Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menyiapkan Pilkada 2020 Bebas SARA dan Hoax
Oleh : Opini
Senin | 03-02-2020 | 14:41 WIB
anti-hoax42.jpg Honda-Batam
Ilustrasi anti hoax. (Foto: Ist)

Oleh Agoes Abidin

MASYARAKAT di sebagian wilayah di Indonesia, tengah bersiap-siap dalam menghadapi perayaan pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada Serentak) 2020. Kendati demikian, publik berharap agar pelaksanaan Pilkada 2020 dapat terbebas dari politik Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan (SARA) serta berita keliru (hoax).

Momen yang akan digelar pada 23 September mendatang, bakal berlangsung di 270 daerah, terdiri dari 3 Provinsi, 37 Kota dan 224 Kabupaten. Jumlah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan dengan Pilkada Serentak 27 Juni 2018 di 171 daerah, terdiri atas 17 Provinsi, 39 Kota dan 115 Kabupaten.

Penyelenggaraan pesta demokrasi, tentu saja tidak lepas dari potensi terjadinya berbagai gesekan dan konflik. Masyarakat diuji untuk menghargai pluralisme dan mewujudkan sikap toleransi.

Pada dasarnya, pemerintah menghargai kebebasan berpendapat setiap individu demi mewujudkan demokrasi di Tanah Air ini, Namun, hoax dan provokasi mencedarai asas-asas demokrasi di Indonesia.

Jangan sampai keinginan untuk menang mengorbankan keutuhan NKRI dengan membuat dan menyebarkan konten hoax dan isu negatif terkait SARA. Penyebaran hoax memang semakin marak setelah adanya media sosial (medsos) seperti Facebook, Instagram, Whatsapp dan lainnya karena mudah dimanfaatkan dan memiliki jangkauan yang sangat luas.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap Pilkada 2020 berjalan aman dan lancar. Jokowi mengajak semua pihak untuk menjaga agar Pilkada yang sebanyak 270 itu berjalan aman, berjalan damai, bermartabat, dan demokratis. Hal tersebut dikatakan Jokowi saat mengadiri acara pengukuhan pengurus DPP Partai Hanura di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (24/1/2020).

Selain itu, mantan Wali Kota Solo ini juga mengingatkan agar tak ada lagi politik SARA, hoax dan ujaran kebencian sehingga Pilkada 2020 bebas dari drama saling memfitnah atau menghujat.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut bahwa dampak berita bohong atau hoax selama Pemilu 2019 masih terasa hingga sekarang sehingga berpotensi mewarnai Pilkada 2020. 
Komisioner KPU, Viryan Aziz, mengatakan penting dilakukan dialog dengan pakar dan instansi terkait seperti Kementerian Kominfo, Cyber Crime Mabes Polri, dan NGO terkait untuk mengurangi dampak hoax di masyarakat.

Apabila hoax masih terpelihara, bukan tidak mungkin, hoax juga akan muncul saat Pilkada 2020 dan menimbulkan konflik antar masyarakat serta dikhawatirkan akan menjadi konflik horizontal yang besar.

Di sisi lain, menurut Presedium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Semarang, Farid Zamroni, penyebaran berita hoax pada Pilkada Serentak 2020 diperediksikan tidak akan semarak seperti Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu, karena pelaksanaan Pilkada merata terjadi di sejumlah daerah.

Selain itu, koalisi antarparpol dalam mengusung calon pilkada lebih cair tidak terjadi kubu-kubuan seperti pada Pilpres yang menimbulkan gesekan pendukung masing-masing parpol.

Meskipun demikian, hoax, ujaran kebencian dan SARA harus tetap diwaspadai dan terus diawasi. Pengguna medsos diharapkan agar tidak menyebarkannya karena merupakan tindak pidana yang diancam dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Seluruh elemen masyarakat harus terlibat dalam menciptakan Pilkada Serentak yang berkualitas, aman dan damai, bebas dari Hoax dan SARA. Selayaknya para calon kepala daerah menyampaikan gagasan-gagasan positif dan inovatif yang membangun untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat.

Jangan ajang Pilkada dijadikan sebagai ajang saling menyebarkan kebohongan dan kebencian. Hoax dan isu SARA merusak kedaulatan rakyat dalam proses pesta demokrasi di Pilkada Serentak 2020.

Para pasangan calon beserta pendukung-pendukungnya diharapkan agar bekompetisi dengan jujur dan selalu membawa narasi yang positif, bukan menyebarkan informasi bohong, SARA ataupun ujaran kebencian untuk menjaga kondusifitas dan stabilitas keamanan di daerah. Demokrasi harus menjadi pesta rakyat yang berkualitas untuk memilih pemimpin yang amanah serta memperjuangkan kepentingan rakyat.

Pilkada Serentak 2020 harus berjalan dengan aman dan bebas dari hoax dan isu SARA agar terciptanya demokrasi yang berkualitas untuk memilih pemimpin yang amanah dan mampu memperjuangkan kepentingan rakyatnya.

Seyogyanya, masyarakat Indonesia bisa membuat pluralisme menjadi sesuatu yang indah dan menjadi penopang untuk menjalin kebersamaan dalam keberagaman. Meskipun nantinya terdapat perbedaan pendapat dan pilihan, namun semua memiliki satu tujuan yang sama, yaitu menjadikan Indonesia maju demi kepentingan dan kesejahteraan seluruh rakyat.

Mari menjadikan Pilkada Serentak 2020 bebas dari Hoax dan SARA.*

Penulis adalah Pemerhati Sosial Politik