Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

ESAI AKHIR ZAMAN MUCHID ALBINTANI

Kursi Peramal
Oleh : DR Muchid Albintani
Senin | 18-01-2021 | 14:04 WIB
A-HANG-MUCHID16.png Honda-Batam
DR Muchid Albintani. (Foto: Ist)

Oleh DR Muchid Albintani

KURSI, nama itu disebut. Nama ini dapat dimaknai secara ganda. Kekuasaan dan tempat duduk. Nama ini menjadi penting belakangan ini jika dihubungkan dengan sebuah profesi.

Apa itu? Sudah banyak diperkatakan untuk tidak menyebut dipersangkakan, profesi super aman (jika diklaim sebagai profesi) adalah peramal. Mengapa? Ada dua alasan utamanya di sampaing banyak yang lain.

Pertama, tidak ada istilah gagal. Kalau gagal, namanya juga ramalan. Kedua, jika benar, namanya kebetulan. Menjadi heboh oleh karena ada yang mengungkap untuk kemudian dihubungkan dengan 'kejadian' yang telah diramalkan khususnya sebagai peristiwa rutin. Misalnya, gunung meletus. Jadi sederhana.

Mengapa kebetulan? Jawabnya sederhana, semua orang dapat menjadi (berprofesi peramal). Khususnya peramal (meramal) kematian. Semua orang dapat meramal kematian. Manusia diramalkan pasti akan mati.

Kapan? Kapannya, tergantung caranya yang beragam: di antaraya yang paling umum adalah karena sebab sakit, kecelakaan, bencana alam dan lain sebagainya. Oleh karena itu, mati tidak ada yang kebetulan melainkan kepastian. Hanya waktu dan caranya yang selalu tidak pernah dapat 'diramalkan'!??

Belakangan ini, kalau dikatakan menggelikan, yang disentuh mana. Begitu pun jika dikatakan gatal, terpaksa ditahan untuk tidak menggaruk-garuknya. Mengapa? Di sinilah posisi masalahannya bermula.

Bagi seorang yang berprofesi Peramal selalu saja bersifat tidak fair. Seorang Peramal selalu bersifat ego. Mengapa? Peramal sepanjang sejarah tidak pernah atau boleh dikatakan tidak pernah mau meramal dirinya sendiri. Sederhananya, mampukah seorang Peramal melakukan ramalan terhadap dirinya sendiri?

Dalam hubungannya dengan ramalan ini, esai akhir zaman berupaya menelaah-cermati, tidak untuk meramal, melainkan objek penting yang selalu aktual untuk menjadi kajian dalam studi eskatologi ke-nubuhwwah-an (ilmu yang berhubungan dengan hari akhir atau kiamat). Tanda penting yang selalu menjelang hari akhir (kiamat) objek kajian adalah kedatangan, keberadaan dan kehadiran 'makhluq yang bernama Dajjal'.

BACA JUGA: Gelombang Ultra-Sadar

Klid-klindan yang selalu menjadi objek para ustadz terkait Dajjal ini yang masih silang pendapat berwujud dalam (1) Kapan kemunculannya (waktu kepastian muncul). (2) Wujud dari Dajjal.

Esensi esai ini adalah menolak perwujudan kedua hal tersebut, baik kapan dan wujudnya. Esai ini berpandangan bahwa Dajjal tidak berwujud, dan tidak akan muncul. Keduanya tentu saja dianggap ramalan. Dalam hubungan ini jika pun Dajjal adalah wujud (datang) pada masa nanti?! Ia adalah Dajjal baru.

Dajjal baru adalah sebuah upaya memahami 'keberadaan' terkait 'ke-dajall-an [segala sesuatu yang berhubungan dengan 'ke-palsu-an]'. Penyelamat palsu, misalnya. Secara sederhana dalam banyak pengertian tentang Dajjal, 'kepalsuan' jarang dijadikan makna utama yang umum disampaikan.

Selama ini yang umum dipahami jika Dajjal dan akhir zaman, keduanya, terintegrasi, sepaket, tak dapat dipisahkan. Ikhwal akhir zaman: mengapa perlu diupayakan memahami Dajjal versi baru: 'Dajjal Baru'? Jawaban sederhanaya: karena Dajjal keberadaan hanyalah 'ramalan.'

Lalu pertanyaannya: apakah semua orang yang mengkaji, meneliti, menjelaskan, menulis dan menjadikan bahan ceramah adalah seorang peramal? Dalam konteks ini tentu jawabannya sangat berbeda hanyka jika Dajjal dihubungkan dengan datangnya hari akhir atau kiamat.

Yang menjadi permasalahan sekaligus pertanyaannya adalah: mengapa selama ini ketika banyak orang membicarakan bahkan memposting ihwal Dajjal belum ada yang berupaya melaporkannnya?

Apakah karena Dajjal tidak ada hubugan dengan sebuah 'Kursi', walaupun berhubungan dengan Peramal? Ternyata seorang Peramal tidak atau belum dapat meramal jika objek ramalannya bakal dilaporkan!?

Wallahualam.***

Muchid Albintani adalah Associate Professor pada Program Studi Magister Ilmu Politik, Program Pascasarjana, FISIP, Universitas Riau, Pekanbaru.