Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tor-tor dan Gondang Sambilan di Klaim Malaysia

MPR Minta Masyarakat Tidak Salahkan Presiden SBY
Oleh : surya
Senin | 25-06-2012 | 20:08 WIB
melani_leimina.jpg Honda-Batam

Wakil Ketua MPR Melani Leimina Suharli

JAKARTA, batamtoday - Klaim Malaysia atas Tari Tor-Tor dan alat musik Gondang Sambilan sebagai warisan budaya mereka, yang terus mendapat reaksi keras dari masyarakat Indonesia dianggap mengancam keutuhan NKRI.

Namun, MPR berharap agar masyarakat tidak menyalahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak bersikap tegas atas klaim Malaysia tersebut karena sudah mengutus menterinya untuk menyelesaikannya.

Penegasan itu disampaikan Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suhari dalam dialog 4 pilar bangsa atas budaya bangsa Indonesia bersama Ketua Fraksi Hanura MPR RI Abdillah Achmad Fauzi di di Jakarta, Senin (25/6/2012). 

 “Jangan semua ditudingkan pada Pak SBY. Kan, beliau punya bawahan yaitu menteri-menteri yang bertugas untuk menjaga budaya dan kedaulatan negara ini. Kita memang tidak boleh lemah menghadapi negara lain, tapi semua harus dilakukan sesuai prosedur dan mekanisme yang benar,” tandas Melani. 

 Menurut Melani, Malaysia adalah negara belum terbuka seperti Indonesia. Pers saja hanya kelompok tertentu yang boleh memberitakan pemerintah. Karena itu belum ada kebebasan pers seperti di Indonesia. Namun katanya, kita tidak boleh putus asa untuk terus berjuang membela budaya bangsa ini. “Kita mesti mencatat dan mendaftarkan seluruh jenus budaya bangsa ini ke badan dunia atau Unesco di PBB, agar tidak mudah diklaim negara lain,” tambah anggota Dewan Pembina Partai Demokrat ini.

Ia mengakui jika beberapa budaya Indonesia sudah diakui dan bahkan telah didaftar oleh Malaysia, sebagai budaya negeri Jiran tersebut. Misalnya, batik, tari pendet Bali, tari poco-poco Manado, pulau Jemur Riau juga pernah diklaim Malaysia. Padahal, semua itu warisan dan milik bangsa Indonesia. ‘Tapi, khusus pulau Sipadan-Ligitan yang dicaplok Malaysia dan dimenangkan oleh mahkamah internasional adalah bukan pada zamannya Pak SBY, tapi pada masa Megawati,” ujarnya membela diri.

Pulau Sipadan-Ligitan sah menjadi milik Malaysia, setelah mahkamah internasional di Den Haag pada, 17 Desember 2002 silam, dalam sidangnya memutuskan bahwa pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, Indonesia dinyatakan kalah dengan Malaysia. Mahkamah mengakui klaim-klaim Malaysia itu karena Malaysia dianggap telah melakukan administrasi serta pengelolaan konservasi alam di kedua pulau tersebut.

 Achmad Fauzi tidak merasa terganggu dengan klaim Malaysia tersebut, karena Indonesia memang kurang bahkan tidak peduli dengan kekayaan budayanya, dan juga pulau yang tersebar dari Sabang-Merauke. “Bayangkan dari 17 ribu pula, yang memiliki nama baru 8 ribu pulau. Berarti masih 11 ribu pula yang belum bernama. Ini kan rawan dicaplok Malaysia. Tapi, saya menolak jika ada usulan membentuk lembaga baru, hanya untuk mengurusi budaya itu,” ujarnya.

 Mengapa? Karena sudah ada 7 lembaga tinggi negara, yaitu Presiden, MPR, DPR, DPD, MK, BPK, dan MA. Nah, ketujuh lembaga negara inilah menurut Achmad Fauzi, yang harus bekerjasama dan saling mengingatkan, serta membuat keputusan atau regulasi untuk melindungi budaya sekaligus menjaga kedaulatan NKRI ini. “Kita memang harus mandiri dan tegak menghadapi rongrongan negara lain, dan melalui buku kebhinnekaan di sekolah-sekolah itulah kita bisa memasukkan budaya-buadaya itu untuk dipelajari oleh anak bangsa ini,” tambah Fauzi.

Dia pun sepakat agar pemerintah, DPR dan pemerintah daerah untuk mendata ulang seluruh jenis budaya, dan menamai kepulauan yang tak punya bernama tersebut untuk kemudian didaftarkan ke Unesco atau ke Mahkamah Internasional di Den Haag, agar tidak diklaim negara lain. Apalagi, setelah sipadan-ligitan, Malaysia akan mencaplok Ambalat, dan daerah-daerah perbatasan kedua negara yang memiliki potensi sumber daya alam yang potensial. Provokasi Malaysia di Laut Ambalat, Kalimantan Timur, sudah puluhan kali terjadi. Di mana Ambalat disinyalir memiliki kandungan minyak bumi dan kandungan gas yang cukup besar, sehingga wajar kalau Malaysia mencoba mati-matian mengklaimnya.

Unesco adalah Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB. Tugasnya memajukan kerja sama antarbangsa melalui bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam rangka penegakan hukum, penegakan hak asasimanusia, danpenegakan keadilan.