Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Selain Perizinan, Kewajiban Lain Penambang Bauksit di Lingga Juga Disorot Publik
Oleh : Harjo
Kamis | 28-05-2020 | 18:20 WIB
kapal-bauksit.jpg Honda-Batam
Kapal yang membawa biji bauksit dari Lingga ke luar negeri. (Ist)

BATAMTODAY.COM, Bintan - Aktivitas tambang bauksit di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri yang dilakukan PT Telaga Bintan Jaya (TBJ) tetap mendapat sorotan publik.

Meski PT TBJ mengklaim sudah mengantongi izin sesuai ketentuan, sorotan publik tertuju pada kewajiban lain yang harus dipenuhi perusahaan tersebut.

Sebut saja mengenai sejumlah persyaratan yang diamanatkan dalam PP nomor 1 tahun 2017. Di mana, perusahaan tambang harus mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) jika ingin mengekspor dalam bentuk konsentrat mineral.

IUPK berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang, maksimal sebanyak dua kali. Dengan adanya IUPK ini, perusahaan tambang juga ternyata wajib membangun fasilitas pemurnian (smelter).

"Sampai sekarang sesuai informasi di masyarakat tetap pembangunan smelter sebatas 20%, berarti hanya pematangan lahan. Penambangan sampai kapan? Jangan sampai izin aktivitas penambangan habis, smelter tidak terbangaun dengan alasan sudah habis anggaran. Jangan sampai lahan untuk pembangunan smelter hanya modus untuk melancarkan pertambangan sesaat saja," ungkap Tokoh masyarakat Bintan, Andi Masdar Paranrengi kepada BATAMTODAY.COM di Bintan, Kamis (28/5/2020).

Andi Masdar menegaskan, apa yang disampaikannya, sesuai dengan informasi dari warga Kabupaten Lingga. Di mana, masalah penambangan yang dilakukan PT TBJ, walau mengaku sudah melakukan penambangan sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Akan tetapi, apa bila pihak pengusaha masih melakukan penambangan di luar IUPK Operasi Produksi. Sebagai contoh, penambangan yang dizinkan ada pada daerah A, akan tetapi mengambil dari daerah B. Dengan alasan untuk tanah timbun smelter," ungkapnya.

Lainnya, kata Andi Masdar, masalah Kesehatan Keselamatan Kerja (K3). Apakah sudah memenuhi standar yang ada? "Jangan sampai sangat jauh dari kata sempurna, kalau nilai 1 - 10, justru hanya mempunyai nilai di bawah 5," imbuhnya.

Dari sisi lain, untuk desa yang terkena dampak langsung akibat penambangan ini, bisa sudah ada dukungan dengan bukti adanya surat kesepakatan masyarakat dan perusahaan. Di mana masyarakat akan mendapatkan Rp 2.500 per ton, untuk setiap eksport, realisasinya di lapangan tentu perusahaan dan masyarakat yang paham.

"Walau warga desa yang sudah diberikan dulu, prinsipnya juga melanggar aturan, karena ini sama dengan penyogokan, meski dana tersebut sudah sesuai dengan Comunity Development (CD)," kata dia.

Pembangunan smelter, informasinya sudah dikunjungi dan diperiksa pihak Kementrian ESDM, pada Desember 2019, lalu. Namun, pihak perusahaan baru melakukan pembuatantan tapak where house pada hari saat sebelum para peninjau sampai di lokasi.

"Mungkin dalam hitungan jam," dugaannya.

Masih kata Andi Masdar, sesuai aturan memang harus ada persiapan lahan, tapak pondasi smelter, tetapi progres pembangunan smleter setelah hampir 1 tahun, perusahaan beroperasi hanya sekitar 20%, berarti hanya untuk pematangan lahan.

"Walau perusahaan mengatakan ada investor jelas, mesti progres smelter harus tetap  berjalan, tidak dijadikan pembangunan smelter hanya untuk alasan agar bisa mengekspor bauksit. Apabila stock file sudah habis, dengan alasan kekurangan dana pembangunan dihentikan, padahal ekspor sudah dilakukan berkali kali," katanya.

Selanjutnya, izin jetty juga menjadi pertanyaan, apakah sudah keluar dari Kementrian Perhubungan? Ada satu syarat, harus ada rekomendasi dari Pemerindah Daerah, dalam hal ini Kabupaten Lingga, berupa surat rekomendasi pemanfaatan bibir pantai.

"Apakah PUPR Kabupaten Lingga, khususnya bidang tata ruang  sudah mengeluarkan surat tersebut, tentunya tidak hanya sebatas telaah. Walaupun demikian, kita berharap pertambangan bauksit di Lingga, tidak seperti di Bintan yang justu menjadi permasalahan," harapnya.

Informasi, yang berhasil dihimpun BATAMTODAY.COM, terkait aktivitas pertambangan biji bauksit tersebut, berdampak langsung saat ini adalah Desa Langkap dan Cukas. Di mana untuk Desa Langkap karena menjadi lokasi pertambangan, sedangkan Desa Cukas, hanya dampak debu akibat dump truck yang lalu lalang menuju jetty atau pelabuhan.

Editor: Gokli