemberian pesangon. Imbasnya, pekerja terancam tidak menerima pesangon ketika mengundurkan diri, mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), atau meninggal dunia.

Selain itu UU Ciptaker mempermudah masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia. Hal ini dilakukan melalui Pasal 81 poin 4 hingga 11 UU Ciptaker yang mengubah dan menghapus sejumlah aturan tentang pekerja asing dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Adapun batasan maksimum 3 tahun untuk karyawan kontrak dihapus pemerintah, mengubah dan menghapus sejumlah pasal dalam terkait ketentuan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) melalui UU Ciptaker, dan menghilangkan batasan maksimal karyawan kontrak selama 3 tahun.

Tak kalah penting adalah mengenai jam lembur tambah dan cuti Panjang hilang Dalam UU Ciptaker tepatnya Pasal 81 poin 22 mengubah pasal UU 78 UU Ketenagakerjaan tentang waktu kerja lembur. Mulanya, UU 78 UU Ketenagakerjaan menyebutkan jika waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam seminggu.

Selain itu tak ada lagi UMK, UU Ciptaker menghapus upah berdasarkan provinsi atau kota/kabupaten (UMK) dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kota/kabupaten yang tertera dalam Pasal 89 UU Ketenagakerjaan. Sebagai gantinya, UU Ciptaker menyatakan jika gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu yang tertera dalam pasal selipan 88 CUU Ciptaker.

Dalam petisi juga meminta agar segera Ratifikasi Konvensi ILO 190 tentang penghapusan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja menaikkan martabat negara dan memperbaiki kondisi kerja dengan meratifikasi Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja.

"Pemerintah secara tegas telah mendukung terciptanya Konvensi ini, seharusnya juga mempertegas komitmen pelaksanaannya di tingkat negara dengan meratifikasinya segera sebagai bukti dan konsistensi memerangi kasus-kasus pelecehan dan kekerasan dai dunia kerja," tegasnya.

Selain itu, bentuk Badan Tripartit (atau Tripartit Plus) untuk Perubahan Iklim dan Transisi Yang Adil, perubahan iklim semakin mengancam kelangsungan bumi, sementara komitmen global untuk menekan kenaikan temperatur pada ambang batas 1,5°C sampai 2030 belum menunjukkan progres yang berarti. Indonesia yang berada pada urutan penyumbang emisi terbesar ke-4 dunia (Carbon Brief, 2015) di nilai belum optimal menerapkan kebijakannya dan dinilai dalam kategori tidak memadai (highly insufficient). Sementara itu beberapa kebijakan di tingkat global yang diikuti kebijakan dan program tingkat nasional, seperti NDC atau LTS LCCR membawa dampak yang cukup signifikan bagi buruh.

"Sangat disayangkan Kementerian Tenaga Kerja belum memiliki perhatian yang layak atas issu ini. Kami meminta segera bentuk Komite Perubahan Iklim dan Transisi Berkeadilan (Climate Change and Just Transition committee), secara Tripartit menyikapi setiap kebijakan perubahan iklim dan iklim usaha yang ada agar tidak merugikan bagi ketenagakerjaan dan memastikan pekerjaan layak sebagai aspek prioritas di dalamnya," katanya.

Selain itu, Stop Union Busting di Perusahaan multinasional dan di rantai pasok menghentikan PHK kepada para pekerja, khususnya di perusahaan multinasional dan dirantai pasok dan menghentikan intimidasi kepada para pekerja, khususnya yang tergabung di dalam KSBSI yang menolak tawaran pensiun dini.

Sehingga, menurutnya perlu adanya keterlibatan negara, melalui UU No 21 Tahun 2000 tentang SB/SP. UU ini sengaja dilabeli secara berbeda, serikat pekerja/serikat buruh. Tujuannya adalah untuk mengkotak-kotakan antara pekerja dan buruh. Kemudahan untuk membentuk sp/sb dengan jumlah minimal 10 orang menyebabkan kemudahan untuk membuat serikat tandingan.

Melalui UU No 2 Tahun 2000 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), dalam UU ini terdapat klausul khusus tentang perselisihan antar serikat, sehingga membuka peluang bagi pengusaha untuk membuat serikat tandingan yang akhirnya membuat serikat ini diadu domba sehingga sp/sb akan kehilangan fokusnya dalam perjuangan organisasi.

Menghalang-halangi buruh untuk bergabung di dalam.serikat, mengintimidasi, memutasi pengurus.dan atau anggota serikat, surat peringatan, skorsing, memutus hubungan kerja, embentuk pengurus tandingan dalam serikat yang sama, menolak diajak berunding Perjanjian Kerja Bersama (PKB), tidak, mengakui adanya PKB, membuat peraturan perusahaan secara sepihak, tidak memberikan pekerjaa, hingga mengurangi hak/kesempatan pada buruh.

Editor: Yudha