Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menilik Potensi Investasi Emas di Tengah Pandemi Covid-19
Oleh : Redaksi
Senin | 13-07-2020 | 11:16 WIB
emas141.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Investasi emas kian menggiurkan. Pasalnya, harga emas di tengah penyebaran wabah virus corona terus melambung.

Di pasar global, harga logam mulia tersebut sempat menyentuh US$1.900 per troy ons yang merupakan rekor tertinggi setelah 2011, sebelum akhirnya kembali lagi ke kisaran US$1.800 per troy ons.

Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting Tejasari Assad menilai kenaikan harga emas belakangan ini memang cukup menarik, apalagi bila kekhawatiran terhadap gelombang kedua virus corona atau covid-19 masih ada.

Sebab, investor akan memilih untuk menempatkan dana mereka di instrumen aman (safe haven) seperti emas. Dengan sentimen itu, harga emas pun dipastikan masih akan terjaga dan bahkan bisa kian bersinar.

"Dengan ketakutan terhadap rekor-rekor jumlah kasus baru dan ekonomi yang tidak kunjung pulih, pasar goyang, saham naik turun, dolar AS naik, rupiah dari Rp 13 ribu sekarang Rp 14 ribu lagi, investor lari ke emas dan harganya naik," katanya.

Meski potensi untung terbilang cukup besar, namun Teja mengingatkan investor untuk tak terburu-buru memburu emas. Apalagi, di dalam negeri harganya hampir menembus Rp 1 juta per gram.

Menurutnya harga emas saat ini sudah terlalu tinggi dan kurang tepat untuk dijadikan sarana investasi. Menurut Teja, justru lebih baik masyarakat menunggu harga emas mereda dulu sebelum akhirnya nanti bisa naik lagi ketika ketidakpastian akibat corona menyelimuti perekonomian.

Ia mencontohkan harga pasar saat ini yang dibanderol Rp 937 ribu per gram. Sarannya, tunggulah sampai harga sedikit di bawah Rp 900 ribu per gram. Sebab, ini akan mengacu pada alasan lainnya, yaitu pertimbangan harga jual emas.

Saat ini, dengan harga beli Rp 937 ribu, harga jual emas berada di kisaran Rp 835 ribu per gram. Maka, ada selisih sekitar Rp 100 ribu setelah membeli emas dan ketika ingin menjualnya.

"Kalau sekarang beli emas dengan harga tinggi, justru pas jual tidak bisa dengan harga yang sama. Jadi usahakan beli ketika harga beli lagi turun," katanya.

Teja pun memberi saran, bila masyarakat ingin mencicipi peluang investasi emas, maka bisa dimulai dari emas online.

Emas ini banyak ditawarkan oleh berbagai perusahaan, mulai dari yang resmi seperti Antam dan PT Pegadaian (Persero), sampai yang hanya bekerjasama dengan mereka, misalnya Bareksa dan para e-commerce, seperti Tokopedia dan Bukalapak.

"Menurut saya, kalau mau coba-coba lebih baik dengan emas online ini, sehingga bisa dimulai dari nominal kecil, tidak perlu sampai beli satu gram dulu yang nyaris Rp 1 juta, bisa dari nominal kecil, pelan-pelan ditabung," jelasnya.

Keuntungannya, kata Teja, tidak perlu ada biaya tempat penyimpanan. Bila emas sudah dibutuhkan, baru dicetak dan dikirimkan ke rumah. Bila ingin dijual bisa langsung secara digital tanpa harus pergi ke perusahaan jual beli emas.

Yang tak kalah menguntungkan, pembelian bisa di bawah satu gram. Bahkan, pembelian bisa menggunakan uang kembalian atau cashback dari promo yang kerap diberikan e-commerce.

"Ada di e-commerce yang dapat cashback misal Rp10 ribu, itu bisa dibelikan emas meski nol koma sekian gram, tapi itu bisa tidak berasa, sedikit-sedikit tapi menabung emas," ujarnya.

Sepakat, Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia Andy Nugroho menambahkan fenomena tingginya harga emas saat ini lebih cocok dimanfaatkan dengan pembelian emas online.

Sebab, pembelian yang dicicil sedikit demi sedikit lebih memungkinkan keuntungan di kemudian hari daripada langsung membeli dalam jumlah besar sekarang ini.

"Jadi pelunasan sampai genap sekian gram itu bisa dicicil pelan-pelan, begitu genap dan ingin cetak emas, bisa saja harga sudah lebih tinggi," katanya.

Hanya memang, pembelian emas online mungkin memberi beban psikologis. Sebab, bentuk fisik tidak berada di tangan pembeli, sehingga bisa mempengaruhi minat investasi.

Belum lagi, tekanan ekonomi seperti saat ini sebenarnya bisa menimpa siapa saja, termasuk e-commerce berstatus unicorn sekalipun.

"Minusnya karena tidak pegang fisik, mungkin jadi was-was, padahal colaps itu bisa menyerang perusahaan mana saja, termasuk yang sudah unicorn," pungkasnya.

Editor: Yudha