Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Pastikan Pemberlakuan Pembatasan BBM 1 Juni 2012
Oleh : si
Rabu | 16-05-2012 | 18:35 WIB
Jero_wacik.jpg Honda-Batam

Menteri ESDM Jero Wacik

JAKARTA, batamtoday - Pemerintah memastikan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium akan diberlakukan pada 1 Juni 2012 mendatang. Sebagai penjabaran lima paket kebijakan penghematan BBM yang telah dikeluarkan, pemerintah akan membuat aturan pelaksanaannya.

"Untuk penghematan kami sudah siapkan lima paket kebijakan yang akan kami keluarkan terkait kebijakan penghematan BBM," kata Menteri Energi dam Sumber Daya Mineral Jero Wacik di Jakarta, Rabu (16/5/2012). 

Wacik menjelaskan, begitu diumumkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, maka keputusan sudah mulai berlaku pada tanggal tersebut.

Kebijakan yang pertama, menurut Wacik, adalah melarang seluruh kendaraan dinas pemerintah baik di pusat, daerah, dan sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) maupun daerah (BUMD) menggunakan BBM bersubsidi.

Dia mengemukakan, keputusan menteri akan dikeluarkan terkait pembatasan BBM bersubsidi bagi mobil aset pemerintah itu.

"Pelaksanaannya akan kami awasi bersama. Jadi, kami di pusat akan awasi serta semua sekjen mengawasi, dan itu tentu tidak mudah. Selain itu, bagi anak buah yang menggunakan mobil kantor itu juga harus gunakan premium tidak bersubsidi," ujar Wacik.

Kebijakan kedua, ujarnya, adalah melarang kendaraan pertambangan, dan perkebunan menggunakan BBM bersubsidi untuk kegiatan usaha.

Pemerintah siap memasok BBM nonsubsidi kepada sejumlah perusahaan tambang dan perkebunan yang membutuhkan BBM tambahan.

Kebijakan ketiga, menurut dia yaitu melakukan penghematan di sisi hulu atau listrik.

Wacik telah meminta kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk tidak membangun pembangkit listrik baru yang menggunakan BBM.

Kementerian ESDM juga meminta kepada sejumlah bupati dan gubernur untuk mempermudah perizinan pembangunan pembangkit listrik tenaga alternatif seperti batubara, panas bumi maupun matahari.

"Subsidi listrik tahun ini Rp93 triliun, itu semua digunakan untuk membeli BBM," kata Wacik.

Kebijakan yang keempat, menurut dia, adalah diversifikasi BBM ke bahan bakar gas (BBG) menggunakan alat pengubah (converter) yang akan diimpor pemerintah.

Untuk converter, Wacik menjelaskan, sebagian rencananya akan dibuat di dalam negeri dan kemudian kendaraan umum akan diberikan secara gratis.

"Kemudian mengenai pendirian stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG), kami minta kepada bupati dan gubernur untuk mempermudah pembuatan izin SPBG," kata menteri.

Untuk kebijakan kelima, pemerintah diwajibkan menurunkan jumlah penggunaan listrik dengan mematikan daya pada pukul 17:00.

Wacik juga meminta peran pemerintah daerah untuk ikut mematikan listrik jika sudah tidak diperlukan.

"Kalau ada yang kerja lembur boleh hidupkan, tapi untuk ruangan yang tidak digunakan harus dimatikan. Rumah sejumlah pejabat pemerintah, gubernur dan lainnya juga harus menghemat penggunaan listriknya," kata dia yang menambahkan biaya listrik harus menurun tiap bulan.

Selain lima kebijakan tersebut pemerintah juga akan melakukan pengawasan penyelundupan BBM secara lebih ketat baik di wilayah darat dan laut.

Program pengawasan menurut menteri akan ditegakkan dengan keras bersama kepolisian dan Angkatan Laut serta menindak petugas yang terlibat penyelundupan.

"Penyelundupan banyak terjadi karena BBM kita lebih murah dari negara tetangga," jelas Wacik yang menambahkan pemerintah juga akan mendorong pengembangan mobil "hybrid" serta meminta perusahaan otomotif membuat mobil dengan sistem bahan bakar ganda untuk gas dan BBM.

Pada 2012 pemerintah berdasarkan APBN P menyiapkan stok BBM subsidi sebanyak 40 juta kilo liter, sedangkan pada 2011 penggunaannya melebihi kuota yang seharusnya 40 juta kilo liter menjadi 41,7 kilo liter.

Untuk pertumbuhan mobil pada 2012 Wacik memperkirakan sebesar 940.000, dan pada 2011 hanya 800.000, serta pertambahan motor pada 2012 diperkirakan sebanyak 8 juta unit, sedangkan pada 2011 sebanyak 7 juta.