Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Setneg Tegaskan Reydonnyzar Moenek Tetap sebagai Sekjen DPD RI
Oleh : Irawan
Kamis | 24-09-2020 | 08:20 WIB
dpd_donny_monek0020101.jpg Honda-Batam
Sekjen DPD RI Reydonnyzar Moenek (Foto: DPD RI)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menjelaskan aturan tentang pemberhentian dari jabatan pimpinan tinggi madya dan pengangkatan dalam jabatan fungsional ahli utama. Penjelasan ini berkaitan dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 39 Tahun 2020 terkait pencopotan Sekjen DPD RI Reydonnyzar Moenek.

Adalah Plt Deputi Bidang Administrasi Aparatur, Setya Utama, yang menjelaskannya, dalam cuplikan wawancara dengan Asisten Deputi Bidang Hubungan Masyarakat, Eddy Cahyono Sugiharto, yang dirilis di situs Kemensetneg, Rabu (23/9/2020).

Awalnya Setya menjelaskan tentang aturan pengangkatan pejabat pimpinan tinggi madya menjadi pejabat fungsional ahli utama. Menurutnya, pemerintah bebas mengangkat seorang pejabat fungsional ahli utama, tapi pejabat itu harus diberhentikan dari jabatan yang sedang diemban.

"Konsekuensinya, mengingat peraturan pemerintah tersebut mengatur larangan rangkap jabatan, maka yang bersangkutan harus diberhentikan dari jabatan strukturalnya bersamaan dengan pengangkatan yang bersangkutan dalam jabatan fungsional ahli utama," kata Setya.

Lebih lanjut, Setya menyebut pemberhentian jabatan itu sah ketika pejabat itu sudah dilantik. Jika pejabat utama itu sudah dilantik menjadi pejabat dengan tugas baru sebut dia, diharuskan berhenti dari jabatan sebelumnya.

"Seorang pejabat pimpinan tinggi madya diberhentikan dari jabatan strukturalnya terhitung mulai tanggal pelantikan dalam jabatan yang baru. Artinya, pada saat dilantik sebagai pejabat fungsional ahli utama, pada saat itu yang bersangkutan berhenti dari jabatan strukturalnya," ucapnya.

Terkait waktu pelantikan, Setya menjelaskan ada aturan yang menjadi rujukan waktu pelantikan, yakni PP Nomor 11 Tahun 2017 dan peraturan BKN. Dalam peraturan BKN itu, pelantikan paling lambat digelar 30 hari kerja keputusan pengangkatan ditetapkan. Namun, dikecualikan jika penetapan itu ditetapkan oleh presiden.

"Sejak keppres tentang pengangkatannya ditetapkan, tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan pelantikan merupakan kebijakan pimpinan instansi, disesuaikan dengan kebutuhan organisasi di instansi masing-masing, mengingat pelantikan dalam jabatan fungsional ahli utama yang diangkat melalui perpindahan jabatan dari pimpinan tinggi berkonsekuensi terhadap pemberhentian dari jabatan strukturalnya," imbuhnya.

Terkait dengan kasus Moenek, Setya menyoroti aturan Mensesneg Nomor B-143/M.Sesneg/D-3/AP.01/02/2018. Di sana diatur pengangkatan dan pemberhentian dari jabatan fungsional ahli utama, khusus yang memasuki usia 60 tahun harus segera dilantik sebelum yang bersangkutan berusia 60 tahun.

"Dengan demikian, dalam kasus ini, Dr Drs Reydonnyzar Moenek, M.Devt, harus dilantik sebagai analis kebijakan ahli utama sebelum yang bersangkutan berusia 60 tahun. Jadi harus dilakukan paling lambat sebelum 14 November 2020 (Reydonnyzar lahir 14 November 1960)," pungkasnya.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Keppres Nomor 39 Tahun 2020, yang isinya mencopot Reydonnyzar Moenek dari jabatan Sekjen DPD. Namun, hingga kini, Reydonnyzar masih menduduki jabatan itu.

Dalam kepres itu disebutkan Moenek dicopot dari Sekjen DPD dan diangkat menjadi Analisis Kebijakan Ahli Utama pada Setjen DPD. Surat itu ditandatangani Jokowi pada 6 Mei 2020.

Pencopotan ini menjadi polemik, karena selama bulan Mei hingga kini semua kebijakan yang dikeluarkan sekjen dan di tanda tangani oleh Donny Moenek baik pengelolaan, anggaran dan sebagainya, termasuk melakukan seleksi calon Sekretaris Jenderal baru pengganti dirinya dianggap cacat hukum dan masuk ke ranah pidana.

Editor: Surya