Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kebijakan Omnibus Law dan Percepatan Pembangunan Sosial-Ekonomi
Oleh : Opini
Kamis | 16-04-2020 | 13:48 WIB
ekonomi-indonesia.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia. (Foto: Ist)

Oleh Muhammad Yasin

PENYEBARAN virus Corona atau Covid-19 telah memukul perekonomian nasional. Masyarakat pun mendesak agar DPR segera membahas Omnibus Law Cipta Kerja yang diyakini mampu mempercepat pembangunan ekonomi dan sosial akibat terdampak wabah penyakit.

Pemerintahan Presiden Joko widodo telah membuat terobosan untuk memangkas regulasi yang menghambat, salah satunya melalui omnibus law cipta kerja. Sejak kemunculan gagasan UU ini pro kontra mulai bergulir.

Banyak pihak yang mendukung, namun banyak pula yang menggelontorkan penolakan dengan berbagai alasan. Apalagi, menyinggung tentang para pekerja atau buruh, di Indonesia yang notabene jumlahnya sangat besar.

Misinformasi yang terjadi akibat ramainya jagad publik di dunia Maya ikut merunyamkan suasana. Di tengah pandemi Corona yang terus menunjukkan taringnya. Pemerinyah diminta waspada untuk menyiapkan senjata.

Termasuk bantuan bagi para pekerja yang terncam PHK. Selain itu, UU cipta kerja nyatanya juga memiliki perhatian pada sektor UMKM yang langsung terdampak akibat Corona yang melanda.

Melemahnya ekonomi di segala sektor tentunya butuh suntikan yang cukup menggebrak. Lemahnya daya beli masyarakat hingga menurunnya penghasilan atau bahkan potensi kehilangan pendapatan, kini menjadi fokus pemerintah.

Aneka bantuan yang bakal digelontorkan semua tertuang pada UU sapujagat ini. Sehingga jika anggapan orang-orang terhadap Omnibuslaw hanya memihak satu tumpuan saja itu dipastikan salah besar.

Tak hanya di sektor pekerja informal, omnibus law cipta kerja memiliki potensi menggenjot sektor lain yang nantinya akan memperkuat perekonomian Indonesia kedepan. Kenapa demikian?

Omnibuslaw ini merupakan UU bagi seluruh Undang-Undang serta aturan di Indonesia. Fokus Omnibuslaw ialah mengurai tumpang tindih UU maupun aturan tersebut. Tahu kan, gimana ribetnya sistem birokrasi juga regulasi di Nusantara, yang mana banyak menghambat segala kebebasan dalam berusaha.

Dengan berbagai macam kemudahan izin inilah nantinya akan memperbesar peluang peningkatkan kemajuan, khususnya untuk pemerataan kesejahteraan. Omnibus law cipta kerja menyasar dua Mega isu yang telah sedari dulu jadi momok yang tak berkesudahan. Apa itu? Ya, pengangguran juga ketersediaan lapangan kerja.

Melalui penerapan omnibus law cipta kerja, diharap mampu menguatkan iklim ekonomi yang berpotensi membuka lapangan kerja sebesar-besarnya, seluas-luasnya. Sehingga 9 juta pengangguran ini mampu teratasi dengan sangat baik.

Kendati dalam proses pematangannya harus melalui jalur panjang dan pelik, maklum omnibus law cipta kerja menyinggung isu sensitif terkait para buruh atau pekerja. Namun, pihak pemerintah terus berupaya menghadirkan keadilan untuk bersama. Sebab, nantinya kesuksesan ini ialah milik kita semua, negeri juga rakyatnya Indonesia.

Covid-19 yang sedang mewabah ini setidaknya sangat mempengaruhi kinerja disektor informal. Sebut saja, dampak Corona berimbas pada penutupan sejumlah pabrik, pekerja atau buruh pun terancam dirumahkan atau bahkan kehilangan penghasilan.

Jika omnibus law cipta kerja diterapkan, tentu banyak kompensasi-kompensasi yang bisa segera diaplikasikan. Salah satunya ialah bantuan dari pihak Jamsostek yang bersedia menanggung sejumlah biaya bagi para pekerjanya jika di PHK.

Aneka tunjangan bahkan juga telah dipersiapkan , misalnya tunjangan hari tua atau pensiun, tunjangan pendidikan, kesehatan hingga yang lainnya. Termasuk penerapan kartu Pra kerja yang sangat menguntungkan.

Melalui kartu pra kerja ini, buruh bakal lebih tenang karena akan dibantu permasalahannya oleh pemerintahan. Kendati tak gampang, draft ombibus law yang masih digeber perampungannya ini terus mengalami perkembangan.

Yang perlu digaris bawahi ialah kemudahan perizinan hingga kebebasan berusaha yang mana seringkali jadi kendala. Jika usaha kecil memiliki izin yang lebih lugas terkait pembiayaan misalnya, maka potensi mengembangkan usaha untuk lebih besar lagi akan semakin terbuka.

Sehingga, dapat memicu pembukaan lapangan pekerjaan lebih luas lagi.
Dengan akses perizinan yang lebih mudah ini kedepan diharap akan banyak UU yang memberikan keleluasaan dalam pengembangan mandiri.

Keleluasaan di sini ialah yang masih dalam taraf normal, dan bukanlah kegilaan atau memiliki konotasi negatif. Keleluasaan tentunya seperti angin segar ketika kondisi telah menyesakkan karena sudah terjadi secara berulang-ulang (UU yang dinilai kedaluwarsa atau sudah tak mampu mengkover sejumlah masalah).

Makanya, jangan takut keluar dari zona nyaman, untuk lebih melebarkan sayap kemajuan.*

Penulis adalah Mahasiswa Universitas Pakuan Bogor