Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Efektivitas Pencegahan Corona dengan PSBB Jawa-Bali
Oleh : Opini
Senin | 11-01-2021 | 15:20 WIB
A-PSBB-JAWA-BALI.jpg Honda-Batam
Ilustrasi PSBB Jawa-Bali. (Foto: Kompas.com)

Oleh Timotius Gobay

DAERAH Jawa dan Bali akan kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berkala Besar (PSBB). Masyarakat diminta untuk rela menjalaninya, karena hal ini sangat efektif dalam menekan laju penularan corona. Karena mobilitas banyak orang dibatasi, sehingga terjadi physical distancing dan otomatis mengurangi penyebaran virus covid-19.

Awal tahun 2021, pemerintah memberlakukan PSBB lagi di Pulau Jawa dan Bali, mulai 11 januari. Menko Perekonomian sekaligus ketua Komite Penanganan Covid-19, Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa pembatasan ini dilakukan selama 2 minggu. Gunanya agar mencegah penularan virus corona, dan semoga setelah PSBB pandemi bisa lekas berakhir.

Masyarakat yang kena PSBB diharap bekerja sama dengan pemerintah dan tim satgas covid. Mereka dibatasi saat bepergian ke luar rumah, dan wajb pakai masker. Sementara anak-anak tetap belajar di rumah, dan orang tuanya boleh work from home meski hanya 75% dari jatah masuk kerja.

Sementara itu, pusat perbelanjaan maksimal buka pukul 7 malam. Jam buka ini juga berlaku pada pula tempat keramaian lainnya seperti restoran atau cafe. Mereka juga hanya boleh menampung 25% pengunjung. Juga harus memenuhi protokol kesehatan seperti semua pengunjung dan karyawan pakai masker, menjaga jarak, dan disediakan tempat cuci tangan.

PSBB yang dilakukan lagi, khusus di 2 pulau ini, tidak usah membuat masyarakat kecewa. Karena tujuan dari pembatasan adalah menekan penularan corona. Dari data tim satgas Covid-19 per 6 januari 2021, ada lebih dari 10.000 pasien covid yang baru. Angka ini tentu mengerikan, dan PSBB adalah cara untuk mengendalikan naiknya angka infeksi virus covid-19.

Naiknya jumlah pasien corona sebenarnya sudah diprediksi oleh para ahli epidemi. Karena pada desember lalu, ada libur panjang akhir tahun. Meki durasinya dipersingkat oleh pemerintah, namun tetap saja ada yang bandel dan traveling ke luar kota. Bahkan mereka rela melakukan tes swab ketika akan mengunjungi Pulau Dewata, padahal termasuk mahal.

Kenakalan sebagian masyarakat ini membuat para tenaga medis pusing. Karena Rumah Sakit yang menangani corona selalu penuh oleh pasien. Bahkan di salah satu RS besar di kota Malang, ruang lobby jadi kamar pasien sementara, saking membludaknya orang yang terangkit oleh virus covid-19.

PSBB diharap bisa menekan jumlah pasien hingga 20%. Karena menurut Ketua Tim Satgas Covid Doni Monardo, saat mobilitas masyarakat dibatasi pada september 2020 lalu, terjadi penurunan jumlah pasien hingga seperlimanya. Pembatasan di Bali dilakukan, karena di Denpasar dan Badung tetap jadi daerah zona merah.

Sementara di DKI Jakarta, juga masih berstatus zona merah. Bahkan Gubernurnya, Anies Baswedan, juga terjangkit corona. Ia harus melakukan isolasi mandiri selama sebulan, dan bekerja memimpin ibukota secara online. Jika masyarakat Jakarta taat aturan, maka bisa berkaca dari sakitnya sang gubernur ini, karena saat dilanda virus tentu rasanya sangat tidak enak.

Bayangkan jika Anda ngotot keluar saat jam malam dan melanggar PSBB. Selain beresiko ditangkap oleh Satpol PP dan harus bayar denda, maka juga bisa berpotensi kena corona. Karena virus ini bisa menyebar lewat udara yang kotor dan pengap. Jika sudah sakit maka penciuman hilang, napas sesak, tubuh lemas, dan tidak mampu berpikir jernih (delirium). Maukah Anda seperti ini?

Jangan marah ketika ada PSBB di Jawa dan Bali, karena hal ini sebagai bukti, bahwa pemerintah sangat sayang pada rakyatnya. Mobilitas dibatasi dan ada jam malam, demi alasan yang logis, agar tidak ada penularan corona yang membludak. Kita tentu ingin pandemi segera berakhir dan hidup normal lagi, sehingga wajib menaati program PSBB ini.*

Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal Gorontalo