Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Atasi Ketidakpuasan Daerah

MPR Minta Pemerintah Segera Lakukan Pemerataan
Oleh : surya
Selasa | 19-06-2012 | 15:41 WIB
Hajiyanto_Y_Thohari.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari

JAKARTA, batamtoday - Wakil Ketua MPR RI Hajrijanto Y Thohari mengatakan, NKRI akan terancam jika pemerintah tidak segera melakukan pemerataan atau menyelesaikan ketidakadilan di tengah masyarakat melalui perubahan yang drastis dalam APBN, yang kini jumlahnya telah mencapai Rp 1500 triliun. Sebab, selama struktur APBN yang digunakan untuk pembangunan hanya sekitar 20 persen, sedangkan 60 % habis untuk bayar gaji PNS dan 20 persen lagi untuk bayar hutang. 

“Dari jaman Orde baru yang APBN-nya Rp 197 triliun, Megawati Rp 456 triliun dan SBY yang mencapai Rp 1500 tetap saja strukturnya tidak ada perubahan, sehingga pemerataan hingga kini tidak terjadi. Harusnya untuk pembangunan mencapi 40 persen, 40 persen lagi untuk bayar gaji dan 20 persen untuk bayar utang maka pemerataan akan terwujud," kata Hajrijanto pada dialog ‘NKRI: Pemahaman, Tantangan dan Masa Depannya di Jakarta, kemarin.

DPR, kata Hajriyanto, sebenarnya ada kemauan untuk melakukan perubahan drastis dalam pengalokasian struktur APBN. Namun, APBN itu menjadi perogratif Presiden dan menyetujui atau menolak. Jika ditolak DPR, maka APBN akan dikembalikan pada tahun sebelumnya, dimana tetap saja tidak mengubah postur APBN dimana sebanyak 60 persen tetap digunakan untuk bayar gaji, 20 persen untuk bayar hutang dan 20 persen lagi untuk pembangunan. 

Akibatnya, menimbulkan kesengajaan dalam pemerataan kesejahteraan yang sebagian besar terfokus pembangunannya di Pulau Jawa, sementara daerah di luar Pulau Jawa tidak tersentuh pembangunan.

"Apa yang terjadi di Papua dapat dipahami karena masalah pemerataan, bukan separatis. Bagaimana mungkin misalnya harga semen di Jawa hanya sekitar Rp 60 ribu, tetapi di Papua bisa mencapai 200 ribu, belum yang lainnya. Karena itu pemerintah perlu mewujudkan prinsip sama rasa sama rata," katanya.
 
Menurutnya, selain soal pemerataan dan korupsi, faktanya negara ini masih digerogoti gerakan sparatisme, pluralisme, dan primordialisme yang semuanya bersumber dari ketidakadilan.

“Untuk rakyat Papua misalnya, dengan hanya sekitar 5 juta rakyat,  apa masalahnya sampai-sampai negara ini belum mampu mengatasi kesejahteraannya? Padahal, kalau serius saya kira bisa. Memang dibutuhkan pemimpin negarawan yang siap mengabdi untuk rakyat dan negara, “ katanya prihatin.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi III DPR Muhammad Nasir Jamil mengatakan, pemerintah saat ini gagal memenuhi harapan rakyat sehingga ada upaya untuk memisahkan dari NKRI, yang sebagain besar juga banyak yang dimanfaatkan asing untuk melakukan inviltrasi.

“Jadi, sederhana saja bahwa NKRI dan Pancasila itu akan dirasakan manfaatnya jika rakyat merasakan keadilan, pemerataan dan kesejahteraan ekonomi, dan hak-hak politik lainnya. Itulah cita-rasa Bhinneka Tunggal Ika itu,” kata Nasir.