Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Gugatan Uba di PTUN Tunjukkan DPRD Kepri Kurang Rukun dalam Lobi-lobi Politik
Oleh : Hendra
Sabtu | 11-01-2020 | 16:04 WIB
ampuan-advokad.jpg Honda-Batam
Ampuan Situmeang, Praktisi Hukum Administrasi Negara, sekaliguas kuasa hukum Ketua DPRD Kepri. (Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Praktisi Hukum Administrasi Negara, Ampuan Situmeang, menyampaikan, gugatan yang dilayangkan Uba Ingan Sigalingging terkait Surat Keputusan Alat Kelengkapan DPRD Kepri ke PTUN Tanjungpinang menujukkan kepada masyarakat adanya ketidakharmonisan di dalam tubuh legislatif.

Saat dihubungi, Sabtu (11/1/2020) siang, Ampuan mengatakan, konsekuensi yang timbul dari gugatan ini hanya akan membuat publik menilai DPRD Kepri tidak rukun, dalam artian adanya ketidakharmonisan di setiap anggota.

Ampuan menambahkan, fatsoen (etika) politik yang saat ini dipertontonkan dalam masalah gugatan ini, membuat rayat akan mudah menilai ada yang sedang dipeributkan di dalam tubuh dewan perwakilan rakyat.

"Rakyat akan jadi menilai, ada apa di DPRD Provisi Kepri? Kok yang banyak tidak bisa merangkul yang sedikit (satu orang lagi), kenapa sampai begini, di mana letak hilangnya upaya musyawarah untuk mufakat itu? Ini akan menjadi pertanyaan publik," ujar Ampuan yang juga sebagai kuasa hukum Ketua DPRD Provinsi Kepri ini.

Tidak menyatunya internal DPRD Kepri ini sendiri membuat rakyat berpikir apakah mereka bisa dengan baik melakukan pengawasan terhadap jalannya roda kewenangan yang akan dilakukan oleh yang diawasi.

Menurut Ampuan, seharusnya ada kekompakan terlebih dahulu di internal dewan, sehingga memang harus diakui hal ini menunjukkan adanya masalah yang perlu pemulihan dan rekonsiliasi internal.

"Namun ini adalah urusan politik, sedangkan yang saya urus adalah prosedur hukum dan hukum acaranya di PTUN Tanjungpuna Sekupang," terangnya.

Hanya saja, dalam hal ini, terang Ampuan, konsekuensinya yang pasti di mata publik akan ada penilaian yang kurang, dalam lobi-lobi politik legislatif sehingga kebiasaan politik tidak berjalan sesuai dengan tata krama yang telah dibangun di DPRD Kepri.

Perihal gugatan Uba, Ampuan juga mengatakan seolah-olah ini hanya ingin menyatakan bahwa tata tertib (Tatib) DPRD Kepri periode 2014-2019 tidak boleh dipakai lagi. Sementara dalam hal ini, tak ada frasa undang-undang yang menyebutkan seperti itu.

"Sesuai aturan AKD harus segera dibentuk dan tidak boleh kosong karena dewan harus bekerja," katanya.

Dalam gugatan Uba yang diminta batal menurut Ampuan adalah SK-AKD dan bukan soal keputusan paripurna yang dilaksanakan pada 14 Oktober 2019 lalu, karena itu konsekuensinya hasil paripurna pun tidak akan batal.

"Karena paripurna adalah pengambilan keputusan yang tertinggi. Perbedaan pendapat diputuskan di paripurna. Jika tidak tercapai musyawarah mufakat, maka dapat diambil dengan suara terbanyak. Itu undang-undangnya," tegas Ampuan.

Mengenai duduk persoalan ini, Ampuan menyarankan agar para pihak terkait lebih mengambil langkah musyawarah untuk mufakat di luar persidangan sehingga suasana kerja di ruang DPRD Provinsi menjadi lebih kompak dan dinamis.

"Namun demikian, menggugat adalah hak dari setiap warga negara. Hanya saja juntrungannya memerlukan kehati-hatian," ungkap Ampuan.

"Pertanyaannya adalah, apakah tidak boleh pake tatib lama? Kalau tidak boleh aturan mana yang melarang? Pasal berapa di undang-undang yang mana? Ini inti masalahnya," tutupnya.

Editor: Gokli