Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menyoal Transparansi Anggaran Covid-19
Oleh : Opini
Selasa | 21-04-2020 | 15:35 WIB
alokasi-anggaran-covid-19.jpg Honda-Batam
Ilustrasi alokasi anggaran covid-19. (Foto: Ist)

Oleh Nur Alim, MA

MASYARAKAT sudah semakin rapuh, ternyata wabah Covid-19 membuat aspek kehidupan manusia perlahan lumpuh. Rakyat meronta, banyak aspek kehidupan masyarakat yang lumpuh karena dampak Covid-19 yang telah menjadi pandemi di berbagai negara ini.

Mulai dari aktivitas perekonomian, aktivitas sosial kemasyarakatan dan aktivitas keagamaan. Semuanya diminta untuk berhentui sementara karena dikhawatirkan akan mengundang keramaian dan berpotensi membuat virus tersebar dengan cepat.

Wabah Covid-19 sudah semakin marak, tercatat ada 34 provinsi yang sudah terjangkit Covid-19. Pemerintah pusat melalui juru bicara BNPB resmi mengumumkan Penetapan Pandemi Covid-19 menjadi bencana nasional pada Sabtu (14/03) yang lalu.

Berdasarkan UU No 24 tahun 2007 pasal 1 ayat 3, mengkategorikan pandemi Covid-19 sebagai bencana non-alam, yakni bencana yang diakibatkan oleh peristiwa yang termasuk kedalam epidemi dan wabah penyakit.

Di Indonesia Covid-19 sudah mencapai angka 5.923 kasus pertanggal 17 April 2020 diantaranya sebanyak 520 orang dinyatakan meninggal dunia. Pada akhir Maret 2020 Presiden Jokowi resmi mengeluarkan kebijakan baru tentang relokasi anggaran untuk penanganan dampak Covid-19.

Hal ini dilakukan karena dampak Covid-19 sangat signifikan bagi masyarakat Indonesia, khususnya di sektor prekonomian. Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa dana penganganan Covid-19 sudah disahkan melalui Peratutan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dengan tujuan menjaga stabilitas perekonomian masyarakat yang terkena dampak Covid-19.

Menurut Presiden Joko Widodo, dana Covid-19 akan diambil dari APBN yang sudah direlokasi. Hal ini diperkuat oleh Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani yang mengatakan bahwa 405 trilliun APBN akan digunakan untuk menanggulangi dampak Covid-19.
Diantaranya 110 trilliun akan digunakan untuk jaring pengaman sosial (social safety net). Presiden juga menunjuk Kementerian Sosial sebagai pelaksana teknis penyaluran dana kepada masyarakat dengan berbagai skema, salah satunya Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Hanya saja, banyak kelompok yang menyoal transparansi dana Covid-19 dengan dalih sangat rawan dikorupsi oleh kelompok tertentu. Apalagi belum jelas siapa yang akan jadi pengawas penyaluran dana Covid-19 nantinya.

Sampai hari ini, belum ada lembaga atau kementerian yang secara khusus akan menangani dan mengawasi penyaluran dana Covid-19. Sehingga potensi korupsi sangat besar terjadi.

Selain itu, skema yang ditawarkan oleh Kementerian Sosial RI yang bervariasi sehingga sangat mungkin ada mark-up pendanaan yang memungkinkan para birokrat atau sekelompok orang bermain anggaran.

Untuk itu, perlu ada koornidasi khusus antara Kemensos dan Badan Pengawas Kuangan Negara agar pemberian bantuan Covid-19 yang sudah dianggarkan oleh pemerintah pusat bisa disalurkan sesuai dengan harapan semua pihak. Presiden perlu menunjuk langsung pengawas yang kedepan memiliki wewenang khusus untuk menindak bagi siapa saja yang mempermainkan dana Covid-19.

Skema yang ditawarkan oleh Kemensos RI juga perlu diperjelas segmentasinya agar saluran anggaran jelas akan diarahkan ke mana. Dana dengan ratusan trilliun bisa jadi tidak berdampak apa-apa bagi masyarakat jika ada penyelewengan anggaran atau anggaran yang tersalurkan tidak tepat sasaran.

Aspek yang lain yang harus diperhatikan adalah kebiasaan birokrasi yang selalu berbelit dalam menyalurkan Bansos. Kelengkapan administrasi dan penyaluran Bansos biasanya harus memenuhi syarat agar Bansos bisa dicairkan.

Banyak masyarakat yang akhirnya tidak mendapatkan Bansos karena syarat administratif yang tidak terpenuhi sehingga diambil sendiri oleh pihak pelaksana yang menyalurkan Bansos.

Oleh karena itu, pemerintah pusat harus mengeluarkan kebijakan agar dapat menanggulangi kebiasaan yang menyulitkan masyarakat ini. Salah satu kebijakan yang bisa dibuat adalah penyaluran Bansos cukup dengan menunjukkan KTP saja.

Agar semakin terpercaya, perlu data penyaluran yang bisa diakses oleh publik agar masyarakat luas bisa melakukan verifikasi langsung terhadap bantuan yang sudah disalurkan, apakah bantuan sudah diberikan atau tidak masyarakat bisa tahu secara langsung dengan adanya akses data ini.

Karena tidak bisa dipungkiri, pengalaman bangsa ini ketika ada bantuan dari pemerintah tidak pernah dibuka akses penyaluran bantuannya sehingga terkesan tidak transparan. Hal ini tentu merugikan masyarakat dan pemerintah karena alokasi dana yang sudah disahkan tidak tersalurkan untuk kemaslahatan bersama.

Selanjutnya, salah satu anggaran penanggulangan Covid-19 diambil dari dana desa. Hal ini disampaikan oleh Mendagri, Tito Karnavian bahwa dana desa yang selama ini diberikan kepada desa akan direalokasi ke penanggulangan Covid-19.

Perlu diperhatikan dana desa yang selama ini digunakan untuk membangun infrastruktur dan sumber daya manusia di desa perlu dikawal oleh pejabat diatas kepala desa agar semua masyarakat di desa merasakan kebermanfaatannya secara adil.

Kita menyadari bahwa selama ini dana desa belum sepenuhnya digunakan secara optimal oleh banyak kepala desa. Sehingga dengan adanya relokasi ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dengan cara menstimulus perekonomian mereka agar tidak anjlok karena dampak Covid-19.

Oleh sebab itu, yang terpenting dari transparansi anggaran ini adalah pemerintah pusat membentuk badan pengawas keuangan yang jelas, dan akses penyaluran anggaran yang bisa diakses oleh semua pihak agar aliran anggaran bisa diawasi oleh semua pihak dan tidak diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.*

Penulis adalah pemerhati politik dan pemerintahan, menetap di Kota Malang, Jawa Timur