Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Soal Pengunaan Kondom

Menkes Katakan Bukan Buat Remaja, Tapi untuk Lokalisasi
Oleh : surya
Senin | 25-06-2012 | 20:34 WIB
Nafsiah_Mboi.jpg Honda-Batam

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi

JAKARTA, batamtoday - Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi menegaskan kampanye penggunaan kondom bagi kalangan seks beresiko tidak dimaksudkan untuk remaja, melainkan akan dibagikan di lokalisasi.

Menkes menilai program untuk menekan angka HIV/AIDS itu telah disalahartikan. Kemenkes tidak pernah merencanakan bagi-bagi kondom di sekolah dan remaja usia 15-24 tahun seperti diberitakan selama ini. Bahwa program penggunaan kondom kepada kalangan dengan perilaku seks beresiko justru menekan angka penularan penyakit seks.

"Promosi kesehatan reproduksi disangka promosi punggunaan kondom, itu tidak benar. Dimana penularan penyakit seks biasanya terjadi dari penularan antara pekerja seks komersial dengan pengguna (konsumen).  Yaitu, pengguna PSK yang di antaranya pria beristri ini rawan menularkan penyakit seks tersebut ke istrinya. Jadi, penggunaan kondom pada hubungan beresiko justru melindungi ibu dan bayi. Karena itu, kalau dibiarkan hubungan seks tanpa kondom, maka prevalensi HIV/AIDS akan meningkat terus," tandas Nafsiah saat rapat kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI yang dipimpin oleh Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (25/6/2012).

Sementara untuk kalangan remaja berusia 15-24 tahun lanjut Menkes, agar meningkatkan pengetahuan agar terhindar dari perilaku seks beresiko. Kemenkes bekerjasama dengan lintas sektor untuk meningkatkan mutu tentang pendidikan agama, moral, dan kesehatan reproduksi.

"Jadi tidak ada bagi-bagi kondom gratis di kalangan muda, walau kita tahu kalangan muda banyak melakukan seks beresiko. Kami mengajak tokoh agama, masyarakat, dan pendidik untuk kita meningkatkan ketahanan iman remaja sehingga menjauhi perilaku berisiko," kata Nafsiah.

Yang pasti lanjut Menkes, pembagian hanya dilakukan kepada kalangan dengan seks beresiko seperti lokalisasi pelacuran. "Hanya membagikannya di tempat-tempat tertentu, yaitu di tempat pelacuran, maupun di tempat-tempat di mana kita tahu banyak terjadi hubungan seks beresiko itu bisa terjadi misalnya panti pijat, tempat pariwisata. Semua orang di situ tahu kok banyak terjadi itu, asal kita tidak menutup mata," ungkapnya.

Kondom gratis ini hanya dibagikan kepada pekerja seks komersil kelas bawah termasuk kalangan dengan seks beresiko yang miskin.  "Pemerintah hanya memberikan kondom gratis itu pada yang miskin. Kemiskinan bukan alasan untuk tidak mendapatkan pelayanan, dan itu hanya sekitar 25 persen. Semua yang lain kita dorong untuk membeli kondom sebagai salah satu tanggung jawab nya terhadap kesehatan masyarakat. Itu yang terbaik tidak melalukan seks beresiko," ujarnya.

Sasaran utama bagi kampanye cegah seks beresiko termasuk pembagian kondom di lokalisasi hanya menyasar target pekerja seks perempuan berusia 15-24 tahun. Sementara target pengguna pekerja seks komersial adalah pria dengan usia di bawah 25 tahun.

"Masa mereka tidak berhak mendapatkan informasi dan layanan, sehingga dia tidak ketularan dan menularkan," katanya meyakinkan.

Wakil Ketua DPR Pramono Anung berharap sebaiknya Menkes meninjau ulang program sosialisasi kondom. Karena menurutnya, program itu bukan prioritas  "Persoalan sosialisasi kondom ya menurut saya harus ditinjau kembali, karena itu bukan hal prioritas. Sebab seakan-akan melegitimasi anak-anak boleh melakukan pergaulan bebas,"  tutur Pramono.

Menurut Pramono, Menkes sebenarnya bisa lebih fokus mengurus masalah lain yang berhubungan dengan fasilitas dan pelayanan kesehatan. Kalaupun menghindarkan pergaulan bebas bisa dilakukan dengan kampanye untuk menjauhi free sex.

"Kalau kemudian kondom disosialisasikan kepada siswa ini legitimasi baru untuk mereka melakukan hal-hal di luar norma keagamaan. Banyak hal yang juga dilakukan pelayanan rumah sakit (RS), Jamkesmas dan lain-lain," tambah Pramono.

Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakin Saifuddin meminta Menkes Nafsiah Mboi untuk mencari cara komprehensif untuk mencegah free sex remaja. Penting dilakukan, agar remaja terhindar dari pergaulan bebas yang berujung pada praktik aborsi.

"MPR tidak dalam posisi menyetujui kebijakan Menkes Nafsiah Mboi mensosialisasikan kondom untuk remaja. Kebijakan Menkes itu menunjukkan seringnya kita terjebak menyelesaikan suatu masalah secara instan dan jalan pintas. Alih-alih ingin menuntaskan satu masalah, yang didapat justru banyak masalah," tutur Wakil Ketua Umum DPP PPP ini.

Dikatakan,  sosialisasi kondom bagi remaja ditengah minimnya pendidikan agama, moral, dan reproduksi sehat, maraknya tayangan pornografi, keterbatasan sarana olahraga dan berkesenian, perlindungan dan penegakan hukum yang lemah, justru akan menyuburkan praktek seks bebas di kalangan remaja yang kini kian permisif. "Justru kebijakan itu bisa menjadi pembenar bahwa pemerintah melegalkan praktek seks bebas," tambah Lukman.

Yang jelas kata Lukman, persoalan kehidupan seks remaja kita itu lahir dari beragam sebab. Dari yg dikarenakan murni ketidaktahuan, perkara pergeseran nilai, kesulitan ekonomi, keterpengaruhan lingkungan, sampai karena keterpaksaan akibat sindikasi kejahatan.

"Pemerintah haruslah melihat dan mengatasi persoalan tersebut secara lebih menyeluruh dengan menempuh berbagai pendekatan dan melibatkan banyak kalangan. Pemerintah harus didukung untuk mampu laksanakan kebijakan yang lebih terintegralisasi dan komprehensif," katanya.