Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perpres Pertahanan Negara Menuai Apresiasi
Oleh : Opini
Kamis | 28-01-2021 | 15:04 WIB
A-ILUSTRASI-TENTARA-CADANGAN.jpg Honda-Batam
Ilustrasi tentara cadangan. (Foto; Ist)

Oleh Putu Prawira

PRESIDEN Jokowi meresmikan Perpres mengenai pertahanan negara. Dalam peraturan baru itu, disebutkan komponen cadangan TNI alias masyarakat sipil bisa mendaftar jadi tentara cadangan. Perpers terbaru ini diharap membuat pertahanan negara jadi lebih kuat dan solid, untuk menghadapi tekanan dari luar maupun dalam.

Beberapa tahun ini, Indonesia diguncang peristiwa yang hampir merusak kedaulatan negara. Mulai dari terorisme, separatisme, hingga radikalisme. Sebagai penjaga pertahanan negara, maka TNI bergerak cepat untuk mengamankan masyarakat dan menegakkan kedaulatan. Personel TNI baik darat, laut, maupun udara bekerja keras demi keamanan Indonesia dan menjauhkan negara dari ancaman teroris.

Untuk mendukung kinerja TNI, maka Presiden Jokowi meresmikan Perpres nomor 3 tahun 2021. Perpres yang baru dikeluarkan, karena peraturan lama, yakni Perpres nomor 97 tahun 2014, sudah tidak relevan dengan zaman sekarang. Sehingga harus di-update dan mengikuti perkembangan terkini.

Dalam Prepres ini, pada pasal 1, disebutkan bahwa pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Dalam artian, tiap gangguan terhadap keutuhan NKRI harus dipertahankan oleh aparat yang berwenang.

Untuk mendukung kinerja TNI sebagai ujung tombak pertahanan negara, maka pada Perpres nomor 3 tahun 2021, pasal 48, memaparkan tentang komponen cadangan. Komponen cadangan bukan alutista atau pesawat tempur terbaru. Namun komponen cadangan adalah sumber daya alam, sumber daya buatan, dan warga negara.

Perpres ini spontan membuat masyarakat kaget. Karena mereka mengira akan ada peraturan untuk wajib militer, seperti yang dilakukan di Korea Selatan dan beberapa negara lain. Namun komponen cadangan bukanlah wamil. Karena ia merupakan kumpulan warga negara yang diseleksi dan dilatih, sehingga kemampuan fisik dan mentalnya setara dengan anggota TNI.

Komponen cadangan warga negara bukan orang sembarangan. Karena tetap melalui seleksi yang ketat. Seleksinya terdiri dari uji kesehatan, pengetahuan, kemampuan, dan sikap calon. Jadi dipastikan ia tak hanya kuat secara fisik, namun punya kemampuan intelektual yang tinggi. Juga punya EQ dan SQ yang mumpuni.

Setelah lolos seleksi, maka komponen cadangan diberi pelatihan militer selama 3 bulan. Pelatihan ini dilakukan di lembaga pendidikan di lingkungan TNI. Mereka tak perlu takut kelaparan, karena makan dan minum ditanggung oleh negara. Masih pula mendapat uang saku, perlengkapan perseorangan, perawatan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan kematian.

Setelah pelatihan, maka komponen cadangan dinyatakan lulus dan dibagi menjadi 3: matra laut, udara, dan darat. Pembagian ini sama seperti pada TNI. Mereka akan dipanggil oleh Kementrian yang membutuhkan, dan siap sedia membela negara. Juga amat bangga karena tenaga dan pemikirannya dibutuhkan oleh NKRI.

Masyarakat mendukung penuh dibentuknya komponen cadangan di Indonesia. Penyebabnya karena bisa jadi ada anak-anak muda yang tidak lulus tes TNI, misalnya tinggi badannya kurang. Ia bisa masuk ke komponen cadangan dan mewujudkan cita-citanya untuk membela negara sampai titik darah penghabisan.

Komponen cadangan adalah ide yang brilian, karena para pemuda bisa mendapatkan pelatihan ala militer dan diberi ilmu, tak hanya secara fisik tapi juga mental. Dengan menjadi anggota, maka rasa nasionalisme akan meningkat. Karena mereka menyadari bahwa keutuhan dan keamanan negara adalah nomor satu.

Pembentukan komponen cadangan merupakan keputusan yang agak mengejutkan. Namun masyarakat mendukungnya karena komponen cadangan amat dibutuhkan pada kementrian yang terkait. Mereka juga diajari untuk membela negara dan mempertahankan kedaulatan NKRI. Sehingga menjadi WNI yang cinta tanah air dan anti radikalisme.*

Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini Jakarta