Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mari Bijak Menyikapi Kasus Pelecehan Agama di Prancis
Oleh : Opini
Senin | 02-11-2020 | 14:52 WIB
A-JOKOWI-KECAM-MACRON.jpg Honda-Batam
Presiden Joko Widodo mengecam pernyataan Presiden Prancis Macron. (Foto: Kompas TV)

Oleh Khairunnisa

KASUS Presiden Prancis yang melakukan hate speech terhadap umat Islam hendaknya kita sikapi dengan bijaksana. Jangan balas kejahatan dengan kejahatan, apalagi memboikot barang bermerek dari negara tersebut. Ingatlah bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin, sehingga umat muslim wajib menunjukkan sisi positifnya.

Kasus teror yang disusul pernyataan kontroversial Presiden Prancis Emmanuel Macron telah memicu gejolak di seluruh dunia. Menyikapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan sikap tegasnya dalam merespon pernyataan Presiden Macron yang dinilai menghina umat Islam.

Menurut Presiden Jokowi, pernyataan Macron dapat memecah belah persatuan antar-umat beragama di dunia. Padahal, saat ini dunia memerlukan persatuan untuk menghadapi pandemi Covid-19.

Sebagai umat muslim, apakah kita harus emosi lalu berbalik menyerang Prancis dalam bentuk boikot dan serangan lisan? Jika ada kejahatan apakah harus dibalas dengan kejahatan juga? Padahal ketika semua orang menghujat Presiden Macron, maka yang terlihat adalah muslim yang identik dengan kekerasan verbal. Sehingga malah mencoreng muka sendiri.

Seharusnya kita memperlihatkan kepada warga Prancis dan dunia bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin alias rahmat bagi semua orang. Islam memberi kesejukan tak hanya bagi umat muslim, tapi juga non muslim. Karena mereka tidak membaca al quran, namun membaca sikap kita sehari-hari. Sehingga yang harus diperlihatkan adalah akhlaq yang baik.

Islam juga melarang pembunuhan karena emosi semata. Dalam hadis riwayat Bukhari disebutkan bahwa seorang mukmin tetap berada dalam keleluasaan agamanya, selama ia tidak menumpahkan darah secara hak. Jika ada pembunuhan maka sama saja menunjukkan sisi negatif umat islam.

Janganlah mudah melukai orang lain dan main hakim sendiri. Namun selesaikan dengan baik, misalnya melalui pengadilan. Ingatlah sebagai warga negara juga terikat hukum negara, sehingga wajib taat peraturan dan tak boleh melakukan kekerasan secara semena-mena.

Ketika berita tentang Presiden Prancis yang seakan mengajak bermusuhan dengan kaum muslim, maka jangan balas dengan serangan. Karena sama saja akan terjadi perang tak berkesudahan. Sayangnya di Indonesia dan negara lain malah ada aksi memboikot produk yang berasal dari Prancis, termasuk perusahaan dan supermarketnya.

Di Indonesia, orang-orang mulai menyerukan boikot dan berhenti menggunakan produk kosmetik, sepatu, dan air mineral yang berasal dari Prancis. Bahkan ada pesohor yang langsung membuang semua dompet dan tas mewah asli Prancis, dari lemarinya. Para pegawai yang bekerja di supermarket dan perusahaan yang bersaham orang Prancis juga ikut dhujat.

Hal ini sangat menyedihkan. Karena kebanyakan produk itu malah dibuat di Indonesia sehingga berpengaruh terhadap kehidupan para pekerjanya. Jika ada boikot maka penjualan bisa menurun sehingga para pegawai bisa terancam PHK. Jika sudah begini, maka sama saja dengan merugikan sesama warga negara Indonesia.

Apalagi di antara perusahaan Prancis tersebut, ada yang sebenarnya didirikan oleh orang Indonesia. Perusahaan air mineral itu lalu dibeli sahamnya oleh pengusaha Prancis dan diedarkan secara global.

Jangan lupakan sejarahnya, dan jika ada pemboikotan terhadap merek air mineral itu, maka sama saja merugikan pendirinya.

Jika terus ada pemboikotan, bagaimana bisa menunjukkan islam yang rahmatan lil alamin? Ingatlah akhlaq Nabi Muhammad SAW yang sangat lembut, bahkan kepada non muslim yang terus menghinanya.

Beliau tidak marah, malah setiap hari datang dan menyuapi pria tua yang buta tersebut. Barulah ketika Nabi tiada, sahabat memberi tahu kepada si buta bahwa yang mengurusnya selama ini adalah Nabi Muhammad sendiri.

Sebagai umat Islam, jangan malah bersikap radikal. Justru kita harus menunjukkan wajah muslim yang santun dan sabar. Jangan malah emosi, balas dendam, dan main hakim sendiri.

Jika terus ada pemboikotan dan perang dagang, bagaimana bisa ada ketenangan di dunia? Berhentilah dan sikapi kasus di Prancis dengan bijaksana.*

Penulis adalah pengamat hubungan internasional