Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Optimalisasi Literasi Tangkal Disinformasi Vaksinasi
Oleh : Opini
Rabu | 24-03-2021 | 09:08 WIB
A-VAKSINASI.jpg Honda-Batam
Ilustrasi vaksinasi. (Foto: Tempo.co)

Oleh Putu Prawira

HOAX dan info demi seputar penanganan Covid-19 menjadi ancaman yang tidak dapat diremehkan karena dapat menghambat penanganan wabah tersebut. Masyarakat pun diminta untuk mewaspadai hoaks dan disinformasi dengan mengoptimalkan literasi publik.

Di medsos seperti Facebook, rupanya sempat beredar kabar mengenai uji coba vaksin dari China, dimana dalam postingannya memuat narasi bahwa Indonesia hanya menjadi kelinci percobaan vaksin Covid-19 yang didatangkan dari Tiongkok tersebut.

Tim Kementerian Komunikasi dan Informatika juga telah menelusuri kabar tersebut, rupanya unggahan di status tersebut adalah salah. Karena ternyata ada beberapa negara lain yang melakukan vaksinasi dengan vaksin Sinovac asal China, seperti Bangladesh, Turki dan Brazil.

Selain itu, klaim yang menyebut bahwa China tidak menguji ciba vaksin di negaranya sendiri adalah salah. Passalnya pada fase awal dan fase kedua uji klinis dilakukan di China dan menggunakan sukarelawan di sana.

Disinformasi sendiri memiliki arti, yaitu suatu informasi yang dengan sengaja dirancang untuk menyebabkan kerugian.

Dari berita terkait disinformasi vaksin yang telah dituliskan diatas, tentu saja memiliki tujuan untuk merugikan bangsa Indonesia, alias berita tersebut bertujuan untuk menyebarkan virus-virus keraguan masyarakat akan adanya program vaksinasi yang ada di Indonesia. Padahal vaksinasi merupakan salah satu ikhtiar bagi Indonesia untuk mencapai kekebalan kelompok alias herd immunity.

Disinformasi akan semakin berbahaya jika penerima informasi yang salah tersebut secara sengaja menyabarkannya di berbagai akun sosmednya, seperti facebook ataupun grup WhatsApp.

Tentu saja kita pasti sering mendapatkan broadcast tentang berita yang tidak jelas sumbernya, biasanya berita tersebut akan disebarkan di grup-grup percakapan. Sehingga perlu akan adanya literasi digital guna menangkal hoax termasuk disinformasi tentang berita apapun yang kita terima.

Kita juga tidak bisa menampik bahwa teknologi kian berkembang dan mendominasi dunia untuk beragam sektor, termasuk juga bisnis. Sehingga literasi digital sangat diperlukan untuk era saat ini karena perangkat gawai telah banyak digunakan hampir di semua kalangan.

Istilah Literasi tentu merujuk pada pengetahuan dan keterampilan dalam bidang tertentu. Jadi, pengertian literasi digital adalah kemampuan dan wawasan seseorang dalam aspek pemanfaatan teknologi digital, alat komunikasi, membuat dan mengevaluasi informasi dengan sehat dan cermat serta patuh kepada hukum dalam kehidupan.

Sehingga Literasi digital memiliki tujuan agar masyarakat dapat menggunakan teknologi dengan maksimal tetapi bertanggungjawab penuh atas hal yang dilakukannya.

Negara Indonesia dengan populasi penduduk yang besar tentu dihadapkan dengan tantangan untuk menguasai kemampuan digital sebagai salah satu syarat kecakapan hidup di abad 21 melalui pendidikan yang terintegrasi di seluruh masyarakat.

Salah satu pokok kemampuan dalam literasi digital adalah daya pikir dalam menganalisis dan menilai konten. Aspek ini tentu saja sangat diperlukan saat pandemi, dimana hoax tentang kesehatan merupakan salah satu masalah yang pelik, dimana hoax bisa muncul dan menyebar dengan demikian cepat.

Sebelumnya juga sempat ada kampanye #stopdikamu, kampanye ini adalah gerakan untuk tidak menyebarkan berita yang tidak jelas sumbernya dan cenderung provokatif. Gerakan sederhana dengan mengontrol jempol kita tentu saja menjadi salah satu jurus yang bisa digunakan dalam rangka menangkal hoax.

Awal tahun 2021 merupakan momentum dimana program vaksinasi oleh pemerintah diserang dengan banyaknya berita hoax.

Disinformasi tentang vaksin tentu saja menambah keresahan masyarakat, selain hoax terkait dijadikannya Indonesia sebagai kelinci percobaan vaksin, ada pula hoax yang mengatakan bahwa vaksin Sinovac memiliki kandungan sel vero, padahal berita tersebut tidak benar.

Selain itu adapula pemberitaan yang tidak masuk akal, seperti adanya kandungan boraks dan formalin yang berada di dalam kandungan vaksin. Padahal dalam proses produksinya, vaksin Sinovac menggunakan metode inactivated untuk mematikan virus sehingga vaksin tersebut tidak mengandung virus hidup atau yang dilemahkan.

Pemahaman terkait literasi digital adalah hal yang penting dikuasai, apalagi saat ini kita hidup di era informasi yang mengejar pembaca, bukan pembaca yang mencari dan menggali informasi. Konkritnya jika ada berita yang terkesan provokatif langkah sederhana yang bisa kita lakukan adalah skeptis, abaikan dan jangan disebarkan.*

Penulis adalah warganet tinggal Tangerang