Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Membaca Bencana Banjir dari Kacamata Spiritual
Oleh : Opini
Kamis | 02-01-2020 | 17:20 WIB
ilustrasi-kecelakaan-kerja1.jpg Honda-Batam
Banjir yang melanda Ibukota DKI Jakarta, Januari 2020. (Foto: Analisa)

Oleh Maman Junirman

BANJIR yang melanda Jakarta dan beberapa wilayah di Indonesia tidak hanya sekedar masalah global warming, climate change, dan salah kelola pembangunan. Namun bisa jadi merupakan teguran dari Allah SWT, ketika banyak orang melalaikan ajarannya.

Menurut para sufi, Allah SWT tidak sakit hati dengan keingkaran manusia. Tapi Allah SWT akan marah dan sakit hati jika kita berpura-pura dalam menyembahNya dan bencana alam adalah tentara-tentara Alloh SWT untuk meluluhlantakkan kesombongan manusia.

Ternyata tentara Allah SWT bukan hanya manusia yang bersenjata lengkap saja. Tetapi antara lain pertama, AIR. Air itu tentara Allah yang menenggelamkan kaum Nabi Nuh alaihissalam, karena menghina dan mencaci maki utusan-Nya. Mereka semua mati, (QS. Al-Ankabut : 14).

Kedua, ANGIN. Angin itu tentara Allah SWT yang menghempaskan kaum Ad, karena sombong dengan kemajuan teknologi arsitekturnya. Mereka semua mati, (QS. Al-Haaqqah : 6-8).

Ketiga, PETIR. Petir itu tentara Allah SWT yang menyambar kaum Tsamud karena sombong menantang adzab-Nya. Mereka semua mati, (QS. Hud : 68).

Keempat, TANAH. Tanah itu tentara Allah SWT yang menelan kaum Sodom karena berprilaku bejat, homoseks dan lesbian. Mereka semua mati. (QS. Al-Hijr : 73-76)

Kelima, HAWA PANAS. Hawa Panas itu tentara Allah SWT yang menyengat kaum Madyan karena curang dalam bertransaksi. Mereka semua mati, (QS. Al-Hajj : 44).

Keenam, LAUT. Laut itu tentara Allah yang menenggelamkan firaun dan bala tentaranya karena sombong mengaku diri sebagai Tuhan. Mereka semua mati, (QS. Al-Baqarah : 50).

Ketujuh, BURUNG ABABIL. Burung Ababil itu tentara Allah SWT yang telah meluluh lantahkan Pasukan Raja Abraha, di saat Pasukan Raja Abraha ingin menghancurkan Ka'bah, Mereka semua mati, (QS.Al-Fil : 3).

Dalam semua sejarah yang tercatat, tentara-tentara Allah SWT itu datang setelah peringatan dari para utusan dan pembela agama-Nya diabaikan. Dan dalam semua sejarah yang tercatat, tidak pernah ada penentang utusan dan penista agama-Nya yang menang.

Sekarang mulai introspeksi diri, apakah banyak tindakan kita, kebijakan publik kita, dan segala tingkah pola kita sudah dapat dikategorikan melawan-Nya?

Coba lihat bagaimana saat ini LGBT, korupsi, Islamophobia dan hal hal lainnya seperti merayakan tahun baru dengan membakar uang/mercon bernilai ratusan juta. Sementara banyak dhuafa dan yatim piatu yang belum terurus.

Meniup terompet seakan akan melupakan fakta miris soal pengangguran dan kemiskinan dan lain lain jelas menunjukkan fakta apa?

Bencana banjir saat ini sebaiknya dipandang sebagai teguran apalagi banyak pengakuan korban banjir bahwa bencana alam tersebut yang terparah dibandingkan jaman dulu.

Kerugian banjir juga pasti lebih besar dari zakat zakat yang mungkin belum kita bayar. Mungkin juga tingkat religisitas kita semakin menurun. Tuhan akhirnya mencubit kita.*

Penulis adalah Pemerhati Sosial Budaya