Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Merawat Profesionalisme dengan Mematuhi Etika Profesi
Oleh : Opini
Jumat | 30-10-2020 | 08:04 WIB
ADIL.jpg Honda-Batam
Mahasiswa Universitas Malang, Adil Abdul Hakim. (Foto: Ist)

Oleh Adil Abdul Hakim

AGUSTUS 2018 lalu, terjadi kasus pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan oleh seorang Software Engineer. Kasus tersebut adalah tindak kecurangan penyelenggaraan Flash Sale Spesial 9 Tokopedia yang dilakukan oleh sejumlah karyawan Tokopedia sendiri.

Mereka menggunakan metode fraud, agar konsumen tak bisa memperoleh barang yang dijual murah selama program berlangsung. Akibatnya, konsumen Tokopedia yang terlibat dalam kegiatan Flash Sale tidak bisa membeli produk-produk murah itu.

Diduga, mereka menggunakan modus kecurangan dengan cara membuat banyak akun anonim. Tujuannya, agar akses mereka lebih cepat daripada konsumen lain. Tindakan curang ini diduga dilakukan para karyawan Tokopedia berkolaborasi-kelindan dengan seorang Software Engineer.

Akibat seorang Software Engineer itu melanggar kode etik profesinya, maka ribuan bahkan jutaan konsumen Tokopedia dirugikan. Tidak hanya itu, Tokopedia sendiri juga dirugikan nama baiknya.

Menanggapi kasus yang heboh tahun 2018 lalu itu, ahli digital forensik, Ruby Alamsyah menganalisis, setidaknya ada dua metode yang dapat digunakan untuk melakukan fraud saat flash sale berlangsung.

Kemungkinan pertama, Ruby menduga pelaku membuat banyak akun anonim atau mendesain agar aksesnya lebih cepat daripada konsumen yang lain. Itu bisa diatur-atur. Logikanya mereka bisa lebih cepat ke server, sehingga sangat memungkinkan untuk akun-akun anonim ini mengakses flash sale daripada konsumen.

Kemungkinan kedua, pelaku diduga membuat access list menuju IP addres yang dikehendaki. Access list ini memungkinkan hanya akun dengan server tertentu yang bisa menembus sistem Tokopedia, sedangkan IP para konsumen lain yang tidak tercantum pada daftar akan terblokir. Dengan dalih sistem yang ramai sekali, maka akan terkesan wajar apabila orang susah mengaksesnya. Padahal memang hanya kalangan tertentu saja yang bisa mengakses.

Belajar dari kasus di atas, dalam melaksanakan kegiatannya, seorang Software Engineer memang harus patuh pada kode etik profesinya sebagai insan IT. Karena menjadi seorang Software Engineer tidak hanya melulu tentang coding atau sistem program saja. Tapi juga harus mampu memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar.

Mengapa harus patuh pada kode etik atau etika profesi sih?

Karena etika profesional atau kode etik profesi adalah acuan perilaku yang harus dipatuhi oleh seorang profesional. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan "self-control". Karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok profesi itu sendiri.

Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para profesionalnya ada kesadaran kuat untuk mengindahkan kode etiknya. Ini berlaku untuk semua profesi, termasuk para insan IT.

Etika profesi pada hakikatnya adalah kesanggupan untuk secara seksama berupaya memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dengan kesungguhan, kecermatan dan keseksamaan mengupayakan pengerahan keahlian dan kemahiran berkeilmuan dalam rangka pelaksanaan kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para warga masyarakat yang membutuhkannya.

Diantara lembaga yang mengerluarkan kode etik bagi insan IT itu adalah organisasi internasional perkumpulan para profesional komputasi yakni Association for Computing Machinery (ACM).

Tujuan etika profesi yang dikeluarkan oleh ACM itu adalah agar seorang Software Engineer mempertimbangkan apakah hasil karya mereka itu menghargai keberagaman, digunakan dengan cara yang bertanggung jawab secara sosial, memenuhi kebutuhan sosial, dan dapat diakses secara luas.

Kemudian, kode etik itu juga dimaksudkan untuk menghindari bahaya dan meminimalkan kemungkinan merugikan orang lain secara tidak langsung atau tidak sengaja. Contohnya, anda seorang Software Engineer yang membuat sistem, maka harus mengetahui dan melaporkan resiko-resiko apa saja yang dapat menyebabkan kehilangan informasi atau sumber daya, dan itu berbahaya untuk pengguna, masyarakat, atau pekerja. Untuk itu Software Engineer wajib mengetahui langkah-langkah menangani resiko tersebut sesuai dengan standar yang ada.

Selanjutnya, kode etik yang dikeluarkan oleh ACM adalah itu adakah jujur dan terpercaya. Seorang Software Engineer harus transparan dalam memberikan pengungkapan penuh tentang semua kemampuan sistem terkait, keterbatasan sistem, dan potensi masalah kepada pihak yang tepat.

Software Engineer tidak diperkenankan untuk memalsukan data, menawarkan data tanpa sepengetahuan pihak yang terkait. Para Software Engineer harus jujur tentang kualifikasi mereka, dan tentang segala keterbatasan dalam kompetensi mereka untuk menyelesaikan tugas.

Bersikap adil dalam mengambil tindakan dan tidak melakukan diskriminasi. Seorang Software Engineer juga harus menjunjung tinggi nilai-nilai SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan), kesetaraan, toleransi, rasa hormat terhadap orang lain, dan keadilan agar di setiap proses pengambilan keputusan kompleks sekalipun Software Engineer tetap dapat menyediakan jalan untuk memperbaiki keluhan dari pihak terkait.

Beberapa point kode etik tersebut di atas akan menjadi tidak bermakna apa-apa, kalau tidak dipatuhi dan diindahkan. Untuk itu, dalam sebuah organisasi profesi biasanya ada kelompok orang yang dipercaya duduk di posisi Dewan Kehormatan. Posisi inilah yang bertanggung jawab memastikan kode etik profesi mereka dipatuhi dan dijalankan oleh semua anggota profesinya.

Tanpa itu, maka kepercayaan publik pada profesi apa pun akan merosot lalu hilang. Maka, tidak ada cara lain untuk merawat profesionalisme itu kecuali dengan mematuhi kode etik.*

Penulis adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang