Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

PKS Usulkan Jabatan Ketum Parpol Dibatasi Dua Periode seperti Presiden
Oleh : Irawan
Jum\'at | 26-03-2021 | 08:20 WIB
Diskusi_demoktrasi.jpg Honda-Batam
Dialektika Demokrasi bertajuk 'Konsolidasi Demokrasi dan Hukum Berkeadilan' di Komplek Parlemen, Senayan, Kamis (25/3/2021)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - PKS mengusulkan adanya pembatasan masa jabatan ketua umum (ketum) partai politik (parpol) seperti jabatan presiden.

Sebab mengacu pada pembatasan Presiden yang hanya dua periode, seharusnya pembatasan masa jabatan ketua umum parpol juga diberlakukan sama dalam ketentuan perundangan.

"Contohnya presiden jabatan dua periode, tapi ketua umum partai tidak ada pembatasan," kata Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera dari Fraksi PKS dalam Dialektika Demokrasi bertajuk 'Konsolidasi Demokrasi dan Hukum Berkeadilan' di Komplek Parlemen, Senayan, Kamis (25/3/2021).

Dia meyakini revisi UU ini akan menjadi sebuah proses reformasi di internal partai politik di Indonesia.

"Itu sesuatu yang bagus, karena sekarang ini partai politik itu sumber utama rekrutmen kepemimpinan. Tapi kalau tidak ada reformasi di partai politik susah," ujarnya.

Mardani mengatakan pembatasan masa jabatan presiden jelas diatur dalam konstitusi. Sedangkan masa jabatan ketua umum parpol tidak diatur UU sehingga tidak ada proses regenerasi.

Lebih jauh, Ketua DPP PKS ini mengatakan tidak elok apabila jabatan sebagai ketua umum di internal parpol berlangsung lama. Padahal, partai politik mempunyai posisi dan peranan sangat penting dalam setiap sistem demokrasi.

"Karena makin lama tidak ada pembatasan, terjadilah partai yang tidak melayani, sibuk ke atas, itu buruk. Demokrasi, tanggung jawab kita bersama," tandasnya.

Sedangkan Anggota DPR Anwar Hafid dari Fraksi Partai Demokrat mempertanyakan tidak berjalannya proses demokrasi karena dikungkung oleh politik kekuasaan.

Ia mencontoh usul revisi UU Pemilu yang ditolak, padahal Pemilu serentak 2019 jelas mengakibatkan 800 an penyelenggara pemilu meninggal akibat kelelahan.

Belum lagi problem sekitar 172 kepala daerah yang akan dijabat oleh pelaksana tugas (Plt) karena ditolaknya pembahasan revisi UU Pemilu. "Itulah yang mengkhawatirkan," kata Anwar.

Sementara itu, Pengamat Geopolitik dari Global Future Institute (GFI)., Hendrajit mengatakan kesalahan demokrasi pasca reformasi adalah tidak menjadikan geopolitik menjadi dasar untuk membangun strategi politik nasional.

Sehingga kebijakan, produk hukum dan UU yang dibuat tidak nyambung dengan rakyat. Karena itu, demokrasi kita harus ditata ulang, direkonstruksi.

"Ironi demokrasi pasca reformasi semua bisa terjadi seperti KLB Demokrat di Sibolangit, 7 menit juga beres. Hanya saja Demokrat seharusnya tak berkeluh-kesah tapi introspeksi ke dalam, apakah sistem yang berjalan ini sudah benar atau tidak?" ujar Hendrajit

Jadi momentum
Dalam kesempatan itu, Hendrajit menyinggung mengenai wacana masa jabatan Presiden menjadi tiga periode merupakan sebuah momentum untuk membuka kotak Pandora.

Momentum itu, sambung dia, untuk kembali pada semangat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang asli.

"Dalam konteks wacana tiga periode sebenarnya kotak Pandora untuk kita arahkan bukan amandemen kelima tetapi kembali UUD 1945 asli 18 Agustus yaitu Orde Proklamasi," kata Hendrajit.

Ia menekankan, keinginan untuk kembali ke UUD 1945 yang asli 18 Agustus 1945 bukan hanya sekedar membangkitkan romantikanya saja.

"Bukan hanya sekedar romantika kembali ke era orde baru atau era Soekarno, tapi harus ditempatkan kepada spirit dari UUD 1945 asli 18 Agustus," ujarnya.

Masih dikatakan pengamat geopolitik ini, bila kembali ke UUD 1945 yang asli, maka kecemasan soal rasionalitas dikalahkan suara terbanyak tidak akan terjadi lagi.

Pasalnya, sambung dia, kembalinya semangat orde Proklamasi, sama saja dengan membangkitkan kembali semangat utusan golongan dan daerah.

Oleh karena itu, kata Hendrajit, wacana masa jabatan tiga periode harus menjadi momentum bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi, bukan hanya menjadi penonton seperti sekarang ini.

Editor: Surya